This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Kamis, 23 Juli 2015

Demo tolak pabrik Indocement Pati ricuh, 1 demonstran tertembak

Reporter : Parwito | Kamis, 23 Juli 2015 14:49

Demo pabrik Indocement di Pati ricuh. ©2015 Merdeka.com


Merdeka.com - Aksi penolakan disertai demo besar-besaran pemblokiran Pantura sebagai bentuk penolakan masyarakat Pati terhadap pembangunan pabrik semen Indocement di Kabupaten Pati, Jawa Tengah berlangsung ricuh. Satu orang demonstran yaitu Ari Sandi Sofiadi (32), warga Desa Sinom Widodo, RT 02 RW 05, Kecamatan Tambakrono, Kabupaten Pati dari Gagasan Anak Negeri Korwil Pati tertembak pada bagian dagu.

Sementara, belasan lainnya menjalani perawatan di rumah sakit akibat terkena gas air mata yang ditembakan polisi untuk membubarkan massa. Kericuhan terjadi saat ratusan pendemo mulai melakukan aksi pemblokiran jalur Pantura lingkar Pati-Kudus yang merupakan jalur utama dari Jawa Tengah menuju ke Jawa Timur.

Dari informasi yang dihimpun merdeka.com, demo penolakan pembangunan pabrik semen Indocement yang dilakukan masyarakat Pati diawali sekitar pukul 09.00 WIB.

Ribuan masa bergerak dari Kawasan Tambakrono, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, menuju ke Kantor Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pati untuk menemui Bupati Pati.

"Kita kesal banget, sudah berkali-kali melakukan aksi demo dan protes tapi tidak ditanggapi oleh Bupati Pati Haryanto. Akhirnya masa memutuskan untuk memblokir jalur Pantura di jalur lingkar Pati-Kudus, tepatnya di sekitar pabrik Kacang Garuda," tegas Yunina Ernani, Koordinator Wilayah (Korwil) Eks Karisidenan Pati Gagasan Anak Negeri Korwil Jawa Tengah saat dikonfirmasi merdeka.com, Kamis (23/7).

Akibat pemblokiran jalur Pantura tersebut arus lalu lintas terganggu, sehingga polisi menembakan gas air mata ke arah pendemo.

"Tembakan gas air mata mengakibatkan ratusan orang chaos dan mengamuk serta tidak terkontrol lagi. Hingga akhirnya terjadilah aksi lempar batu ke arah barisan polisi yang berupaya untuk membubarkan masa sekitar pukul 12.00 WIB," ungkapnya.

Sampai pukul 14.40 WIB, kericuhan demo yang sempat menutup jalur pantura lingkar Pati-Kudus masih berlangsung.

Aksi bakar-bakaran dan ratusan batu berserakan juga masih mewarnai jalur utama Pantura. Akibat demo ricuh tersebut jalur Pantura dari Jawa Tengah menuju ke Jawa Timur mengalami kemacetan sekitar lima jam lebih.
[dan]

http://www.merdeka.com/peristiwa/demo-tolak-pabrik-indocement-pati-ricuh-1-demonstran-tertembak.html

Minggu, 19 Juli 2015

Penetapan Obyek Vital Nasional Rampas Hak Kaum Buruh








Solidaritas.net – Menteri Perindustrian Republik Indonesia, pada tanggal 21 Agustus 2014, telah mengeluarkan surat keputusan nomor 466/M-IND/Kep/8/2014 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Perindustrian nomor 620/M-IND/Kep/12/2012 tentang Obyek Vital Nasional Sektor Industri.

Dalam surat keputusan ini termuat 63 perusahaan dan kawasan industri yang ditetapkan sebagai obyek vital nasional sektor industri. Beberapa kawasan industri yang ditetapkan sebagai obyek vital nasional adalah sebagai berikut:

1. Modern Cikande Industrial Estate – Kab. Serang, Banten;
2. East Jakarta Industrial Park – Kab. Bekasi, Jawa Barat;
3. Ngoro Industrial Park I – Kab. Mojokerto, Jawa Timur;
4. Ngoro Industrial Park II – Kab. Mojokerto, Jawa Timur;
5. Medan Star Industrial Estate – Kab. Deli Serdang, Sumatera Utara;
6. Panbil Industrial Estate – Kota Batam, Kepulauan Riau;
7. Kaltim Industrial Estate – Kota Bontang, Kalimantan Timur;
8. Kawasan Industri Medan – Kota Medan, Sumatera Utara;
9. Jababeka Industrial Estate – Kab. Bekasi, Jawa Barat;
10. Karawang International Industrial City – Kab. Karawang, Jawa Barat;
11. Batamindo Investment Cakrawala – Kota Batam, Kepulauan Riau;
12. Kawasan Industri Terpadu Kabil – Kota Batam, Kepulauan Riau;
13. Bintan Inti Industrial Estate – Kab. Bintan, Kepulauan Riau;
14. Kawasan Berikat Nusantara – Kota Jakarta Utara dan Kota Jakarta Timur, DKI Jakarta.

Dampak dari diberlakukannya keputusan tersebut di atas bagi gerakan buruh adalah larangan untuk melakukan unjuk rasa atau penyampaian pendapat di muka umum. Sebab 63 perusahaan dan kawasan industri tersebut telah dinyatakan sebagai obyek vital nasional (obvitnas).

Larangan tersebut diatur pada pasal 19 ayat (2) dalam UU no. 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Pasal tersebut menyatakan larangan untuk menyampaikan pendapat di muka umum pada lingkungan istana kepresidenan, tempat ibadah, instalasi militer, rumah sakit, pelabuhan udara atau laut, stasiun kereta api, terminal angkutan darat dan obyek-obyek vital nasional.

Aturan ini juga mengakibatkan larangan untuk melakukan unjuk rasa pada ratusan perusahan yang berada di dalam kawasan industri sebagaimana disebutkan di atas. Padahal banyak perusahaan di dalam kawasan industri tersebut yang melakukan pelanggaran hukum ketenagakerjaan, seperti pelanggaran perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), outsourcing, upah di bawah UMK, diskriminasi buruh perempuan, dan lain sebagainya.

Dampak lain dari aturan ini adalah pengawasan yang ketat, bahkan dapat terjadi intervensi, oleh aparat kepolisian dan militer terhadap hak mogok buruh. Hal ini dapat dilakukan dengan dalih melaksanakan pasal 6 dalam Keppres no. 63 tahun 2004 tentang Pengamanan Obyek Vital Nasional. Pasal tersebut mengatur bahwa Kepolisian mengerahkan kekuatan pengamanan obyek vital nasional berdasarkan kebutuhan dan perkiraan ancaman dan/atau gangguan yang mungkin timbul.

Aturan ini juga mengakibatkan keterlibatan militer (TNI), sebab pasal 7 dalam Keppres 63/2004 tersebut memperbolehkan Kepolisian melibatkan militer (TNI) dalam melaksanakan pengamanan terhadap obyek vital nasional (obvitnas).

Keberpihakan pemerintah beserta aparat terhadap kepentingan modal, melalui pengamanan aset dan proses produksi, sangat jelas terlihat dalam kasus ini.

Jika mengacu pada Keppres 63/2044, salah satu ciri dari obyek vital nasional adalah menghasilkan kebutuhan pokok sehari-hari. Tetapi lahan pertanian yang dimiliki kaum tani, maupun lahan perikanan, tidak ditetapkan sebagai obyek vital nasional, namun justru kasus perampasan lahan pertanian yang sering terdengar di negeri ini.

http://solidaritas.net/2015/07/penetapan-obyek-vital-nasional-rampas-hak-kaum-buruh.html?subscribe=success#blog_subscription-2

Rabu, 15 Juli 2015

Waduk Jatigede, Dapat 1.700 Tandatangan Penolakkan

Oleh Mega Anggraeni pada Jul 15, 2015 | 18:28 WIB 

Petisi penolakan penggenangan Waduk Jatigede. Petisi sudah terkumpul sejak awal Juli 2015 lalu. (Mega/ayobandung)

Sebanyak 1.700 warga telah menandatangani petisi terkait untuk menolak penggenangan Waduk Jatigede pada 1 Agustus 2015 mendatang. Jumlah tersebut akan terus bertambah, hingga angkanya sesuai dengan jumlah orang terkena dampak (OTD) Waduk Jatigede.

Pengumpulan petisi tersebut sudah berlangsung sejak awal Juli 2015 lalu, setelah Tim Advokasi Aliansi Rakyat Jatigede menggelar jumpa pers terkait penolakkan penggenangan Waduk Jatigede di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung.

Menurut salah satu anggota tim, Rizky Ramdani, petisi tersebut dibuat atas dasar inisiatif dari warga di tiga desa yang terkena dampak penggenangan Waduk Jatigede. Ketiga desa tersebut adalah Cipaku, Pakualam, dan Leuwihideung.

“Mereka sudah mendapatkan informasi dan kemudian melakukan inisitif mengumpulkan petisi,” katanya kepada wartawan saat jumpa pers di Kantor LBH, Jalan Rereng Wulung, Bandung.

Rizky mengatakan, pihaknya akan mencoba mengumpulkan lebih banyak tanda tangan, sesuai dengan jumlah OTD  Waduk Jatigede. Upaya tersebut dilakukan untuk membatalkan rencana pemerintah untuk menggenangi waduk pada 1 Agustus mendatang.

Selanjutnya, Tim Advokasi Aliansi Rakyat Jatigede akan mengirimkan petisi tersebut kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Kementerian Pekerjaan Umum, dan Kedutaan Besar Republik Rakyat Tiongkok (RRT).
Petisi tersebut, lanjut Rizky adalah untuk menguatkan pernyataan masyarakat  dan menolak pernyataan pemerintah yang mengatakan seluruh masalah di Jatigede sudah selesai. Sehingga penggenangan waduk bisa mulai dilakukan
awal Agustus mendatang.

“Pernyataan pemerintah itu tidak mendasar. Masih banyak masalah yang ditinggalkan oleh pemerintah di Jatigede,” tegas Rizky.

Beberapa masalah yang masih tersisa di Jatigede, diantaranya lahan relokasi yang tidak layak dan komplain warga terkait kepemilikkan lahan dan bangunan yang  tidak mendapat tanggapan sejak tahun 1980-an.

Rizky menambahkan, pihaknya sudah berencana melakukan serangkaian advokasi supaya pemerintah membatalkan penggenangan waduk. “Kami akan mempublikasikan petisi, melakukan konsolidasi denga beberapa tokoh, hingga melakukan aksi ke Jakarta,” pungkas Rizky.

Tim Advokasi Aliansi Rakyat Jatigede adalah gabungan beberapa organisasi non pemerinta seperti Aliansi Gerakan Reforma Agraria, Lembaga Bantuan Hukum Bandung, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Jawa Barat, Serikat Perempuan Indonesia, dan Jari Ra Hyang. Tim advokasi ini mendampingi OTD dan sudah melakukan survei sejak Juni 2015 lalu. (mega)

http://ayobandung.com/read/20150715/59/822/waduk-jatigede-dapat-1700-tandatangan-penolakkan#.Va6IQpmeRAg.facebook

Minggu, 12 Juli 2015

Korem Pamungkas Pastikan Lapangan Tembak di Kebumen Sah Milik TNI

12 Juli 2015 9:15 WIB Category: Suara Kedu

YOGYAKARTA, suaramerdeka.com – Komando Resort Militer (Korem) 072/Pamungkas Yogyakarta tak ingin polemik pembangunan patok pembatas di areal latihan menembak yang ada di kawasan Urut Sewu, Kebumen terus berkepanjangan. Bukti legalitas yang ada saat ini sudah menyatakan bahwa areal tersebut sah sebagai milik TNI.

“Status tanah di kawasan itu sah kok milik TNI. Kami punya bukti-bukti kuat,” ungkap Kepala Penerangan Korem (Kapenrem) 072/Pamungkas Yogyakarta, Mayor Inf M Munasik, Minggu (12/7).

Munasik menyebutkan bukti sah kawasan itu milik TNI berdasar Surat Dirjen Kekayaan Negara Nomor:S.825 KN/2011 tertanggal 29 April 2011. Surat bernomor registrasi 30,709034 itu disebutkan bahwa tanah tersebut adalah aset TNI AD. Tugas pemilik BMN dalam hal ini TNI AD salah satunya menunjukan letak dan tanda batas serta memasang tanda batas.

“Inilah fakta dan bukti kepemilikan lahan TNI AD di Kebumen. Total tanah negara yang digunakan untuk TNI AD adalah dari pantai sekitar 500 meter sepanjang 23 km yang digunakan untuk daerah latihan TNI AD,” papar Munasik.

Pria asal Tegal itu mengaku pihaknya prihatin dengan kembali menghangatnya polemik antara TNI dengan warga di kawasan Urut Sewu. Terlebih pada pertengahan pekan lalu (8/7) sejumlah petani di kawasan pesisir selatan Urut Sewu Kebumen berdemonstrasi di halaman DPRD setempat. Para petani dan warga yang berasal dari 15 desa di pesisir selatan itu menolak pemagaran tanah yang dilakukan oleh TNI AD.

“Karena dasar dan bukti tertulis itu-lah bahwasanya tidak ada tanah rakyat dalam wilayah latihan TNI AD itu. Namun, kenyataannya rakyat telah menggunakan tanah negara itu untuk menanam tanaman palawija,” tutur perwira menengah dengan satu melati di pundaknya tersebut.

Munasik mengungkapkan, karena punya bukti sah atas kepemilikan tanah, maka TNI AD melaksanakan tugasnya menunjukkan batas-batas lahan yang dipakai untuk latihan dengan melaksanakan pemagaran. Selain itu pemagaran juga memberi rasa aman kepada masyarakat sekitar area latihan, bila ada tanda batas maka masyarakat akan dapat mengetahui dengan mudah bila ada latihan dalam area tersebut.

“Kami cukup memasang tanda di tiap pintu masuk,” imbuh dia.
Lebih lanjut Kapanrem berharap masyarakat dapat memahami posisi TNI, terlebih pihaknya juga tidak mau berselisih dengan masyarakat.

“Kami minta masyarakat jangan memaksakan kehendak dengan cara berdemo, serta jangan mudah terhasut pihak tidak bertanggung jawab yang menginginkan konflik di wilayah Kebumen. Jangan anarkis, lebih baik tempuh jalur hukum,” tandas Munasik.
(Gading Persada/CN41/SMNetwork)

http://berita.suaramerdeka.com/korem-pamungkas-pastikan-lapangan-tembak-di-kebumen-sah-milik-tni/

Jumat, 10 Juli 2015

Pemagaran Tidak Akan Ganggu Aktivitas Petani

KEBUMEN, KOMPAS — Pemagaran lahan Urut Sewu di pesisir selatan Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, dilakukan untuk membatasi areal latihan perang dan uji coba senjata TNI Angkatan Darat dengan tanah milik rakyat. Batas lahan diyakini tidak akan mengganggu aktivitas petani yang menggarap lahan di dalam pagar.

Hal itu disampaikan Komandan Komando Distrik Militer 0709/Kebumen Letnan Kolonel (Inf) Putra Widya Winaya, Kamis (9/7), menyikapi protes petani Urut Sewu terhadap aktivitas pemagaran lahan. "Petani masih bisa beraktivitas. Kami membuatkan pintu supaya mereka tidak perlu memutar," ujarnya.
Sebelumnya, ribuan petani Urut Sewu berunjuk rasa di depan Gedung DPRD Kebumen, Rabu (8/7). Mereka menuntut penghentian pemagaran lahan Urut Sewu oleh TNI AD. Petani mengklaim pemagaran dilakukan di atas tanah mereka. Selain itu, pemagaran juga dilakukan sepihak tanpa persetujuan warga.

Kendati membangun tembok pembatas, Putra menegaskan, tidak akan menghalang-halangi petani yang akan menggarap lahan pertanian di bagian dalam tembok. Selain itu, dengan batas yang jelas, ada prosedur hukum jika ada pelanggaran.

"Misalnya ada prajurit yang menginjak lahan pertanian di luar pagar, itu jelas salah. Pemagaran juga untuk melindungi petani saat ada uji coba senjata," katanya.

TNI AD, kata Putra, tetap berargumen bahwa lahan Urut Sewu yang dipagari tersebut merupakan aset TNI. Hal ini diperkuat bahwa lahan tersebut tercatat sebagai aset TNI di Kementerian Keuangan.

Sengketa tanah antara petani dan TNI AD berlangsung sejak 2009. Kawasan yang disengketakan mencakup lebar 500 meter dari garis pantai sepanjang 22,5 kilometer dari Sungai Luk Ulo hingga Sungai Wawar. Pemagaran kawasan tersebut dilakukan sejak akhir 2014.

Koordinator Urut Sewu Bersatu Widodo Sunu Nugroho mengharapkan, pengelolaan kawasan Urut Sewu menjadi kawasan yang hanya untuk pertanian dan pariwisata rakyat. "Kami memiliki bukti sah atas tanah yang diklaim TNI berupa letter C desa. Kami minta Presiden Joko Widodo turun tangan membela hak petani," katanya.

Sementara itu, Nikodemus, aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Barat, yang dihubungi pada Kamis (9/7) menyatakan, besarnya ekspansi perkebunan sawit menimbulkan sengketa lahan antara perusahaan dan masyarakat yang jumlahnya ratusan konflik. Namun, konflik lahan itu belum ada penyelesaian hingga kini. Catatan Walhi, per tahun ada 88 kasus sengketa lahan antara masyarakat dan perusahaan sawit. (GRE/ESA)

Kamis, 09 Juli 2015

Konflik Lahan Urut Sewu | TNI Pasang Pagar di Lahan yang Diaku Milik Rakyat



KEBUMEN, KOMPAS — Konflik tanah di kawasan Urut Sewu, pesisir selatan Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, terus berlanjut. Ribuan petani, Rabu (8/7), berunjuk rasa di depan Gedung DPRD Kebumen, menolak pemagaran lahan Urut Sewu oleh TNI Angkatan Darat.

Dari hasil audiensi dengan DPRD, mereka sepakat membawa persoalan tersebut ke pemerintah pusat.

Di Palembang, empat anggota tim mediasi konflik lahan yang terdiri dari perwakilan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Wahana Lingkungan Hidup Indonesia mengalami pemukulan saat menengahi konflik lahan antara warga Desa Bumi Mekar dan PT Musi Hutan Persada di Kabupaten Musirawas, Sumatera Selatan. Peristiwa itu terjadi saat tim meminta petugas dari PT Musi Hutan Persada menunda penggusuran kebun karet garapan masyarakat.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Selatan Hadi Jatmiko mengatakan, keempat anggota tim tersebut ditangkap dan ditahan tangannya di punggung serta dipukul, Selasa (7/7). Mereka adalah Hairul Sobri dan M Syarifuddin dari tim basis data pemetaan Walhi serta Daru Adianto dan Yuli Prasetya Nugroho dari tim konflik tenurial dan hutan adat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

"Saat itu mereka tengah mendekati lokasi ekskavator yang tengah meratakan kebun karet untuk meminta agar penggusuran lahan ditunda dan didiskusikan kembali," katanya di Palembang, Sumsel, Rabu.

Dihentikan

Sedikitnya 1.000 petani mendatangi kantor DPRD di kawasan alun-alun Kebumen dengan motor dan truk. Mereka membawa puluhan spanduk bertuliskan pesan protes atas pemagaran lahan Urut Sewu oleh TNI yang sudah dilakukan beberapa bulan terakhir. Petani mengklaim pemagaran dilakukan di atas tanah mereka.

Sengketa tanah antara petani dan TNI AD berlangsung sejak 2009. Kawasan yang disengketakan mencakup tanah selebar 500 meter dari garis pantai sepanjang 22,5 kilometer dari Sungai Luk Ulo hingga Sungai Wawar.
TNI mengklaim kawasan tersebut sebagai wilayah pertahanan dan keamanan sehingga dijadikan areal latihan perang serta uji coba senjata. TNI juga membangun kantor di lokasi itu.

Sementara itu, petani juga mengklaim tanah tersebut dengan bukti letter C dari desa. Mereka menginginkan kawasan tersebut dijadikan areal pertanian dan wisata. Puncak ketegangan antara TNI dan petani terjadi April 2011 saat konflik fisik yang menimbulkan jatuhnya korban luka.

Dalam Rancangan Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kebumen 2011-2031, wilayah Urut Sewu difungsikan bagi kawasan pertahanan dan keamanan dan juga pengembangan agrowisata serta pertanian.

Ketua Forum Paguyuban Petani Kebumen Selatan (FPPKS) Seniman mengatakan, pemagaran wilayah Urut Sewu seluas 1.150 hektar dilakukan tanpa persetujuan warga. Sejak ada pemagaran, petani kesulitan mengerjakan lahan pertaniannya.

Massa petani akhirnya diterima untuk beraudiensi dengan DPRD. Berdasarkan pantauan Kompas, petani kecewa karena DPRD ternyata juga mengundang massa pro pemagaran yang datang dikawal satu regu TNI AD bersenjata laras panjang.

Ketua Komisi A DPRD Kebumen Yudi Tri Hartanto mengatakan, pihaknya hanya bisa memfasilitasi petani untuk bertemu dengan instansi di pemerintah pusat yang bisa menyelesaikan sengketa tersebut.

Koordinator Urut Sewu Bersatu Widodo Sunu Nugroho menuntut proses sertifikasi tanah yang saat ini dilakukan TNI dihentikan.
Komandan Distrik Militer 0709/Kebumen Letnan Kolonel Infanteri Putra Widya Winaya mengatakan, pemagaran tahap kedua akan tetap dilaksanakan sepanjang 8 kilometer di lima desa. Total lahan yang dipagar 23 kilometer.

Menurut Putra, pagar dibuat untuk membatasi lahan untuk latihan dengan tanah milik rakyat. (GRE/IRE)

Tanah Eks Kolonial Bermasalah, Ganjar Sebut Butuh Keputusan Politik

Kamis, 9 Juli 2015 | 11:50 WIB

Kompas.com/Nazar Nurdin | Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo

WONOSOBO, KOMPAS.com - Tanah-tanah eks kolonial di berbagai wilayah Indonesia masih menyisakan masalah. Permasalahan klasik yang muncul umumnya soal status kepemilikan tanah.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo pun mengusulkan agar ada regulasi nasional yang mengatur masalah lahan eks kolonial. Pasalnya di Jawa Tengah, tanah eks kolonial masih bermasalah, salah satunya lahan Urut Sewu di Kabupaten Kebumen.

"Tanah milik eks kolonial itu banyak yang tidak jelas. Itu butuh keputusan politik penting untuk bisa dilakukan sertifikasi," kata Ganjar di depan puluhan anggota TNI Kabupaten Wonosobo, Kamis (9/7/2015).

Mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ini berpendapat, setelah ada keputusan politik soal tanah sengketa, barulah nantinya bisa diputuskan apakah untuk militer, atau untuk rakyat. Keputusan penyerahan tanah melihat kepentingan negara di atasnya.

"Buat militer atau rakyat itu terserah. Nanti dilihat kebutuhan. Kalau ada konflik, mendamaikan itu luar biasa susahnya," tambah Ganjar.

Persoalan aset eks kolonial juga harus diputuskan secara jelas. Jika tanah masih diperoleh diperlukan TNI untuk latihan tembak, maka harus ada lahan pengganti untuk rakyat. Begitu juga dengan tanah yang dibutuhkan rakyat, harus ada lahan pengganti buat TNI.

Masalah lain soal tanah ini adalah diperebutkan banyak orang. Ganjar mengakui jika banyak pihak meminta izin untuk memanfaatkan lahan yang dimaksud. Namun, hal tersebur kadang tidak dikabulkan.

"Permintaan aset kepada saya itu banyak sekali. Di sisi lain, lahan yang ada tidak teridentifikasi. Yang paling banyak minta memang polisi dan TNI," tukasnya.


Penulis: Kontributor Semarang, Nazar Nurdin
Editor : Caroline Damanik


http://regional.kompas.com/read/2015/07/09/11501231/Tanah.Eks.Kolonial.Bermasalah.Ganjar.Sebut.Butuh.Keputusan.Politik

Rabu, 08 Juli 2015

Letkol Putera Widyawinaya Bantah Anggotanya Lakukan Intimidasi pada Peserta Aksi Unjuk Rasa Urut Sewu

SUDARNOAHMAD/ESKPRES

KEBUMEN (kebumenekspres.com)- Komandan Kodim 0709 Kebumen, Letnan Kolonel Infanteri (Letkol Inf) Putra Widyawinaya menepis tudingan sejumlah pihak yang mengatakan anggotanya melakukan intimidasi pada peserta aksi unjuk rasa warga pesisir selatan (urut sewu) Kebumen di gedung DPRD.

Putra Widyawinaya membantah keras anggapan tersebut. Menurutnya, penempatan anggotanya di tengah proses audiensi yang berlangsung di Gedung DPRD  merupakan bentuk pengamanan semata. Bukan untuk menakut-nakuti peserta aksi unjuk rasa atau bentuk intimidasi lainnya. "Jangan salah duga, bukan untuk menakuti-nakuti tapi untuk mengamankan orang-orang ketiga yang mencoba memanfaatkan situasi ini," kata Putra Widyawinaya, kemarin.

Putra Widyawinaya berargumentasi, situasi pada saat itu rawan terjadi benturan menyusul adanya dua belah pihak yang sama-sama melakukan aksi unjuk rasa. Satu pihak yang menolak adanya pemagaran kawasan selatan Kebumen dan di pihak lain, mendukung (pro) terhadap pemagaran di kawasan lapangan tembak TNI AD itu.

"Jadinya sekarang saya berpikir bahwa yang disampaikan masyarakat Urut Sewu, yang katanya menolak ternyata tidak semuanya menolak. Kalau kita lihat itu mungkin masyarakat Urut sewu juga yang pro dengan pemagaran," ujarnya.

Menurut Letkol Putera Widyawinaya, masyarakat yang menolak keberadaan pagar di kawasan urut sewu tidak perlu khawatir. Sebab, pagar tersebut bukan untuk menutup akses warga ke area lapangan tembak. Meski nantinya dibangun pagar, warga beserta petani di sejumlah desa di kawasan urut sewu tetap boleh bercocok tanam.

Mengenai adanya penolakan,  Letkol Putera Widyawinaya mengaku bisa mengerti karena itu merupakan aspirasi warga. pihak TNI tidak melarang masyarakat melakukan aksi menolak aktifitas pemagaran lahan. Selama dilakukan dengan persuasif, tidak anarkis dan sesuai dengan aturan yang ada. "Apabila ada keinginan atau aspirasi dari masyarakat untuk menyampaikan permasalahan yang selama ini mereka anggap bahwa TNI menguasai lahan. Kita persilahkan, yang penting sesuai dengan jalurnya," tegasnya.

Sekitar 2000 warga sejumlah desa dan Kecamatan di kawasan pesisir selatan (urut sewu) mendatangi gedung DPRD Kebumen, Rabu (8/7/2015) lalu. Aksi massa itu untuk menolak pemagaran lahan dan menolak proses sertifikasi hak pakai yang diajukan oleh Pemerintah RI cq Kementerian Pertahanan RI cq TNI-AD atas tanah milik rakyat di pesisir Urutsewu. Massa yang juga petani itu meminta kawasan Urutsewu hanya untuk pertanian  dan pariwisata dan bukan untuk keperluan lain.

Saat itu, ketika proses audiensi berlangsung, pasukan TNI AD lengkap dengan senjata laras panjang dan pentungan disiagakan. Kehadiran anggota TNI itu membuat audiensi berjalan tegang.
(ori/cah)


http://www.kebumenekspres.com/2015/07/letkol-putera-widyawinaya-bantah.html

Duh, Tambak Baru Bermunculan di Kebumen

Tomi Sujatmiko | Rabu, 8 Juli 2015 | 20:20 WIB

Pembuatan tambak baru di Kebumen (Dasih) 

KEBUMEN (KRjogja.com) - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kebumen sejak Mei 2015 lalu telah melarang pembuatan tambak baru di kawasan pesisir Kebumen, namun hingga Juli 2015 di kawasan itu masih bermunculan tambak-tambak baru. Diantaranya, Desa Tanggulangin Kecamatan Klirongdan Tegalretno Kecamatan Petanahan.

"Pembuatan tambak baru ini kami mulai sejak akhir Juni 2015 lalu dan mungkin setelah Idul Fitri akan segera kami operasikan," ujar Nasrudin, warga Desa Tanggulangin, saat bersama beberapa rekannya tengah menyelesaikan pembuatan tambak baru di tepi muara Sungai Luk Ulo Desa Tanggulangin, Rabu (08/07/2015).

Diungkapkan oleh Nasrudin yang berprofesi sebagai nelayan, sebagian dari belasan calon tambak tambak baru di tepi muara Sungai Luk Ulo atau berdekatan dengan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Tanggulangin tersebut, dimiliki olehkelompok nelayan Tanggulangin dan sebagian lagi dimiliki warga luar Kebumen seperti dari Indramayu, Sidoarjo dan lainnya.

"Beberapa nelayan Tanggulangin ada yang sudah punya tambak dan ternyata prospeknya bagus, hanya dalam dua kali panen bisa kembali modal. Karena itu, kami bersemangat untuk menyelesaikan tambak ini," jelas Nasrudin.

Informasi tentang pelarangan pembuatan tambak baru oleh Pemkab Kebumen menurut Aminudin, rekan Nasrudin, sudah diketahui oleh para pemilik tambak baru di Tanggulangin. (Dwi) 


http://krjogja.com/read/266884/duh-tambak-baru-bermunculan-di-kebumen.kr

Dewan Tolak Bentuk Pansus Soal Konflik Urut Sewu

Pemagaran Jalan Terus

SUDARNO AHMAD/EKSPRES

KEBUMEN (kebumenekspres.com)- Komisi A DPRD Kebumen menolak pembentukan panitia khusus untuk menyelesaikan persoalan dan konflik di urut sewu. Sebab, menurut para wakil rakyat itu, konflik urut sewu terkait dengan kebijakan dari pemerintah pusat.

Massa petani urut sewu bersama sejumlah elemen masyarakat mendatangi kantor DPRD Kebumen, Rabu (8/7/2015). Mereka meminta  pemagaran lahan pesisir oleh TNI AD dihentikan dan DPRD serta Pemkab Kebumen membentuk kebijakan khusus untuk menyelesaikan persoalan tersebut.

Setelah sempat tertahan di pintu gerbang kantor DPRD, sebanyak 20 perwakilan massa diterima oleh pimpinan DPRD dan Komisi A di ruang rapat pimpinan. Sejumlah pimpinan yang terlihat Miftahul Ulum dan Bagus Setiyawan. Sedangkan dari Komisi A, terlihat Ketuanya Yudi Tri Hartanto, Dian Lestari Subekti Pertiwi, Suhartono, dan Nurhidayati.

Sayangnya, saat audiensi berlangsung sangat tegang. Hal ini terjadi karena proses audiensi dijaga ketat oleh puluhan anggota TNI AD yang dilengkapi dengan rompi anti peluru lengkap dengan senjata laras panjang dan pentungan. Puluhan anggota TNI AD yang dipimpin langsung oleh Komandan Kodim 0709 Kebumen Letkol Inf Putra Widyawinaya tersebut bersiaga di luar ruang audiensi hingga selesai.

Dalam audiensi  tersebut, ternyata selain perwakilan pengunjuk rasa ternyata juga ada perwakilan dari massa yang mengaku pro pemagaran dan unsur TNI. Koordinator Urutsewu Bersatu (USB), Widodo Sunu Nugroho, sempat terkejut dengan adanya pihak lain yang ikut dalam audiensi dengan anggota DPRD Kebumen. "Kami kaget, kok ada dua kelompok. Padahal, kami yang ajukan audiensi, kenapa ada kelompok lain," kata Sunu.

Sunu lantas meminta agar DPRD melakukan upaya khusus untuk menyelesaikan persoalan di Urutsewu dengan membentuk panitia khusus. "Karena selama ini kami rasakan peran pemerintah hilang. Karena itu kami minta difasilitasi dengan pusat," ujarnya.

Dalam pemaparannya Sunu mengemukakan perlu adanya penyikapan jangka pendek. "Karena itu kami minta hentikan pemagaran. Karena rawan terhadap gesekan. Jangan sampai ada konflik horisontal," ucapnya.

Menanggapi permintaan tersebut, Ketua Komisi A DPRD Kebumen, Yudi Tri Hartanto mengemukakan pihaknya tak berhak membuat pansus, karena itu ranah nasional. Menurut Yudi permasalahan ini berulang kali dibahas. Penyikapannya, harus diletakan pada NKRI. "Domain ini ada di pemerintah pusat. Komisi A, siap memfasilitasi untuk konsultasi dengan pemerintah pusat dan Badan Pertahanan Nasional," ujarnya.

DPRD Kebumen berjanji akan memfasilitasi peserta aksi  untuk melakukan konsultasi dengan pemerintah pusat dan BPN untuk kejelasan status tanah yang menjadi konflik antara warga Urut Sewu dengan TNI AD.

Terpisah, Kepala Dinas Penelitian dan Pengembangan (Dislitbang) TNI AD Setrojenar, Mayor Inf Kusmayadi menegaskan, program pemagaran lahan di Urut Sewu akan tetap diteruskan, apa pun kondisinya. Ia menegaskan, aksi warga tak mempengaruhi pembangunan pagar TNI AD.

Menurutnya, pagar yang dibangun mengitari area kawasan tembak TNI AD merupakan program nasional dan dari pemerintah pusat sehingga tak bisa dihentikan di tengah jalan. Tujuan pemagaran adalah mengamankan aset negara dan menjaga perbatasan. Selain itu, kawasan tersebut selama ini memang digunakan untuk latihan TNI. Kusmayadi menambahkan, sejumlah desa lain yang termasuk area pembangunan pagar juga tidak mempermasalahkan. Adanya pagar tidak mengganggu aktivitas warga bercocok tanam dan mengolah lahan
. (ori)

http://www.kebumenekspres.com/2015/07/dewan-tolak-bentuk-pansus-soal-konflik.html 

Sejumlah Petani Urut Sewu Demo Tolak Pemagaran

8 Juli 2015 19:24 WIB Category: Suara Kedu
 
AKSI DEMONSTRASI: Ribuan petani pesisir selatan Urut Sewu Kebumen saat menggelar demonstrasi menolak pemagaran tanah oleh TNI AD di halaman Gedung DPRD Kebumen, Rabu(8/7).(suaramerdeka.com/ Supriyanto)

KEBUMEN, suaramerdeka.com – Sejumlah petani di kawasan pesisir selatan Urut Sewu Kebumen menggelar demonstrasi di halaman DPRD Kebumen, Rabu (8/7). Agenda aksi unjuk rasa warga yang berasal dari 15 desa di pesisir selatan itu untuk menolak pemagaran tanah yang dilakukan oleh TNI AD.

Dalam aksi yang diklaim diikuti oleh 3.000 peserta itu, warga menuntut pemerintah pusat, Pemkab Kebumen, menghentikan kegiatan pemagaran dan membongkar pagar yang telah terbangun di pesisir Urut Sewu. Peserta aksi juga menuntut untuk dihentikannya proses sertifikasi hak pakai yang diajukan oleh pemerintah RI melalui Kementerian Pertahanan, melalui TNI AD atas tanah milik rakyat di pesisir Urut Sewu. “Kami juga mendesak pengelolaan kawasan Urut Sewu menjadi kawasan yang hanya untuk pertanian dan pariwisata rakyat,” ujar Koordinator Urut Sewu Bersatu (USB) Widodo Sunu Nugroho dalam pernyataaan sikapnya.

Peserta aksi menuntut dijalankannya Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kebumen yang menitikberatkan pembangunan berbasis agribisnis secara efektif dan melindungi kawasan pertanian di Urut Sewu agar tidak beralih fungsi untuk peruntukan yang lain. Selain itu, mengusut secara tuntas tragedi 16 April 2011 yang mengakibatkan tujuh orang tertembak peluru karet, 13 orang terluka dan 12 sepeda motor rusak.
(Supriyanto/ CN40/ SM Network)

http://berita.suaramerdeka.com/sejumlah-petani-urut-sewu-demo-tolak-pemagaran/

Kenakan Janur Kuning, Ribuan Petani Datangi Kantor DPRD Kebumen

SUDARNOAHMAD/EKSPRES

KEBUMEN (kebumenekspres.com)-

Sekitar 2000 warga sejumlah desa dan kecamatan di kawasan pesisir selatan Kebumen (urut sewu), berbondong-bondong mendatangi kantor DPRD setempat, Rabu (8/7/2015). Aksi unjuk rasa kali ini mereka menyatakan penolakan pemagaran lahan pesisir oleh TNI AD.

Serta menolak proses sertifikasi hak pakai yang diajukan oleh Pemerintah RI cq Kementerian Pertahanan RI cq TNI-AD atas tanah milik rakyat di pesisir Urutsewu. Massa yang juga petani itu meminta kawasan Urutsewu hanya untuk pertanian  dan pariwisata dan bukan untuk keperluan lain.

Massa datang dengan puluhan truk dan sepeda motor sekitar pukul 11.00 WIB sembari membawa sejumlah spanduk bermuatan protes atas pemagaran lahan pesisir. Baik spanduk, poster bahkan orang-orangan sawah. Diantaranya bertuliskan, "Lemahku Ora Ulih Dipager...Titik...", "Tolak!!! Pemagaran Oleh TNI di Tanah Kami", "Stop Pemagaran TNI", "DPRD Kebumen Aja Turu Bae". Selain itu "Tolak Sertifikasi oleh TNI di Tanah Kami".


Untuk menyatakan penolakan,  seluruh peserta aksi mengenakan kalung yang terbuat janur garing (daun kelapa yang sudah mengering) serta terdapat kode nomor pada kalung, menggelar  aksi teatrikal. Massa yang terdiri dari Urut Sewu Bersatu (USB) dan Forum Paguyuban Petani Kebumen Selatan (FPPKS) itu juga menampilkan kesenian Barongan dan membawa keranda putih sebagai simbol keprihatinan atas diamnya Pemkab Kebumen menyikapi konflik yang telah berlangsung sejak 2009 itu.

"Kami minta segera hentikan pemagaran. Dan membongkar pagar yang telah terbangun karena dibangun di atas tanah milik masyarakat," ujar koorinator aksi petani, Widodo Sunu Nugoroho.

Widodo yang juga Ketua Urut Sewu Bersatu (USB) itu meminta agar DPRD melakukan upaya khusus untuk menyelesaikan persoalan di Urutsewu dengan membentuk panitia khusus. "Karena selama ini kami rasakan peran pemerintah hilang. Karena itu kami minta difasilitasi dengan pusat," ujarnya.

Penjagaan ketat dilakukan ratusan anggota Polres Kebumen dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Mereka berjaga di depan gerbang kantor DPRD yang ditutup rapat. Di luar pagar, massa berorasi menolak alih lahan pertanian dan pariwisata di Urut Sewu untuk pertahanan. Massa juga menyampaikan beberapa tuntutan kepada Pemkab Kebumen dan DPRD Kebumen.

Kawasan yang disengketakan mencakup tanah selebar 500 meter dari garis pantai sepanjang 22,5 kilometer mulai dari Sungai Lukulo hingga Sungai Wawar.

TNI mengklaim kawasan tersebut sebagai wilayah pertahanan dan keamanan sehingga dijadikan area latihan perang dan uji coba senjata. TNI juga membangun kantor Dinas Penelitian dan Pengembangan (Dislitbang) TNI AD di Desa Setrojenar, Kecamatan Buluspesantren.

Petani menginginkan kawasan tersebut dijadikan area pertanian dan wisata. Bahkan, sebagian mengklaim memiliki bukti kepemilikan letter C. Namun, sesuai rencana tata ruang wilayah Kebumen, wilayah Urut Sewu seluas 1.112 hektar tersebut diperuntukkan bagi kawasan pertahanan dan keamanan sekaligus pengembangan pertanian dan wisata. Meski demikian, penolakan atas pemagaran lahan pesisir dengan tembok yang di dalamnya juga terdapat kebun-kebun petani terus disuarakan warga 15 desa di Kecamatan Mirit, Buluspesantren, dan Ambal. (ori/cah)

http://www.kebumenekspres.com/2015/07/kenakan-janur-kuning-ribuan-petani.html

Meski didemo warga, Dandim Kebumen tetap pagari Urutsewu

Reporter : Chandra Iswinarno | Rabu, 8 Juli 2015 17:01

Warga Urutsewu datangi DPRD Kebumen. ©2015 merdeka.com/chandra iswinarno

Merdeka.com - Komandan Distrik Militer 0709 Kebumen Letkol Inf Putra Widya Winaya memastikan pemagaran di Urutsewu akan tetap dilanjutkan. Pernyataan tersebut diungkapkan saat ditemui di gedung DPRD Kebumen, Rabu (8/7).

"Untuk tahun ini tetap akan dilaksanakan (pembangunan pagar) tahun ini pembangunan tahap dua akan dilaksanakan sepanjang delapan kilometer yang berada di lima desa. Sedangkan pemagaran tahap pertama, sudah selesai pembangunannya di enam desa dengan panjang yang sama delapan kilometer," tuturnya.

Ia mengemukakan lahan di wilayah Urutsewu sepanjang 23 kilometer dengan lebar 500 meter yang membentang di 15 desa di tiga kecamatan adalah milik TNI AD. "Sesuai surat dari Kemenkeu tahun 2011, itu adalah aset TNI-AD bisa dicek di BPN. Dan sertifikasi yang dilaksanakan dilakukan bertahap untuk tempat tertentu," jelasnya.

Ia menjelaskan, pemagaran tersebut dilaksanakan hanya untuk membatasi daerah latihan TNI dengan tanah milik rakyat. "Dengan adanya batas yang jelas, prosedur hukum juga jelas. Seandainya ada tanah milik petani yang diinjak TNI saat latihan, kita ganti rugi," ucapnya.

Selain itu, dia mengatakan pemagaran dilaksanakan sebagai faktor keamanan masyarakat. "Sehingga TNI bisa tenang melaksanakan latihan. Selama ini kami mengimbau, tetapi mereka (warga) tetap saja diam-diam masuk. Kami tak mau mencelakai masyarakat, " ucapnya.

Dari penjelasan koordinator Urutsewu Bersatu (USB) Widodo Sunu Nugroho, konflik tanah di Urutsewu ini bermula pada tahun 1982 saat TNI AD masuk ke wilayah Urutsewu, tepatnya di Desa Setrojenar Kecamatan Buluspesantren.

"Pihak TNI AD membeli lahan bengkok dan tanah rakyat seluas 20 ribu meter persegi. Kemudian tanah tersebut dijadikan untuk mendirikan mess Dislitbang TNI AD," ujarnya.

Kemudian dalam rangka latihan militer dan uji coba senjata berat, kata Sunu, TNI AD menggunakan tanah warga dan tanah desa atas seizin pemerintah desa dan masyarakat.

"Istilahnya pinjam tempat ketika latihan. Tetapi, meski secara hukum TNI AD hanya memiliki lahan 20 ribu meter persegi, dalam perkembangannya mereka mengklaim lahan tempat latihan militer dan uji coba senjata berat selebar 500 meter sepanjang 22,5 kilometer yang melintasi 15 desa dan 3 kecamatan di Kebumen," katanya.

Menurut Sunu, pemagaran yang dilakukan pada saat ini di lahan tersebut adalah usaha untuk memperkuat klaim lahan di wilayah Urutsewu. "TNI AD mengajukan hak pakai atas tanah milik masyarakat dan melakukan pemagaran yang mengakibatkan hilangnya hak atas tanah dan luasan lahan untuk produksi pangan," jelasnya.

 
http://www.merdeka.com/peristiwa/meski-didemo-warga-dandim-kebumen-tetap-pagari-urutsewu.html

Demo warga tolak pemagaran Urutsewu disusupi TNI

Reporter : Chandra Iswinarno | Rabu, 8 Juli 2015 16:11

Warga Urutsewu datangi DPRD Kebumen. ©2015 merdeka.com/chandra iswinarno


Merdeka.com - Perwakilan peserta aksi yang melakukan unjuk rasa penolakan pembangunan pagar oleh TNI di wilayah Urutsewu Kebumen Jawa Tengah ditemui anggota DPRD Kebumen. Dalam pertemuan tersebut, selain perwakilan pengunjuk rasa juga ada perwakilan dari pro pemagaran dan unsur TNI.

Koordinator Urutsewu Bersatu (USB), Widodo Sunu Nugroho sempat terkejut dengan adanya pihak lain yang ikut dalam audiensi dengan anggota DPRD Kebumen.

"Kok, ada dua kelompok. Padahal, kami yang ajukan audiensi, kenapa ada kelompok lain," katanya saat berada di ruang rapat DPRD Kebumen, Rabu (8/7).

Dalam kesempatan tersebut, Sunu meminta agar proses pemagaran dihentikan, karena dibangun di atas tanah rakyat. "Kami minta segera hentikan pemagaran. Dan membongkar pagar yang telah terbangun karena dibangun di atas tanah milik masyarakat," tuturnya.

Dia juga meminta agar DPRD melakukan upaya khusus untuk menyelesaikan persoalan di Urutsewu dengan membentuk panitia khusus. "Karena selama ini kami rasakan peran pemerintah hilang. Karena itu kami minta difasilitasi dengan pusat," ujarnya.

Dalam pemaparannya Sunu mengemukakan perlu adanya penyikapan jangka pendek. "Karena itu kami minta hentikan pemagaran. Karena rawan terhadap gesekan. Jangan sampai ada konflik horisontal," ucapnya.

Tak hanya itu, ia juga meminta agar pemerintah Kebumen melaksanakan RPJP pembangunan agribisnis. "Kami minta Pemkab Kebumen laksanakan RPJP pembangunan agribisnis. Juga melindungi lahan urut serwu dan alih fungsi. Kami konsisten Urutsewu untuk pertanian dan pariwisata,"
tegasnya.

Menanggapi permintaan tersebut, Ketua Komisi A DPRD Kebumen, Yudi Tri Hartanto mengemukakan pihaknya tak berhak membuat pansus. "Kami tidak berhak membuat pansus. Ini ranahnya nasional," tuturnya.

Ia mengemukakan permasalahan ini berulang kali dibahas. Penyikapannya, lanjut Yudi, harus diletakan pada NKRI. "Domain ini ada di pemerintah pusat. Komisi A, siap memfasilitasi untuk konsultasi dengan pemerintah pusat dan Badan Pertahanan Nasional," ujarnya.

Sementara itu, Kepala dinas penelitian dan pengembangan TNI AD Setrojenar, Mayor Kusmayadi mengemukakan, sebelum pemagaran sudah ada sosialisasi dari pihaknya. " Dan Itu bukan tanah rakyat tapi tanah negara," ujarnya.

Ia mempersilakan kepada pihak yang bersebrangan dengan pemagaran untuk mengajukan lewat jalur hukum. "Silakan lewat jalur hukum. Karena audiensi selama ini tidak ada titik temu. Sejak 2008 sudah kayak begini," tuturnya.

Akhirnya, dalam pertemuan tersebut disepakati peserta aksi dari Forum Gerakan Urutsewu Bersatu (USB) dan Forum Paguyuban Petani Kebumen Selatan (FPPKS) akan difasilitasi untuk melakukan konsultasi dengan pemerintah pusat dan BPN untuk kejelasan status tanah yang menjadi konflik antara warga Urutsewu dengan TNI AD
[hhw]

http://www.merdeka.com/peristiwa/demo-warga-tolak-pemagaran-urutsewu-disusupi-tni.html

Hari ini, Ribuan Warga Urut Sewu Datangi DPRD

Demo warga urut sewu, beberapa waktu lalu/dokekspres KEBUMEN  

(kebumenekspres.com)-Warga sejumlah desa di kawasan pesisir selatan (urut sewu) Kebumen, berencana mendatangi Gedung DPRD hari ini, Rabu (8/7/2015). Aksi  untuk kesekian kalinya itu mereka lakukan, berkait penolakan pemagaran dan sertifikasi lahan di kawasan tersebut oleh TNI AD.

Koordinator aksi, Widodo Sunu Nugroho mengatakan, aksi tersebut melibatkan  2000 massa dari 15 desa yang tergabung dalam Urut Sewu Bersatu (USB) dan Forum Paguyuban Petani Kebumen Selatan (FPPKS).

Dijelaskannya, adanya aksi yang akan dilakukan tersebut merupakan bentuk penolakan warga terhadap pemagaran dan sertifikasi tanah pesisir selatan oleh pihak TNI.

Penolakan itu, bahkan sudah disampaikan kepada Presiden RI Joko Widodo pada September lalu. Menurut warga, lahan yang saat ini tengah dilakukan pemagaran oleh TNI AD merupakan tanah milik warga. Mereka bahkan sudah mengantongi sertifikat sebagai bukti kepemilikan. "Seperti yang pada sudah kita lakukan sejak lama, bahwa sampai kapanpun kita akan tetap melakukan penolakan," tegas Widodo Sunu.

Terpisah, Kepala Perwakilan Dislitbang TNI AD Mayor Inf Kusmayadi mengaku menghormati aksi dari warga yang mengatasnamakan Urut Sewu Bersatu (USB) dan Forum Paguyuban Petani Kebumen Selatan (FPPKS) di Gedung DPRD Kabupaten Kebumen tersebut.

Menurutnya, itu merupakan bentuk penyampaian pendapat dan sah-sah saja sepanjang sesuai aturan dan koridor hukum yang berlaku.  "Silahkan menyampaikan aspirasi itu sesuai jalur yang ada," kata Mayor Kusmayadi yang ditemui KE.com, Selasa (7/7/2015) di ruang kerjanya.

Namun demikian, Kusmayadi kembali menegaskan, pemagaran di wilayah pesisir selatan  merupakan program dari pemerintah pusat yang dialokasikan kepada TNI AD. Tujuannya, untuk menertibkan aset-aset TNI, diantaranya untuk memperjelas batas lapangan tembak di Urut Sewu.

Disampaikan pula, program pemagaran itu tetap akan dilaksanakan sampai tahap ketiga sepanjang 22,5 kilometer. Saat ini, kata Mayor Kusmayadi,sudah memasuki tahap kedua sepanjang 8 kilometer yakni Desa Ayamputih Kecamatan Buluspesantren, Desa Entak, dan Desa Petangkuran Kecamatan Ambal, serta Desa Lembupurwo dan Desa Wiromartan Kecamatan Mirit.

Adapun tahap pertama yang juga sepanjang delapan kilometer, telah dilaksanakan pemagaran di Desa Kenoyojayan, Desa Ambalresmi, Desa Kaibon dan Desa Sumberjati Kecamatan Ambal, serta Desa Mirit Petikusan, Desa Tlogodepok, dan Desa Tlogopragoto Kecamatan Mirit. Dari wilayah yang sudah dilaksanakan pemagaran tersebut, jelas Mayor Kusmayadi, tidak ada yang mengganggu aktivitas warga. Kegiatan di wilayah setempat pun berjalan seperti biasanya dan berlangsung kondusif. Bahkan warga dan TNI  saling membantu satu sama lain.

"Selama pelaksanaan pemagaran, TNI pun mengakomodasi permintaan warga agar pemagaran tersebut diberi akses jalan menuju areal pertanian," imbuh Mayor Kusmayadi.

(mam)


http://www.kebumenekspres.com/2015/07/hari-ini-ribuan-warga-urut-sewu-datangi.html

Tolak Pemagaran Lahan oleh TNI, Petani Unjuk Rasa ke DPRD Kebumen

Massa petani berarak menuju kawasan DPRD di sekitar Alun-alun Kebumen dengan sepeda motor dan truk. Mereka membawa sejumlah spanduk bermuatan protes atas pemagaran lahan pesisir.

Beberapa spanduk bertuliskan "Stop Pemagaran TNI", "DPRD Kebumen Aja Turu Bae", dan "Tolak Sertifikasi oleh TNI di Tanah Kami". Mereka juga membawa keranda putih sebagai simbol keprihatinan atas diamnya Pemerintah Kabupaten Kebumen menyikapi konflik tanah berkepanjangan ini.
Penjagaan ketat dilakukan ratusan polisi dan personel satuan polisi pamong Praja. Polisi berjaga di depan gerbang kantor DPRD yang ditutup rapat.
Sengketa tanah antara petani dan TNI AD telah berlangsung sejak 2009. Kawasan yang disengketakan mencakup tanah selebar 500 meter dari garis pantai sepanjang 22,5 kilometer mulai dari Sungai Luk Ulo hingga Sungai Wawar.

TNI mengklaim kawasan tersebut sebagai wilayah pertahanan dan keamanan sehingga dijadikan area latihan perang dan uji coba senjata. TNI juga membangun kantor Dinas Penelitian dan Pengembangan (Dislitbang) TNI AD di Desa Setrojenar, Kecamatan Mirit.

Koordinator Urut Sewu Bersatu Widodo Sunu Nugroho mengatakan, petani menginginkan kawasan tersebut dijadikan area pertanian dan wisata. Bahkan, sebagian mengklaim memiliki bukti kepemilikan letter C.
Penolakan pemagaran

Sesuai rencana tata ruang wilayah Kebumen, wilayah Urut Sewu seluas 1.112 hektar tersebut diperuntukkan bagi kawasan pertahanan dan keamanan sekaligus pengembangan pertanian dan wisata.
Meski demikian, penolakan atas pemagaran lahan pesisir dengan tembok yang di dalamnya juga terdapat kebun-kebun petani terus disuarakan warga 15 desa di Kecamatan Mirit, Buluspesantren, dan Ambal.
Menjelang pukul 12.00, perwakilan petani diterima untuk beraudiensi dengan DPRD.

Secara terpisah, Komandan Dislitbang TNI AD Mayor (Inf) Kusmayadi mengatakan, apa pun kondisinya, program pemagaran akan tetap diteruskan.
Ia menegaskan, aksi warga itu tak memengaruhi pembangunan pagar TNI AD. Menurut dia, pagar berduri yang dibangun mengitari area kawasan tembak TNI AD merupakan program nasional dan dari pemerintah pusat sehingga tak bisa dihentikan di tengah jalan.

Tujuan pemagaran adalah mengamankan aset negara dan menjaga perbatasan. Selain itu, kawasan tersebut selama ini memang digunakan untuk latihan TNI. Kusmayadi menambahkan, sejumlah desa lain yang termasuk area pembangunan pagar juga tidak mempermasalahkan. Adanya pagar tidak mengganggu aktivitas warga bercocok tanam dan mengolah lahan.

Tolak pemagaran, ribuan warga Urutsewu geruduk kantor DPRD Kebumen

Reporter : Chandra Iswinarno | Rabu, 8 Juli 2015 12:09

Warga Urutsewu datangi DPRD Kebumen. ©2015 merdeka.com/chandra iswinarno

Merdeka.com - Ribuan warga dari kawasan Urutsewu Kebumen Jawa Tengah menggeruduk gedung DPRD Kebumen, Rabu (8/7). Mereka datang dengan menggunakan motor, mobil bak terbuka dan truk.

Peserta aksi ini berangkat beriringan dari Desa Wiromartan Kebumen menyusuri jalan Daendels dan bergerak ke arah utara menuju gedung DPRD Kebumen. Dalam aksinya, mereka menggelar mimbar bebas dan aksi teatrikal di depan gerbang DPRD.

Selain itu, para peserta aksi membawa spanduk bertuliskan 'Tolak pemagaran oleh TNI', 'Lemahku Ora Ulih Dipager...Titik !!!', 'DPRD Jangan Takut membela warga'.

Dalam orasinya, Koordinator Forum Paguyuban Petani Kebumen Selatan (FPPKS) Seniman mengemukakan penolakannya terhadap pemagaran yang dilakukan TNI secara sepihak di wilayah Urutsewu.

"Perampasan tanah, pagar makan tanah, penganiayaan terhadap petani, perusakan pertanian tidak boleh terulang lagi, pemerintah harus menghentikannya," katanya di hadapan massa aksi.

Dia menegaskan masyarakat Urutsewu tidak akan lelah bertekad memperjuangkan hak rakyat berdasarkan konstitusi yang ada. "Tanah Urutsewu milik rakyat, hentikan pemagaran tanah," tegasnya.

Dalam aksi ini, warga yang tergabung dalam FPPKS dan Forum Gerakan Rakyat Urutsewu Bersatu (USB) menyatakan sikap:

1. Menghentikan pemagaran dan membongkar pagar yang telah terbangun di pesisir Urutsewu,

2. Menghentikan/membatalkan/menolak proses sertifikasi hak pakai yang diajukan pemerintah RI cq. Kementerian Pertahanan RI cq. TNI AD atas tanah milik rakyat di pesisir Urutsewu,

3. Menjalankan RPJP Kabupaten Kebumen yang menitikberatkan pembangunan berbasis agribisnis secara efektif dan melindungi kawasan pertanian di Urutsewu agar tidak beralih fungsi untuk peruntukan yang lain,

4. Mewujudkan pengelolaan kawasan Urutsewu hanya untuk pertanian dan pariwisata rakyat,

5. Mengusut secara tuntas tragedi berdarah 16 April 2011 yang berupa penembakan dan penyiksaan masyarakat yang terjadi di Desa Setrojenar Kecamatan Buluspesantren yang mengakibatkan 7 orang tertembak, 13 orang luka-luka dan perusakan 12 sepeda motor,

6. Secepatnya melakukan upaya-upaya khusus untuk penyelesaian konflik Urutsewu.
[hhw]

http://www.merdeka.com/peristiwa/tolak-pemagaran-ribuan-warga-urutsewu-geruduk-kantor-dprd-kebumen.html