This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Selasa, 06 September 2016

Reforma Agraria Jokowi bukan Reforma Agraria Sejati

September 6, 2016

(Pernyataan Sikap Pimpinan Pusat Aliansi Gerakan Reforma Agraria  (PP-AGRA) menyambut peringatan 56 tahun Hari Tani Nasional 24 September 2016)



Tolak reforma agraria palsu, laksanakan reforma agraria sejati untuk mengakhiri monopoli tanah dan menjamin hak rakyat atas tanah

ill: SindoNews

Reforma Agraria (RA) yang akan dijalankan oleh Pemerintah Jokowi-JK adalah reforma agraria palsu. Ini bukanlah reforma agraria sejati sebagaimana harapan kaum tani dan rakyat Indonesia di seluruh penjuru negeri. Reforma agraria sejati harus dapat menjadi jalan untuk mengakhiri penghisapan dan penindasan kaum tani dan rakyat Indonesia akibat monopoli, perampasan tanah, dan konflik agraria.
Tahun 2016, Jokowi telah mengumumkan program percepatan pelaksanaan program strategis nasional reforma agraria. Kebijakan ini berdasar pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2017, khsususnya untuk prioritas nasional reforma agraria yang dipimpin melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dan Kementerian Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

Lebih lanjut, pada 3 Juni 2016, telah dibentuk Tim Kerja Reforma Agraria melalui Kantor Staf Kepresidenan (KSP) yang telah menyusun persiapan dan pelaksanaan reforma agraria dengan koordinasi dengan sejumlah Kementerian dan Lembaga terkait. Strategi Nasional (Stranas) Pelaksanaan Reforma Agraria 2016-2019 telah disosialisasikan di provinsi Jambi, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Tengah (Juli – Agustus 2016).

Dari Stranas ini dapat dicermati bahwa target pencapaian utama RA Jokowi melalui dua skema pelaksanaan. Pertama, terget pencapaian 9 juta Ha; 4,5 juta Ha untuk legalisasi dan 4,5 juta Ha untuk redistribusi lahan. Program legalisasi adalah untuk tanah transmigrasi yang belum bersertifikat seluas 0,6 juta ha dan 3,4 juta ha tanah asset Program Nasional Lintas Sektor (PRONA) yang sebagian besar milik pemerintah/tentara/polisi, dan hasil penyelesaian konflik. Sedangkan 4,5 jt Ha untuk redistribusi menyasar lahan Hak Guna Usaha (HGU) yang telah habis masa berlakunya dan tanah terlantar seluas 0,4 juta hektar, dan 4,1 juta Ha dari pelepasan kawasan hutan. Kedua, target pencapaian 12,7 juta Ha untuk alokasi Perhutanan Sosial seperti Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Desa (HD), dan Hutan Tanaman Rakyat (HTR).

Dari kedua target ini diketahui bahwa:

Pertama, Inti dari kebijakan RA Jokowi adalah legalisasi asset atau sertifikatisasi yang justru berorientasi untuk memperluas pasar tanah (land market) dan kredit perbankan. Dalam jangka panjang, program ini semakin membuka peluang perampasan tanah karena sertifikasi hanya akan memudahkan praktik jual-beli tanah yang menguntungkan tuan tanah dan perbankan yang menyita asset kaum tani. Program ini terkait dengan skema Bank Dunia sebelumnya melalui Land Administration Project (LAP).

Tanah perhutanan tidak dibagikan dengan memberikan hak penuh kepada rakyat namun dijalankan dengan skema tumpang sari yang memungkinkan terjadinya sistem bagi hasil yang tidak adil. Selain itu, lahan hasil redistribusi intinya hanya menyasar seluas 400.000 Ha tanah bekas HGU dan tanah telantar, bukan mengakhiri eksistensi monopoli tanah yang saat ini masih berlanjut. Dengan program ini, Reforma Agraria pemerintahan Jokowi justru akan melestarikan monopoli tanah oleh korporasi skala besar yang tetap berkuasa memonopoli  tanah, menghisap dan menindas buruh tani dan tani miskin.

Kedua,  Program Reforma Agraria Jokowi tidak memiliki ketegasan terhadap penguasaan tanah besar jutaan hektar (perkebunan besar, hutan, Taman Nasional, dan pertambangan raksasa) oleh tuan tanah besar yang diwakili korporasi raksasa milik asing, perusahaan besar Negara, dan swasta dalam negeri sebagai dasar kokohnya sistem monopoli tanah dalam sistem pertanian terbelakang di Indonesia. Hal inilah yang menyebabkan keterbelakangan tenaga produktif di perdesaan, kemiskinan dan kemalaratan yang meluas, dan kekerasan yang dialami petani dan rakyat akibat perampasan tanah.

Ketiga, Program RA Jokowi tidak memiliki kontrol atas sarana produksi (bibit, pupuk, obat-obatan, teknologi dan alat kerja) dan harga produk pertanian sehingga dapat melindungi kaum tani. Sebaliknya, Negara hanya memberikan keleluasaan bagi perusahaan besar asing mengontrol sarana produksi dan harga pertanian. Kondisi ini akan semakin memburuk ketika Pemerintah tidak mampu menjamin upah dan perbaikan penghidupan kaum tani, semakin besarnya peribaan (bunga kredit perbankan, lintah darat) karena kegagalan dalam meningkatkan produksi dan perekonomian tani.

Keempat, RA Jokowi tidak lahir dari dukungan langsung dan menyeluruh dari kaum tani Indonesia melalui organisasi massa tani. Proses penyusunan program dan tim kerja RA Jokowi tidak mewakili posisi kaum tani dan organisasinya di dalam keseluruhan proses persiapan dan pelaskanaan RA Jokowi.

AGRA dan kaum tani berpendirian bahwa reforma agraria sejati memastikan perombakan struktur agraria secara menyeluruh, tidak parsial. Reforma agraria sejati menjadi dasar utama pembangunan industri nasional sehingga dapat menjadi jalan bagi seluruh masalah rakyat Indonesia secara ekonomi, politik, dan kebudayaan.

Oleh karena itu AGRA menyatakan sikap:
  1. Menolak Reforma Agraria Jokowi-JK dan menuntut pelaksanaan Reforma Agraria Sejati.
  2. Hentikan persiapan dan pelaksanaan reforma agraria yang saat ini dijalankan karena hanya akan membiaskan makna Reforma Agraria Sejati dan membohongi rakyat dengan konsep reforma agraria palsu.
  3. Hentikan monopoli dan perampasan tanah kaum tani dan rakyat Indonesia di berbagai daerah akibat pengembangan investasi di berbagai sektor: perkebunan skala besar, kehutanan, pertambangan, energi, infrastruktur, pariwisata, proyek reklamasi di seluruh wilayah pesisir Indonesia, dan pembangunan pusat-pusat bisnis dan properti komersil di perkotaan.
  4. Hentikan penggusuran, intimidasi, teror, kekerasan, kriminalisasi terhadap kaum tani dan seluruh rakyat indonesia yang memperjuangkan hak-hak demokratisnya. Berikan ganti rugi kepada rakyat dan berikan jaminan atas kerja dan penghidupan bagi kaum tani yang telah menderita akibat operasi khusus Negara, seperti operasi khusus Tinombala di Sulawesi Tengah, yang telah merampas hak hidup kaum tani untuk dapat bekerja di lahan mereka.
  5. Menyerukan kepada seluruh kaum tani dan rakyat Indonesia untuk bersatu menyuarakan dan memperjuangkan hak-hak demokratis, khususnya dalam momentum peringatan Hari Tani Nasional 2016.
 Hidup perjuangan kaum tani Indonesia!
Hidup perjuangan rakyat !

Pimpinan Pusat Aliansi Reforma Agraria (PP-AGRA)
CP: Mohammad Ali 082120135553 (Sekjend PP AGRA)


http://agraindonesia.org/reforma-agraria-jokowi-bukan-reforma-agraria-sejati/

12 Tahun Tolak Lupa | Menolak Takluk


Selamat sore
semoga anda #masihingat kalau esok, merupakan 7 September yang ke-12 setelah Munir Said Thalib tewas di udara.

Coba perhatikan. Kasus Munir, makin diacuhkan penyelesaiannya, kasusnya justru makin diingat masyarakat. Setelah 12 tahun, kasus Munir berujung tanpa hasil. Pemerintahan Jokowi melanggengkan kebisuan ini.
Pemerintahan hari ini cuma bisa gonta-ganti menteri. Presidennya cuma bisa hadir diacara forum ekonomi atau forum dijital. Tidak paham apa yang dicari. Presiden hari ini tidak paham arti keadilan. 

Kasus Munir, menjadi 'makam' atas kasus-kasus lainnya. Di makam ini kita bisa lihat yang jahat dapat jabatan, pengusaha bisa membeli keputusan penegak hukum, kejahatan baru membabi buta. Berbagai fenomena ini terlihat jelas. Wiranto jadi Menteri, pembakar lahan bebas hukuman, brutalitas polisi terus menjadi-jadi. 

12 tahun lalu ketika kasus Munir terjadi, kita tahu Badan Intelijen Negara (BIN) diselewengkan oleh pejabatnya untuk membunuh Munir. Lalu hari ini, BIN diserahkan kepada seseorang yang rendah akuntabilitasnya. Sekali lagi, Presiden Jokowi tidak punya ukuran yang jelas mengapa memilih BG sebagai Kepala BIN. Sementara, tidak mungkin mereformasi BIN tanpa pernah menuntaskan kasus Munir, itu merupakan syarat mutlak! 

Hari ini bukan kita kasihan pada Suci-istri Munir dan anak-anaknya, melainkan, kita sebagai bangsa menjadi nestapa karena tengah memiliki pemimpin tanpa roh keadilan dan jauh dari keberanian. 

Jakarta, 6 September 2016

Salam,

Haris Azhar
Koordinator KontraS

Senin, 05 September 2016

Budi Wardoyo: “Kita Harus Berdiri Berhadap-hadapan Dengan Pemerintah”


PADA 30 Oktober 2015, puluhan ribu buruh melakukan aksi menolak Peraturan Pemerintah (PP) No. 78/2015 Tentang Pengupahan. PP 78/2015 dianggap merugikan buruh, karena penetapan upah dihitung berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional, tidak lagi menggunakan survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Aksi tanggal 30 Oktober 2015 tersebut berakhir dengan pembubaran paksa dan kriminalisasi terhadap 26 aktivis—23 aktivis buruh, 2 pengacara LBH Jakarta dan 1 aktivis mahasiswa.

Selasa, 30 Agustus 2016 lalu adalah sidang ke-20 dari kasus kriminalisasi tersebut. Sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat itu menghadirkan Budi Wardoyo dari Politik Rakyat sebagai saksi yang meringankan para aktivis. Dalam kesaksiannya, pria yang akrab dipanggil Yoyok itu menekankan tidak ada yang salah dalam aksi penolakan terhadap PP 78/2015. Aksi yang berlangsung malam hari bukan alasan untuk mempidanakan para aktivis. Ia juga menekankan, buruh harus tegas menentang rezim Jokowi-JK karena mereka telah merampas upah. Berikut ringkasan kesaksian Budi Wardoyo dalam persidangan sesat tersebut:

Hakim:
Saudara tinggal di kelurahan mana?

Yoyok:
Kelurahan mana ya, di Rawamangun, Jakarta Timur.

Hakim:
Ada KTPnya?

Yoyok:
KTP saya masih hilang, saya baru mengurusnya lagi, makanya saya pakai paspor. Saya dari Politik Rakyat.

Hakim:
Kenapa buruh melakukan unjuk rasa pada 30 Oktober 2015?

Yoyok:
Jadi latar belakangnya, waktu itu pemerintahan Jokowi-JK mengeluarkan paket-paket ekonomi. PP 78 yang ditolak semua serikat buruh adalah bagian dari paket ekonomi jilid IV. Paket I-IV secara kasat mata melindungi investor dan para pengusaha. Misalnya, paket I adalah untuk mendorong proyek-proyek strategis. Paket II untuk menarik investor sebanyak-banyaknya dengan cara debirokratisasi dan deregulasi. Paket III memberikan subsidi pada para pengusaha, misalnya, dengan BBM perusahaan dan energi untuk industri ditambah. Paket IV yang kemudian melahirkan PP 78, justru semakin menegaskan bahwa seluruh paket ekonomi saat itu memang untuk kepentingan segelintir pemodal, bukan untuk rakyat. Karena PP 78 yang merupakan bagian dari paket IV membatasi kenaikan upah berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Padahal, kenaikan upah sebelumnya sudah bisa 20 persen di beberapa kota. Tapi, dengan adanya PP 78, kenaikan hanya 10-11 persen.

Hakim:
Apa tujuannya konfederasi-konfederasi serikat itu melakukan aksi?

Yoyok:
Ketika pemerintahan Jokowi-JK mengeluarkan paket, itu juga diikuti dengan ancaman oleh pemerintah. Misalnya, Luhut sudah meneror rakyat, buruh, “kalau ada yang macam-macam, akan saya libas seperti Papua.” Tanggal 29 Oktober, Ahok juga mengeluarkan statement yang sama khusus di Jakarta dengan Peraturan Gubernur tentang pembatasan aksi unjuk rasa. Kapolri mengeluarkan surat edaran hate speech, kritik-kritik di medsos akan dikenakan hukum pidana.
Di buruh, sama dengan gerakan lain, menyadari paket ekonomi yang dilindungi paket represi, tidak bisa dibiarkan. Ini harus ditolak. Ada rangkaian upaya perlawanan. Aksi 30 Oktober hanya salah satu dari rangkaian menolak PP 78. Rangkaian besarnya sampai pemogokan nasional ke-III yang waktu itu diharapkan bisa membuat pemerintah mencabut PP 79, walaupun setelah mogok, PP 78 masih dijalankan.
Tujuan aksi tanggal 30 adalah pertama tentu saja menuntut pencabutan PP 78 tahun 2015. Kedua, meneguhkan sikap, sekalipun Luhut, Ahok, sudah melakukan teror terhadap protes rakyat, bagi buruh, ketika upah dirampas, mau tidak mau kita harus berdiri berhadap-hadapan dengan pemerintah.

Hakim:
Ada kelompok-kelompok lain yang melakukan aksi?

Yoyok:
Jadi, di luar teman-teman buruh, saya bukan dari organisasi buruh, tapi Politik Rakyat, ada teman-teman mahasiswa, seperti Hasim, dia dari Federasi Mahasiswa Kerakyatan (FMK), ada juga Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI), yang salah satu mantan ketuanya menjadi terdakwa, juga Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND), teman-teman pemuda dalam KPOP, Asosiasi Pelajar Indonesia, ada teman-teman dari Persatuan Perjuangan Indonesia, Perempuan Mahardhika, Pelangi Mahardhika, organisasi LGBT yang bersolidaritas dengan teman-teman buruh.

Hakim:
Ada sekitar berapa orang yang berencana turun aksi?

Yoyok:
Bisa sekitar 20 ribu orang yang turun unjuk rasa. Di atas 20 ribu.

Hakim:
Apakah ada Hasim di organisasi mahasiswa itu?

Yoyok:
Hasim adalah salah satu pimpinan FMK yang menjadi bagian dari penolak PP 78.

Hakim:
Hubungannya apa dengan Hasim?

Yoyok:
Setahu saya, FMK memang sudah lama terlibat dalam berbagai aksi advokasi yang berkaitan dengan persoalan-persoalan rakyat. Saya mengenal Hasim 2-3 tahun yang lalu. Saya pernah di Samarinda ketemu dia. Saat itu, momentum kenaikan harga BBM. Hasim bersama teman-teman buruh menolak kenaikan BBM. Dalam kasus penggusuran, di berbagai kota, FMK juga terlibat dalam advokasi warga yang menjadi korban penggusuran, termasuk kasus Rembang, juga perampasan tanah di Urut Sewu, Kebumen.
Dalam persoalan PP 78, teman-teman FMK sedari awal sudah melakukan berbagai kampanye penolakan paket ekonomi beserta turunannya, yang salah satunya adalah PP78. Teman-teman membuat berbagai posko di kampus untuk sosialisasi PP 78 dan menggalang dukungan untuk gerakan buruh yang berencana melakukan Mogok Nasional ke-III.

Hakim:
Apakah ini yang pertama kalinya?

Yoyok:
Tidak, ini sudah kesekian kali, termasuk di pemogokan nasional pertama dan kedua.

Hakim:
Apa peran dan tugas selama demo 30 Oktober 2015?

Yoyok:
Pada tanggal 30, rencananya aksi dipimpin kawan-kawan serikat buruh. Pada tanggal 30 Oktober, Hasim adalah bagian dari massa aksi, meski ia pimpinan.

Hakim:
Kapan Anda bertemu dengan Hasim?

Yoyok:
Setelah maghrib di depan Istana Negara. Setelah maghrib, saya dan Hasim berada dalam satu barisan yang sama. Kebetulan saya dan Hasim ada di dalam. Dia ada di sebelah saya, di seberang jalan.

Hakim:
Tadi Saudara bilang ada sekitar 20 ribu atau lebih massa aksi, apakah konsisten? Masih berjumlah 20 ribu?

Yoyok:
Saya pikir begitu. Dari latar belakangnya, kemarahan buruh sudah sangat tinggi. Bahkan sampai hari ini, teman-teman buruh masih sangat marah ketika pemerintah mengeluarkan PP 78. Sampai sore, massa masih membludak, karena saya tahu kawan-kawan sangat jengkel. Subsidi dihilangkan dan diberikan ke para pengusaha, justru upah buruh dipangkas.

Hakim:
Massa aksi memenuhi Merdeka Utara?

Yoyok:
Iya.

Hakim:
Apakah Anda melihat batasnya?

Yoyok:
Dari depan Istana sampai lampu merah, mendekati RRI.

Hakim:
Merdeka Utara batasnya?

Yoyok:
Sebelum MA dari arah Istana. Lalu lintas semuanya dikunci.
Kawan-kawan dari GBI-KAU tetap dalam keadaan solid dan tidak sedang melakukan tindakan provokasi. Unjuk rasa damai.

Hakim:
Seberapa sering anda melakukan aksi?

Yoyok:
Sudah lama sekali, sejak sebelum Soehato jatuh. Masih melakukan aksi juga karena belum berubah. Sering. Tapi saya ingin mengatakan, ada satu periode dimana aksi hampir selalu dilakukan di malam hari,yaitu di hampir sepanjang 2012. Dulu, kawan-kawan buruh menyebutnya sebagai aksi “Grebek Pabrik” atau “Gruduk Pabrik.” Itu adalah aksi mogok pabrik yang didukung teman-teman buruh dari pabrik lain. Aksi itu tidak mengenal waktu. Polresnya Pak Wahyu yang dimutasi di Jaksel. Aksi bisa dimulai pagi jam 6-7, bisa diakhiri jam 9 malam. Atau sebaliknya, aksi bisa dimulai jam 11 malam. Bisa juga subuh atau selesainya subuh. Yang saya ikuti, di PT 3M di Tambun, aksi dimulai dari pagi, kalau tidak salah selesai jam 3 subuh. Ribuan orang yang datang.

Hakim:
Apa demonya sama seperti 30 Oktober?

Yoyok:
Tentu saja. Ada yel-yel, mobil komando, dalam jumlah besar, meski tidak sebesar tanggal 30. Dalam jumlah 5 ribu, kadang 10 ribu.

Hakim:
Bagaimana respons aparat kepolisian?

Yoyok:
Polisi membantu mengamankan, tapi tidak membubarkan. Pak Wahyu pernah ketemu juga. Pak Wahyu mengatakan, karena banyak pelanggaran dilakukan perusahaan dan tampaknya pemerintah tidak berdaya, dalam hal ini Dinas Tenaga kerja, apa boleh buat, karena ini berkaitan dengan hak-hak normatif buruh, maka buruh harus katakanlah semacam memaksa pengusaha mematuhi undang-undang, karena banyak pengusaha melanggar peraturan dalam hubungan kerja, seperti kontrak terus menerus, kontrak terus sampai tua. Kedua, outsourcing. Karena menyadari ketidakberdayaan pemerintah, buruh menuntut sendiri. Dan itu berlangsung setiap hari dalam 6-7 bulan.. Demonstrasi siang, subuh.

Hakim:
Ada penangkapan tidak?

Yoyok:
Tidak ada penangkapan.

Hakim:
Berapa kali aksi pada malam hari ditangkap polisi?

Yoyok:
Sepengalaman saya, kecuali tanggal 30, saya tidak pernah mendapatkan aksi ditangkap. Kalau pengalaman saya, malam, kalau dibubarkan pernah, tapi tidak sampai penangkapan. Makanya saya heran kenapa teman-teman ada di sini? Seperti aksi tahun 2012, ada gas air mata, bentrok, tapi berikutnya sudah, selesai. Setelah kawan-kawan bubar, ada yang diinterogasi, tapi selesai, tidak ada yang dibawa ke pengadilan. Bahkan saat aksi di DPR bersama teman-teman mahasiswa, bahkan sempat ada air keras, tapi tidak ada yang dikriminalisasi.

Hakim:
Kembali ke demo 30 Oktober 2015, saudara mendengar ada negosiasi soal waktu, Anda ada di barisan depan?

Yoyok:
Informasi yang saya dapat, karena saya tidak terlibat dalam negosiasi, ada kesepakatan menambah waktu.

Hakim:
Apa alasan massa demonstrasi masih bertahan?

Yoyok:
Selain kebebasan berpendapat dilindungi UU, teman-teman yang mengikuti aksi tanggal 30 sadar betul bahwa mereka dilindungi Undang-Undang No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Sekitar jam 4, setahu saya, ada perwakilan pemerintah, Hanif Dhakiri, Mensesneg Pratikno waktu itu dan Deputi Kantor Staf Presiden bersedia menemui perwakilan buruh. Tapi dalam pertemuan tersebut, pemerintah justru menegaskan tidak akan mencabut atau membatalkan PP 78, sehingga kawan-kawan keluar dan aksi dilanjutkan, bertahan, untuk memberikan pesan pada pemerintah bahwa PP 78/2015 yang merampas upah buruh, merampok kesejahteraan buruh, tidak bisa dipertahankan pemerintah. PP itu keputusan yang blunder, salah. Aksi sangat tertib, orang hanya berorasi, berteriak, bernyanyi. Barisan sangat rapi.

Hakim:
Ada pengrusakan, lempar batu, pemukulan ke aparat?

Yoyok:
Tidak ada sama sekali. Bahkan ketika teman-teman digebuki gerombolan liar TBC yang belakangan kita ketahui ternyata polisi, tidak ada perlawanan dari teman-teman buruh.
***

Minggu, 04 September 2016

Diskusi KPO PRP “Militerisme dan Anti Militerisme”


Militer memainkan peran ganda, yaitu untuk melancarkan agresi keluar dan melayani kepentingan eksploitasi kapitalis. Hampir semua perang dimasa kapitalisme adalah perang untuk ekspansi para kapitalis. Peran kedua yaitu untuk melindungi tatanan masyarakat kapitalis menunjukan perannya dalam pertarungan kelas.

Untuk mencapai tujuannya maka dari segi teknis perlengkapan militer harus terus disempurnakan. Namun karena faktor utama tetap manusia maka “semangat” yang “benar” harus ditanamkan. “Semangat” tersebut ditanamkan pertama-tama ke tentara aktif, kedua ke populasi yang bisa menopang mobilisasi militer dan ketiga ke populasi lainnya yang berpotensi menjadi basis dukungan bagi tujuan-tujuan militer ataupun anti militer.

“Semangat” melawan musuh dari luar adalah: chauvinisme, bebal, picik dan arogan. “Semangat” melawan musuh dalam negeri adalah: ketidakpahaman, kebencian terhadap kemajuan dan segala sesuatu yang mengancam kelas yang dominan.

Militerisme berkembang menjadi negara di dalam negara. Demikian pula merasuk kedalam bidang ekonomi, sosial dan politik.

Pada tahun 1965, kelas borjuis yang kalah bertarung dengan Soekarno, PKI, dkk semakin bersandar pada militer dalam pertarungan kekuasaan. Para oposisi borjuis justru memberikan konsensi pada militer dengan Deklarasi Ciganjur. Sementara Megawati naik kedalam kekuasaan dengan aliansi bersama militer dan sisa Orde Baru. Dalam Rejim Jokowi-JK pun militer terus menerus dilibatkan dalam persoalan sipil dan politik.

Semua fakta sejarah tersebut menunjukan sisi lain dari berkembangnya militerisme. Yaitu lemahnya iman demokrasi dari kelas borjuis. Selain itu, lemahnya kepemimpinan kelas borjuis. Ketidakmampuan mereka memberikan jalan keluar kesejahteraan mendorong semakin berkembangnya ideologi ultra kanan, termasuk “semangat-semangat” militeristik.

Dibutuhkan sebuah politik sosialis yang revolusioner yang dapat menunjukan dirinya sebagai pejuang demokrasi yang paling konsisten dan teguh. Serta menunjukan jalan keluar dari penindasan militerisme dan kapitalisme.

https://www.instagram.com/p/BJ7DDhCDzmLBHHTrXIiwQlCCR7aWIsLwxSrB800/

Kamis, 01 September 2016

BPN Terbitkan 25 Juta Sertifikat untuk Atasi Konflik Tanah

, CNN Indonesia