This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Senin, 18 November 2013

Masalah pagar sulut lagi ketegangan petani vs TNI di Urut Sewu

Reporter : Chandra Iswinarno | Senin, 18 November 2013 10:45

Urut Sewu. ©2013 Merdeka.com/Chandra

Merdeka.com - Jalan Desa Tlogodepok, Kecamatan Mirit, Kebumen, Jawa Tengah, yang berada di kawasan jalur Daendels masih basah setelah hujan mengguyur sore itu. Rimbunan pohon yang ditanam, menyambut senja sepanjang jalan desa yang berujung pada kawasan pantai selatan.

Meski suasana wilayah perkampungan relatif adem, nuansa tegang masih terasa di sana. Ketegangan itu setidaknya nampak dari tuntutan warga yang dituangkan dalam potongan bahan plastik bekas karung beras di sepanjang jalan desa.

Pesan yang ditulis di antaranya berbunyi begini: "Ojo Dipager Tanduri Cikar Bae", "Tanah Belum Jelas Stop Pagar !!" dan beberapa tulisan lainnya, menemani perjalanan menuju lokasi pemagaran.

"Ini sisa kemarin saat aksi warga yang menolak aksi pemagaran tanah di (desa) Tlogodepok. Tadinya, semua tulisan ini ada di sepanjang jalan raya depan," ujar Ketua Organisasi Tlogo Wira Putra, Slamet Riyadi.

Namun, spanduk yang dipasang setelah aksi pada Kamis 7 November silam tersebut diturunkan beberapa orang yang pro-pemagaran.

"Setelah aksi tersebut spanduk diturunkan, dan kami pasang di jalan-jalan desa. Kami sebenarnya tidak ingin ada bentrok antarwarga sendiri. Karena pada dasarnya, kami memiliki hubungan saudara juga," ujarnya saat ditemui di rumahnya, beberapa waktu lalu.

Keresahan Slamet juga diungkapkan warga desa lainnya, Muhammad Sahwi (46) yang mengaku tidak senang dengan adanya pemagaran sepihak. Selama ini, Sahwi tidak mengetahui adanya sosialisasi pemagaran sejak semula.

"Saya nggak pernah diberikan sosialisasi. Tahu-tahu sudah dibangun saja. Kalau seperti ini, saya yang punya pohon di sebelah selatan menjadi susah, tidak seperti dulu," ujarnya.

Menurutnya, selama ini memang tanah pertanian yang digarapnya bersama petani dan penderes lainnya kerap menjadi tempat latihan TNI. Dia mengatakan, selama ini, kerap bingung kalau ada latihan perang.

"Kalau ada latihan perang, kami harus cepat-cepat ke kebun. Kalau biasanya jalan dari rumah jam 8-9 pagi, saat dipakai latihan kami harus datang sekitar pukul 7 pagi atau bisa lebih pagi lagi," ujarnya.

Selama latihan perang, petani praktis tidak bisa memasuki kawasan pertanian yang digarapnya. Latihan perang yang dilaksanakan didekat permukiman warga tersebut, jelas Slamet juga menyebabkan warga terganggu.

"Kadang kaca rumah sampai bergetar, bahkan suara senjata berat sampai malam hari," ujarnya.

Slamet menambahkan, saat ini kondisi masyarakat tidak bisa tenang hidup di desa berpenduduk 850 kepala keluarga. Dia meyakini, konflik antarwarga akan meruncing pada suatu saat.

"Beberapa waktu lalu saja ada konvoi yang dilakukan preman, masa tandingan warga. Kalau sudah seperti ini, kami sudah tidak bisa hidup tenang karena perpecahan ini," jelasnya.

Koordinator Urut Sewu Bersatu, Widodo Sunu Nugroho mengatakan, selama ini warga yang berada di 15 desa kawasan Urut Sewu masih terus memperjuangkan hak atas tanah yang dahulu diklaim milik TNI.

"Kami meyakini, tanah yang saat ini dipakai untuk latihan perang adalah milik warga. Karena ada bukti leter C dan ada beberapa orang tua yang meyakini memang tanah di sini milik warga," ujarnya.

Sunu menegaskan, saat ini warga akan terus memperjuangkan hak mereka. "Beberapa waktu lalu tanah ini diklaim TNI, tetapi baru-baru ini malah diakui negara. Anehnya, mereka selalu menggunakan perda tata ruang sebagai dasarnya. Padahal, kalau mengacu perda tata ruang, harusnya tidak menghilangkan hak milik warga," ujarnya.

Komandan Kodim 07/09 Kebumen, Letkol Inf Dany Rakca Andalasawan mengatakan, lahan yang dipagari sudah sesuai peraturan daerah tata ruang Kebumen. Menurutnya, dalam Perda dijelaskan batas teritorial yang selama ini dipakai untuk latihan TNI, berasal dari tanah atau lahan yang ditarik 500 meter dari bibir pantai ke utara.

"Batas itu yang kami pagar, dan sepanjang 500 meter tersebut tidak ada tanah milik warga," katanya.

Pemagaran tersebut, menurut Dany, merupakan kebijakan pemerintah untuk menertibkan aset negara berupa kawasan Hankam di Urut Sewu yang luasnya 1.150 hektare. Pembangunan tahap pertama dilakukan di tahun 2013 sepanjang 6 kilometer dari panjang kawasan Hankam yang mencapai 22,5 kilometer.

"Pemagaran pertama dimulai dari Tlogodepok ke arah barat sepanjang enam ribu meter," katanya.

Kawasan Urut Sewu, jelas Dany, merupakan aset negara yang digunakan TNI untuk meningkatkan profesionalisme TNI. Bukti tanah itu tanah negara, salah satunya dibuktikan dengan terbitnya Peraturan Daerah Kabupaten Kebumen Nomor 23 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kebumen Tahun 2011-2031.

Konflik yang terjadi di kawasan Urut Sewu Kebumen Selatan sempat diwarnai pertumpahan darah warga yang melakukan perlawanan terhadap TNI pada 16 April 2011. Tragedi tersebut sempat menjadi sorotan karena beberapa petani tewas dan banyak yang terluka.
[mtf]


http://www.merdeka.com/peristiwa/masalah-pagar-sulut-lagi-ketegangan-petani-vs-tni-di-urut-sewu.html

Konflik petani Urut Sewu vs TNI bak api dalam sekam

Reporter : Chandra Iswinarno | Senin, 18 November 2013 07:58

Urut Sewu. ©2013 Merdeka.com/Chandra

Merdeka.com - "Mas..mas, jangan lewat depan sana, lebih baik memutar saja," suara Basir (35), warga desa Tlogodepok Kecamatan Mirit Kebumen Jawa Tengah saat hendak menunjukkan lokasi pemagaran lahan yang hingga kini menjadi wilayah sengketa petani Urut Sewu Kebumen dengan TNI, beberapa waktu lalu.

Suasana tegang beberapa saat terjadi dalam kendaraan yang ditumpangi. Sambil menyembunyikan muka, Basir meminta agar kendaraan memutar menuju lokasi pemagaran yang sudah dilakukan sepihak oleh pihak TNI.
"Saya ndak enak mas, soalnya saya juga mengenal mereka dan kami masih satu desa," ujar pria yang selama ini aktif dalam organisasi Tlogo Wiraputra Desa Tlogodepok.

Keengganan Basir saat itu sangat beralasan. Pasalnya pada Kamis (7/11) silam, warga Tlogodepok mendatangi balai desa guna menolak rencana pemagaran yang dilakukan di lahan sengketa antara warga sekitar dan TNI di wilayah tersebut. Protes dilakukan lantaran warga tidak pernah mendapat sosialisasi. Bahkan, selama ini banyak warga yang lahan pertanian mereka yang berada di dalam lahan sengketa.

"Kalau mau di tembok, kami mau nggak mau harus memutar. Padahal, lahan dan pohon yang saya tanam sejak lama ada di dalam sana. Kalau di pagar, kami harus memutar untuk melewati pintu yang ada dan kalau pintunya dikunci, kami tidak bisa masuk," ujar Jiono (50), warga Tlogodepok yang selama ini menggantungkan hidup dari hasil menderes kelapa di kawasan selatan desanya.

Aksi yang berlangsung di depan balai desa tersebut, diikuti ratusan warga desa yang merasa terganggu dengan adanya rencana tersebut. Mereka meminta, pemagaran tidak dilanjutkan dahulu sebelum selesai semua perkaranya.
"Kami sudah meminta agar pemagaran dihentikan, tetapi buktinya malah terus berlanjut. Bahkan, pengerjaan sudah cukup lama dan pondasi sudah memanjang dan bahkan membelah lahan pertanian holtikultura milik warga," ujar Koordinator organisasi Tlogo Wiraputra, Slamet Riyadi.

Slamet mengemukakan, ketegangan antar penduduk saat ini sudah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan. Antara kelompok yang pro dan kontra pemagaran tidak ada yang mau mengalah.
Slamet yang menolak pemagaran, bahkan meyakini kondisi akan semangat memanas karena tidak ada upaya mediasi dari desa dan pemerintahan. "Kami sebenarnya hanya meminta pemagaran lahan sengketa dihentikan untuk sementara waktu," ujarnya.

Sebelumnya, Komandan Distrik Militer 07/09 Kebumen, Letkol Inf Dany Rakca Andalasawan kepada wartawan mengatakan proyek itu merupakan tindak lanjut dari program Kementerian Pertahanan RI dalam rangka menertibkan administrasi batas wilayah kawasan pertahanan dan keamanan di Indonesia.
"Batas itu yang kami pagar dan sepanjang 500 meter tersebut tidak ada tanah milik warga," katanya kepada wartawan.

Sengketa lahan di wilayah Urut Sewu selama ini masih terus terjadi. Konflik terjadi karena di wilayah itu, warga mengaku memiliki bukti kepemilikan lahan dalam bentuk leter C. Namun, di sisi lain, wilayah tersebut kerap dijadikan tempat latihan perang TNI.
Bahkan, beberapa bulan lalu, lahan yang berdekatan dengan laut selatan tersebut dijadikan tempat uji coba senjata berat oleh tentara.
[mtf]


http://www.merdeka.com/peristiwa/konflik-petani-urut-sewu-vs-tni-bak-api-dalam-sekam.html

Jumat, 08 November 2013

Petani Protes Pemagaran Kawasan Urut Sewu

08 November 2013 | 03:15 wib

KEBUMEN, suaramerdeka.com - Pemagaran lahan pesisir pantai selatan yang oleh TNI AD merupakan batas wilayah kawasan pertahanan dan keamanan (hankam) mendapat penolakan dari sebagian warga. Seratusan petani asal Desa Tlogodepok, Kecamatan Mirit yang tergabung dalam Organisasi Rakyat Tlaga Wira Putra mendatangi balai desa setempat untuk menolak pemagaran tersebut, Kamis (7/11).

Koordinator aksi, Slamet R mengatakan pihaknya menolak pemagaran kawasan pesisir Desa Tlogodepok karena merugikan petani. Apalagi menurut dia, pemagaran itu tanpa seijin petani dan tanpa musyawarah terlebih dahulu. Petani mengklaim tanah pesisir selatan Tlogodepok sampai batas laut selatan merupakan milik rakyat.

"Kami menyesalkan sikap pemerintah desa dan kabupaten yang tidak peka terhadap persoalan yang ada di masyarakat dan tidak ada upaya melindungi hak-hak kepemilikan tanah masyarakat," ujar Slamet di sela-sela aksi.

Aksi yang dimulai sejak pukul 10.00-12.15 itu, mendapatkan pengawalan dari personil TNI dan Polri. Sebelumnya mereka juga menggelar mujahadah di masjid yang tidak jauh dari balai desa. Tampak Komandan Kodim 07/09 Kebumen, Letkol Inf Dany Rakca Andalasawan SAP didampingi Camat Mirit Ahmad Ngisom SSos dan Kades Tlogodepok Jumiran menerima warga dan berusaha memberi penjelasan. 

Sempat terjadi adu pendapat dengan warga. Sesekali suasana memanas, namun tidak sampai terjadi anarkhis. Saat warga meminta bukti legalitas tanah yang dipagar, Dandim menunjukan bukti adanya Perda yang mengatur batas teritorial wilayah. Bahwa di dalam Perda dijelaskan batas teritorial yang selama ini dipakai untuk latihan TNI, berasal dari tanah atau lahan yang ditarik 500 meter dari bibir pantai ke utara. 

"Batas itu yang kami pagar dan sepanjang 500 meter tersebut tidak ada tanah milik warga," tegasnya. Meski demikian, imbuh Dandim, jika banyak pula warga yang memanfaatkan lahan itu pihaknya tidak mempersoalkan selagi tidak sedang digunakan untuk latihan oleh TNI.

Setelah mendapat penjelasan, warga membubarkan diri. Akan tetapi mereka tidak pulang ke rumah masing-masing, melainkan menggelar aksi orasi di depan balai desa. Setelah orasi aksi dilanjutkan dengan memasang spanduk berisi protes di sepanjang jalan Daendeles Desa Tlogodepok.

Diberitakan sebelumnya, TNI membangun pagar beton di batas wilayah tanah yang merupakan kawasan pertahanan dan keamanan. Proyek pembangunan itu diawali di Desa Tlogodepok, Kecamatan Mirit dengan panjang pagar 2 km dan tinggi 2 meter. Rencananya, proyek tersebut akan berlanjut ke Kecamatan Ambal dan Buluspesantren dengan total panjang mencapai 8 km. Adapun konstruksinya terdiri atas bangunan tembok setinggi satu meter dan kawat setinggi satu  meter. 

Menurut Dandim proyek itu merupakan tindak lanjut dari program Kementrian Pertanahan RI dalam rangka menertibkan administrasi batas wilayah kawasan pertanahan dan keamanan di Indonesia. Kabupaten Kebumen merupakan satu wilayah tersebut yang tersebar di kawasan urut sewu.
( Supriyanto / CN34 / SMNetwork )
http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2013/11/08/178744/Petani-Protes-Pemagaran-Kawasan-Urut-Sewu-