This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Jumat, 19 Februari 2016

[Sumedang, 6 November 1908]

Oleh: AlFajri 


HARI itu.. tepat 11 Desember 1906, Bupati Sumedang, Pangeran Aria Suriaatmaja kedatangan tiga orang tamu. Ketiganya merupakan tawanan titipan pemerintah Hindia Belanda. Seorang perempuan tua renta, rabun serta menderita encok, seorang lagi lelaki tegap berumur kurang lebih 50 tahun dan remaja tanggung berusia 15 tahun. Walau tampak lelah mereka bertiga tampak tabah. Pakaian lusuh yang dikenakan perempuan itu merupakan satu-satunya pakaian yang ia punya selain sebuah tasbih dan sebuah periuk nasi dari tanah liat.

Belakangan karena melihat perempuan tua itu sangat taat beragama, Pangeran Aria tidak menempatkannya di penjara, melainkan memilih tempat disalah satu rumah tokoh agama setempat. Kepada Pangeran Suriaatmaja, Belanda tak mengungkap siapa perempuan tua renta penderita encok itu. Bahkan sampai kematiannya, 6 November 1908 masyarakat Sumedang tak pernah tahu siapa sebenarnya perempuan itu.

Perjalanan sangat panjang telah ditempuh perempuan itu sebelum akhirnya beristirahat dengan damai dan dimakamkan di Gunung Puyuh tak jauh dari pusat kota Sumedang. Yang mereka tahu, karena kesehatan yang sangat buruk, perempuan tua itu nyaris tak pernah keluar rumah. Kegiatannyapun terbatas hanya berdzikir atau mengajar mengaji ibu-ibu dan anak-anak setempat yang datang berkunjung. Sesekali mereka membawakan pakaian atau sekadar makanan pada perempuan tua yang santun itu, yang belakangan karena pengetahuan ilmu-ilmu agamanya disebut dengan Ibu Perbu.

Waktu itu tak ada yang menyangka bila perempuan yang mereka panggil Ibu Perbu itu adalah "The Queen of Aceh Battle" dari Perang Aceh (1873-1904) bernama Tjoet Nyak Dhien. Singa betina dengan rencong ditangan yang terjun langsung ke medan perang. Pahlawan sejati tanpa kompromi yg tidak bisa menerima daerahnya dijajah.

Hari-hari terakhir Tjoet Nyak Dhien memang dihiasi oleh kesenyapan dan sepi. Jauh dari tanah kelahiran dan orang-orang yang dicintai. Gadis kecil cantik dan cerdas dipanggil Cut Nyak dilahirkan dari keluarga bangsawan yang taat di Lampadang tahun 1848. Ayahnya adalah Uleebalang bernama Teuku Nanta Setia, keturunan perantau Minang pendatang dari Sumatera Barat ke Aceh sekitar abad 18 ketika kesultanan Aceh diperintah oleh Sultan Jamalul Badrul Munir.

Tumbuh dalam lingkungan yang memegang tradisi beragama yang ketat membuat gadis kecil Cut Nyak Dhien menjadi gadis yang cerdas. Di usianya yang ke 12 dia kemudian dinikahkan orangtuanya dengan Teuku Ibrahim Lamnga yang merupakan anak dari Uleebalang Lamnga XIII.

Suasana perang yang meggelayuti atmosfir Aceh pecah ketika tanggal 1 April 1873 F.N. Nieuwenhuyzen memaklumatkan perang terhadap kesultanan Aceh. Sejak saat itu gelombang demi gelombang penyerbuan Belanda ke Aceh selalu berhasil dipukul kembali oleh laskar Aceh, dan Tjoet Nyak tentu ada disana. Diantara tebasan rencong, pekik perang wanita perkasa itu dan dentuman meriam, dia juga yang berteriak membakar semangat rakyat Aceh ketika Masjid Raya jatuh dan dibakar tentara Belanda...

“..Rakyatku, sekalian mukmin orang-orang Aceh ! Lihatlah !! Saksikan dengan matamu Masjid kita dibakar !! Tempat Ibadah kita dibinasakan !! Mereka menentang Allah !! Camkanlah itu! Jangan pernah lupakan dan jangan pernah memaafkan para kaphe (kafir) Belanda !!". Perlawanan Aceh tidak hanya dalam kata-kata (Szekely Lulofs, 1951:59).

Perang Aceh adalah cerita keberanian, pengorbanan dan kecintaan terhadap tanah lahir. Begitu juga Tjoet Nyak Dhien. Bersama ayah dan suaminya, setiap hari.. setiap waktu dihabiskan untuk berperang dan berperang melawan kaphe-kaphe Belanda. Tetapi perang juga lah yang mengambil satu-persatu orang yang dicintainya, ayahnya lalu suaminya menyusul gugur dalam pertempuran di Glee Tarom 29 Juni 1870.

Dua tahun kemudian, Tjoet Nyak Dhien menerima pinangan Teuku Umar dengan pertimbangan strategi perang. Belakangan Teuku Umar juga gugur dalam serbuan mendadak yang dilakukan Belanda di Meulaboh, 11 Februari 1899.

Tetapi bagi Tjoet Nyak, perang melawan Belanda bukan hanya milik Teuku Umar, atau Teungku Ibrahim Lamnga suaminya, bukan juga monopoli Teuku Nanta Setia ayahnya, atau para lelaki Aceh. Perang Aceh adalah milik semesta rakyat.. Setidaknya itulah yang ditunjukan Tjoet Nyak, dia tetap mengorganisir serangan-serangan terhadap Belanda.

Bertahun-tahun kemudian, segala energi dan pemikiran putri bangsawan itu hanya dicurahkan kepada perang mengusir penjajah.. Berpindah dari satu tempat persembunyian ke persembunyian yang lain, dari hutan yang satu ke hutan yang lain, kurang makan dan kurangnya perawatan membuat kondisi kesehatannya merosot. Kondisi pasukanpun tak jauh berbeda.

Pasukan itu bertambah lemah hingga ketika pada 16 November 1905 Kaphe Belanda menyerbu ke tempat persembunyiannya.. Tjoet Nyak Dhien dan pasukan kecilnya kalah telak. Dengan usia yang telah menua, rabun dan sakit-sakitan, Tjoet Nyak memang tak bisa berbuat banyak. Rencong pun nyaris tak berguna untuk membela diri. Ya, Tjoet Nyak tertangkap dan dibawa ke Koetaradja (Banda Aceh) dan dibuang ke Sumedang, Jawa Barat.

Perjuangan Tjoet Nyak Dhien menimbulkan rasa takjub para pakar sejarah asing hingga banyak buku yang melukiskan kehebatan pejuang wanita ini. Zentgraaff mengatakan, para wanita lah yang merupakan de leidster van het verzet (pemimpin perlawanan) terhadap Belanda dalam perang besar itu.
Aceh mengenal Grandes Dames (wanita-wanita besar) yang memegang peranan penting dalam berbagai sektor, Jauh sebelum dunia barat berbicara tentang persamaan hak yang bernama emansipasi perempuan.

Tjoet Nyak, "The Queen of Aceh Battle", wanita perkasa, pahlawan yang sebenarnya dari suatu realita jamannya.. berakhir sepi di negeri seberang.. Innalillahi wainnailaihi rojiun..

Kamis, 18 Februari 2016

Kaum Tani Indonesia Terus di Bangkrutkan dan di Miskinkan

Oleh: Rudi HB Daman

Di Indonesia kaum tani merupakan mayoritas penduduk (60%-70%), potensi ekonomi, politik dan sosial yang sangat besar dalam mencapai Indonesia baru yang sejahtera yang bebas dari pendidasan dan penghisapan imperialisme dan feodalisme.

Untuk Indonesia sebagai negeri agraris, pertanian akan tetap merupakan tulang pungung ekonomi, salah satu tiang penyangga utama kehidupan rakyat dan kemakmuran bangsa. Tiang lainnya adalah industri.  Namun kenyataan ini lain dengan pengelolaan yang di terjadi saat ini yang dijalankan oleh pemerintah yang berkuasa sekarang.Pengelolaan pertaniannya di abdikan kepada tuan tanah dan kaum pemodal besar serta sistem neoliberal dan pasar gelobal.

Sehingga konflik-konflik agraria didesa-desa terus berkembang dan tidak memperoleh penyelesaian. Kekerasan, penangkapan, pemenjaraan dan pembunuhan terhadap kaum tani terus terjadi. Perampasan dan monopoli tanah semakin menjadi-jadi. Meskipun kaum tani menempuh jalur hukum, jalur parlemen di tingkat lokal dan nasional. Tetap tidak ada kepastian hukum yang diperoleh kaum tani.

Kebijakan pemerintah dalam sektor pertanian terlihat jelas, mengutamakan politik “Pangan Murah” Ini artinya tidak perduli pangan dari mana, yang penting MURAH. Sehingga dalam praktek impor berbagai komoditas pertanian sepeti; beras, gula, kedelai, bawang, buah-buahan, makanan jadi, dllnya telah memukul hancur dan meminggirkan kaum tani. Jadi, politik pangan murah adalah landasan membuka pasar dunia ke Indonesia, membuka neoliberalisme pasar bebas di Indonesia. Ini artinya pemerintah dengan sengaja melumpuhkan pertanian dalam negeri dan membangkrutkan para petani yang sudah sejak lama terpuruk.

Sebagai akibat dari merosotnya daya beli rakyat, semakin menyempitnya lahan pertanian terutama di Jawa karena terus menerus di gerogoti oleh proyek pabrik, kawasan industry, perumahan, jalan tol, lapangan golf, dlsbnya.Maka jumlah kaum tani sedang bahkan tani kaya yang jatuh bangkrut miskin semakin terus bertambah belum lagi jumlah buruh tani juga terus bertambah dan tambah sengsara. Dan nyata semakin intensif usaha-usaha memiskinkan kaum tani di tahun tahun terakhir ini.

Jika kita membaca situasi konkrit hari ini, maka proses pembangkrutan dan pemiskinan kaum tani dewasa ini  berlangsung melalui :
1.    Masuknya produk-produk perusahaan besar dan kapitalis monopoli asing ke desa-desa yang sepenuhnya di pasiltasi oleh pemerintah pusat dan daerah, yang terpadu dan menjadikan sistem feodalisme sebagai landasan pijakannya. Manifestasinya, dipertahankannya sistem monopoli tanah oleh tuan tanah, diharuskannya pemupukan tanaman memakai pupuk infektisida dengan harga tinggi tidak seimbang dengan pendapatan kaum tani yang berakibat kaum tani terjerat utang seumur hidup dan mematikan, berkembangnya ladang-ladang agrobisnis untuk kepentingan bisnis perusahaan-perusahaan besar dllnya.
2.    Menurunnya produktifitas lahan pertanian, khususnya sawah, semula 1 ha sawah menghasilkan sekitar 7-8 ton/ha, sekarang rata-rata hanya 4,5ton/ha. Pemasaran hasil produksi semakin sulit, monopoli pemasaran dan peranan tengkulak sangat merugikan kaum tani. Harga penjualan terus anjlog, sedang harga beli pupuk dan penggunaan pupuk terus meningkat. Demikian juga ongkos-ongkos penggarapan terus membengkak. Belum lagi faktor irigasi, hama penyakit dan cuaca.
3.    Kenaikan harga BBM, memicu harga barang dan alat-alat pertanian terutama harga sembako telah sangat memerosotkan secara drastis daya beli kum tani dan mengakibatkan terus bertambahnya orang miskin serta membengkaknya pengangguran di desa.
4.    Semakin menyempitnya lahan pertanian, terutama di Jawa karena banyak desa-desa dan lahan pertanian tergusur dengan cara yang sangat menyakitkan dan beralih fungsi menjadi pabrik, perumahan, perkotaan, jalan tol, lapangan golf dlsbnya.
5.    Secara struktural juga terjadi penyempitan lahan pertanian karena kepemilikan kaum tani yang semula punya 1 ha tetapi ketika tanah itu berubah fungsi menjadi tanah waris, jumlah nya menyusut.
6.    Perampasan tanah garapan kaum tani diberbagai wilayah dengan cara yang tidak manusiawi juga menambah parah kehidupan kaum tani dan bertambahnya jumlah penduduk miskin. Sehingga banyak rkayat kita khususnya perempuan yang pergi terpaksa menjadi buruh migran (BMI/TKI).
7.    Terus meningkatnya beban pajak yang sangat memberatkan baik berupa PBB (Pajak Bumi Bangunan), maupun berupa pengutan-pungutan resmi dan tidak resmi yang memberatkan kaum tani.

Keadaan kaum tani dan desanya sampai hari ini akan tetap miskin, tidak akan ada perubahan yang berarti, kehidupan kaum tani akan lebih terpuruk lagi. Rezim yang berkuasa menjadikan desa sebagai tumpuan penyangga kekuasannya dengan memelihara dan memperkuat feodalisme.

Bersamaan dengn itu Rezim yang berkuasa juga memasukan kapitalisme memasukkan kaum pemodal asing (neo liberalisme dan pasar globa) untuk menguras harta rakyat pedesaan, memeras dan menghisap kaum tani sampai ketetes terakhir keringat dan darahnya.

Kenyataan alam Indonesia yang melimpah, kesuburan tanahnya yang melegenda, tidak dapat bermanfaat bagi kaum tani yang menggantungkan hidup didalamnya. Proses pembangkrutan dan pemiskinan kaum tani akan terus berlangsung selama faktor faktor tersebut tidak di likwidasi secara radikal.
[]

http://www.infogsbi.org/2016/02/kaum-tani-indonesia-terus-di.html

Rabu, 17 Februari 2016

Proyek Jokowi Terus Menuai Kekerasan dan Langgar Hak Rakyat

Rabu, 17 February 2016 04:39

Pematokan lahan secara paksa oleh Polisi dan TNI untuk Bandara di Kulon Progo, Yogyakarta 17 Februari 2016 [foto: LBH Jogja]
Jakarta, 17 Februari 2016. Proyek Infrastruktur pemerintahan Jokowi-JK hanya melahirkan kekerasan dan pelanggaran hak sosial, ekonomi rakyat oleh Negara. Pernyataan ini disampaikan oleh Rahmat Ajiguna Ketua Umum Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) melalui pesan singkat kepada media. Pernyataan ini menyusul pembubaran paksa dan kekerasan yang dilakukan oleh aparat gabungan ketika melakukan pematokan lahan pertanian untuk pembangunan bandara di Kulon Progo pada Senin 16 Februari kemarin.
Dalam insiden tersebut setidaknya 15 orang warga menjadi korban termasuk perempuan dan anak-anak. Selain itu polisi juga melakukan pemborgolan terhadap salah satu perempuan yang ikut dalam protes atas pematokan. Aparat kepolisian yang mengawal jalannya pematokan dipimpin langsung oleh Kapolres Kulonprogo AKBP Nanang Djunadi S.IK. Sedari awal aparat tidak memberi ruang negosiasi kepada para warga yang berkumpul dan berkeberatan di lokasi pematokan terakhir tersebut.
Aksi kekerasan seperti pukulan dan tendangan, serta intimidasi lainnya dilakukan oleh personil kepolisian, bahkan sempat ada anak-anak yang terinjak saat polisi membubarkan warga yang berkumpul. 
Ada warga yang dicekik juga dan jatuh pingsan, bahkan beberapa barang milik petani seperti motor dan meja bibit tanaman cabai di pekarangan juga sampai rusak. Kesemuanya akibat polisi memaksa dan menggunakan kekerasan untuk merangsek masuk. Bahkan seorang ibu sempat dipaksa diborgol dengan oleh aparat. Para warga hanya menangis dan mengeluhkan aksi kekerasan yang tak manusiawi.
Rahmat menilai bahwa tindakan aparat kepolisian dan TNI sudah sangat berlebihan "pendekatan dengan kekerasan dalam memuluskan proyek Infrastruktur maupun kebijakan lainnya sudah semestinya untuk dihentikan" ungkap Rahmat melalui pesan singkatnya. 
Rahmat juga menyayangkan pernyataan Jokowi yang memerintahkan pihak kepolisian dan TNI untuk mengawal setiap pembebasan tanah menyiratkan tentang pendekatan kekerasan menjadi jalan dalam setiap pembebasan lahan, jika hal ini yang ditempuh maka rakyat hanya akan menjadi tumbal dalam proyek pembangunan.
 "Lalu pembangunan yang dijalanka noleh Pemerintahan Jokowi untuk siapa?" tambah Rahmat.
Penolakan atas setiap kebijakan oleh masyarakat menunjukkan kebijakan tersebut merugikan bagi rakyat, karenanya AGRA mendukung sepenuhnya perjuangan para petani dan warga masyarakat yang tergabung dalam Wahana Tri Tunggal (WTT) untuk terus melakukan perjuangan menuntut kepada pemerintah untuk memenuhi hak warga serta menghentikan pendekatan kekerasan dalam melaksanakan setiap kebijakan yang dikeluarkan.

http://mrb-media.com/index.php/ham/622-proyek-jokowi-terus-menuai-kekerasan-dan-pelanggaran-hak-rakyat#

Proyek Jokowi Terus Menuai Kekerasan dan Langgar Hak Rakyat

Rabu, 17 February 2016 04:39

Pematokan lahan secara paksa oleh Polisi dan TNI untuk Bandara di Kulon Progo, Yogyakarta 17 Februari 2016 [foto: LBH Jogja]
Jakarta, 17 Februari 2016. Proyek Infrastruktur pemerintahan Jokowi-JK hanya melahirkan kekerasan danpelanggaran hak sosial, ekonomi rakyat oleh Negara. Pernyataan ini disampaikan oleh Rahmat Ajiguna Ketuaumum Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) melalui pesan singkat kepada media. Pernyataan ini menyusulpembubaran paksa dan kekerasan yang dilakukan oleh aparat gabungan ketika melakukan pematokan lahanpertanian untuk pembangunan bandara di Kulon Progo pada Senin 16 Februari kemarin.
Dalam insiden tersebut setidaknya 15 orang warga menjadi korban termasuk perempuan dan anak-anak. Selain itu polisi juga melakakukan pemborgolan terhadap salah satu perempuan yang ikut dalam protes atas pematokan. Aparat kepolisian yang mengawal jalannya pematokan dipimpin langsung oleh Kapolres Kulonprogo AKBP Nanang Djunadi S.IK. Sedari awal aparat tidak memberi ruang negosiasi kepada para warga yangberkumpul dan berkeberatan di lokasi pematokan terakhir tersebut.
Aksi kekerasan seperti pukulan dan tendangan, serta intimidasi lainnya dilakukam oleh personilkepolisian, bahkan sempat ada anak anak yang terinjak saat polisi membubarkan warga yang berkumpul. Adawarga yang di cekik juga dan jatuh pingsan, bahkan beberapa barang milik petani seperti motor dan mejabibit tanaman cabai dipekarangan juga sampai rusak. Kesemuanya akibat polisi memaksa dan menggunakankekerasan untuk merengsek masuk. Bahkan seorang ibu sempat dipaksa diborgol dengan Borgol oleh aparat.Para warga hanya menangis dan mengeluhkan aksi kekerasan yang tak manusiawi.
Rahmat menilai bahwa tindakan aparat kepolisian dan TNI sudah sangat berlebihan "pendekatan dengankekerasan dalam memuluskan proyek Infrastruktur maupun kebijakan lainya sudah semestinya untukdihentikan" ungkap Rahmat melalui pesan singkatnya. Rahmat juga menyayangkan pernyataan Jokowi yangmemerintahkan pihak kepolisian dan TNI untuk mengawal setiap pembebasan tanah menyiratkan tentangpendekatan kekerasan menjadi jalan dalam setiap pembebasan lahan, jika hal ini yang ditempuh maka rakyathanya akan menjadi tumbal dalam proyek pembangunan. "Lalu pembangunan yang dijalankanoleh Pemerintahan Jokowi untuk siapa?" tambah Rahmat.
Penolakan atas setiap kebijakan oleh masyarakat menunjukan kebijakan tersebut merugikan bagi rakyat,karenanya AGRA mendukung sepenuhnya perjuangan para petani dan warga masyarakat yang tergabung dalam Wahan Tri Tunggal (WTT) untuk terus melakukan perjuangan menuntut kepada pemerintah untuk memenuhi hak warga serta menghentikan pendekatan kekerasan dalam melaksanakan setiap kebijakan yang dikeluarkan.

http://mrb-media.com/index.php/ham/622-proyek-jokowi-terus-menuai-kekerasan-dan-pelanggaran-hak-rakyat

Selasa, 16 Februari 2016

Perang Melawan Korupsi: 10 Modus Korupsi Agraria (Pertanahan dan Kehutanan)

“Korupsi bukanlah tanda bahwa Negara kuat dan serakah. Korupsi adalah sebuah  privatisasi -tapi yang selingkuh. Kekuasaan sebagai amanat publik telah diperdagangkan sebagai milik pribadi, dan akibatnya ia hanya merepotkan, tapi tanpa kewibawaan.”
-Goenawan Mohammad, Catatan Pinggir 7

Kami telah menyebutkan kolaborasi jahat antara pengusaha dan pemerintah, yang rupanya hal tersebut sudah menjadi wacana umum di hampir semua kasus korupsi. Terlebih lagi kasus-kasus korupsi agraria. Kami sudah menerima dan mencatat berbagai laporan berbagai bentuk-bentuk atau modus Korupsi Agraria yang ada di Indonesia. 10 diantaranya sebagai berikut:
  1. Keberpihakkan rezim perizinan kepada pengusaha (dan bukan kepada rakyat).
531 Konsesi hutan skala besar (meliputi 35,8 juta ha2) dikuasai oleh pengusaha besar sementara hanya terdapar 60 Ijin Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Desa (HD) dan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) (meliputi 646.476 ha2).
  1. Pembiaran Perkebunan dan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) di dalam kawasan hutan lindung.
Menhut dan BPN: 1,5 juta ha2 perkebunan sawit di dalam kawasan hutan. Pembukaan hutan tanpa didahului oleh pelepasan kawasan hutan adalah tindak pidana yang diatur dalam pasal 50 jo 78 UU 41/1999 tentang Kehutanan. 
  1. Pembiaran luas konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) di dalam kawasan hutan yang tidak sesuai SK.
Banyaknya perusahaan yang memegang HTI telah merambah jauh dari luasan sesuai SK-nya. Salah satunya adalah PT. WKS (berdasasarkan temuan JKPP, KPA dan Persatuan Petani Jambi).
  1. Pemberian izin HTI, Pertambangan dan Konversi Perkebunan di atas Pulau-pulau kecil (<200 .00="" ha="" sup="">2
).
Pulau-pulau kecil diperuntukkan untuk kawasan konservasi, wisata, penelitian/pelatihan, perikanan lestari dan peternakan (UU No. 27 tahun 2007). 
  1. Manipulasi ganti kerugian pembebasan lahan.
Rekayasa dalam penggantian kerugian: salah orang, salah ukuran, dan salah harga adalah modus utama korupsi dalam proses ganti kerugian. 
  1. Pemerasan dan penggelapan ganti kerugian pasca pembebasan lahan.
Kasus Lapindo: Oknum-oknum BPLS, pemerintah desa, dan BPN memungut fee dari warga, bahkan disertai ancaman tanahnya (yang berharga Rp. 1-1,5 juta/meter) akan ditetapkan sebagai tanah sawah (dengan harga Rp. 120 ribu/meter). 
  1. HGU tidak sesuai dengan luas kebun.
Sisa luas tanah yang tidak ber-HGU dengan mudah dapat dipakai dalam proses mempertahankan jabatan, menutupi target produksi yang tidak tercapai dalam kebun yang ber-HGU, dan bancakan pejabat perkebunan guna lobby politik, sumbangan parpol, preman dan lain sebagainya. 
  1. Penggunaan HGU untuk Kerja Sama Operasional (KSO) atau pengelolaan oleh pihak ketiga.
Banyak perkebunan negara melakukan kerjasama sama operasional yang sesungguhnya terhitung merugikan atau terlampau murah tapi terus saja dilanjutkan. 
  1. Penyalahgunaan wewenang penerbitan HGU.
Setiap proses penerbitan SK hak-hak atas tanah haruslah melalui proses yang baik dan tidak ada klaim pihak lain atau konflik. Realitanya banyak tanah yang tetap diterbitkan SKnya terhadap Perusahaan meski masih ada konflik kepemilikan.
  1. Penyalahgunaan status tanah terlantar.
Perkebunan yang menelantarkan tanah adalah perusahaan perkebunan yang tidak menggunakan tanah sesuai peruntukannya. Realitanya banyak tanah terlantar yang tidak diterbitkan SKnya dan malah diperpanjang izinnya.

Intimidasi dan Kekerasan Dalam Pembebasan Tanah Untuk Bandara di Jogjakarta

Selasa, 16 February 2016 17:32

Seorang Aparat kepolisian membubarkan paksa massa aksi [Foto: LBH Jogja] 16/02/2016
Jogja. Proses pengukuran dan pematokan tanah untuk pembangunan bandara di kecamatan Temon, Kulonprogo Jogja diwarnai aksi pemukulan dan intimidasi terhadap warga. Dari siaran pers LBH Jogja dan Wahana Tritunggal, Selasa 16 Februari 2016, kurang lebih 1000 aparat gabungan dari kepolisian, Satpoll PP dan TNI diturunkan untuk mengawal proses pemasangan patok oleh BPN. Hal tersebut dilakukan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.
Proses pematokan berlangsung di beberapa titik tempat, 1. Desa Palihan, Kragon II, jam 10.00 pagi, 2. Bapangan, Glagah, sekitar jam 11.30, 3. Sidorejo 2 kali Pengukuran yang pertama 11.30 dan kedua 14.30. Warga yang merasa keberatan atas proses tersebut kemudian berkumpul dan berusaha untuk menolak proses pemasangan patok, hal tesebut kemudian di respon dengan berbagai tindakan intimidasi oleh aparat gabungan. Bentrokan tak terelakan, warga yang tidak berniat melawan terus menghadapi tindakan represi aparat. Bentrokan paling panas terjadi saat pematokan yang dilakukan di pemukiman warga.
Aksi pematokan kedua di Sidorejo yang disertai dengan kekerasan, terjadi di dekat rumah warga bernama Bu Mardy. Warga yang kebanyakan para petani dari Wahana Tri Tunggal (WTT), yang semenjak awal mengawal proses pematokan, pada saat di loksi tersebut tetap berkeberatan dengan proses pematokan. Ratusan warga kemudian berkumpul untuk menentang pematokan tersebut.
Aparat kepolisian yang mengawal jalannya pematokan dipimpin langsung oleh Kapolres Kulonprogo AKBP Nanang Djunadi S.IK. Sedari awal tidak memberi ruang negosiasi kepada para warga yang berkumpul dan berkeberatan di lokasi pematokan terakhir tersebut. Aksi kekerasan seperti hujan pukulan dan tendangan, cekikan serta intimidasi lainya dilakukam oleh personil aparat.
Bahkan sempat ada anak anak yang terinjak saat polisi membubarkan warga yang berkumpul. Selain itu beberapa barang milik petani seperti motor dan meja bibit tanaman cabai dipekarangan juga sampai rusak. Kesemuanya akibat polisi memaksa dan main kekerasan untuk merengsek masuk. Bahkan seorang ibu sempat dipaksa diborgol dengan Borgol oleh aparat. Para warga hanya menangis dan mengeluhkan aksi kekerasan yang tak manusiawi tersebut.
Menurut LBH Jogjakarta, hal tersebut akibat kebijakan pembangunan yang sarat perampasan tanah dan mengkerdilkan posisi tawar rakyat dalam pembangunan, khususnya kaum tani. Aksi kekerasan ini semakin menunjukan bahwa pihak pemerintah D.I Yogya melakukan upaya upaya yang mengarah pada penggusuran paksa yang bertentangan dengan Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya yang telah diratifikasi oleh UU No 11 tahun 2005, dan juga aksi kekerasan yang dilakukan oleh kepolisian bertentangan kovenan Hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi dengan UU No 12 tahun 2005

http://mrb-media.com/index.php/reformaagraria/620-pembebasan-lahan-kulonprogo#