Selasa, 06 September 2016

Reforma Agraria Jokowi bukan Reforma Agraria Sejati

September 6, 2016

(Pernyataan Sikap Pimpinan Pusat Aliansi Gerakan Reforma Agraria  (PP-AGRA) menyambut peringatan 56 tahun Hari Tani Nasional 24 September 2016)



Tolak reforma agraria palsu, laksanakan reforma agraria sejati untuk mengakhiri monopoli tanah dan menjamin hak rakyat atas tanah

ill: SindoNews

Reforma Agraria (RA) yang akan dijalankan oleh Pemerintah Jokowi-JK adalah reforma agraria palsu. Ini bukanlah reforma agraria sejati sebagaimana harapan kaum tani dan rakyat Indonesia di seluruh penjuru negeri. Reforma agraria sejati harus dapat menjadi jalan untuk mengakhiri penghisapan dan penindasan kaum tani dan rakyat Indonesia akibat monopoli, perampasan tanah, dan konflik agraria.
Tahun 2016, Jokowi telah mengumumkan program percepatan pelaksanaan program strategis nasional reforma agraria. Kebijakan ini berdasar pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2017, khsususnya untuk prioritas nasional reforma agraria yang dipimpin melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dan Kementerian Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

Lebih lanjut, pada 3 Juni 2016, telah dibentuk Tim Kerja Reforma Agraria melalui Kantor Staf Kepresidenan (KSP) yang telah menyusun persiapan dan pelaksanaan reforma agraria dengan koordinasi dengan sejumlah Kementerian dan Lembaga terkait. Strategi Nasional (Stranas) Pelaksanaan Reforma Agraria 2016-2019 telah disosialisasikan di provinsi Jambi, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Tengah (Juli – Agustus 2016).

Dari Stranas ini dapat dicermati bahwa target pencapaian utama RA Jokowi melalui dua skema pelaksanaan. Pertama, terget pencapaian 9 juta Ha; 4,5 juta Ha untuk legalisasi dan 4,5 juta Ha untuk redistribusi lahan. Program legalisasi adalah untuk tanah transmigrasi yang belum bersertifikat seluas 0,6 juta ha dan 3,4 juta ha tanah asset Program Nasional Lintas Sektor (PRONA) yang sebagian besar milik pemerintah/tentara/polisi, dan hasil penyelesaian konflik. Sedangkan 4,5 jt Ha untuk redistribusi menyasar lahan Hak Guna Usaha (HGU) yang telah habis masa berlakunya dan tanah terlantar seluas 0,4 juta hektar, dan 4,1 juta Ha dari pelepasan kawasan hutan. Kedua, target pencapaian 12,7 juta Ha untuk alokasi Perhutanan Sosial seperti Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Desa (HD), dan Hutan Tanaman Rakyat (HTR).

Dari kedua target ini diketahui bahwa:

Pertama, Inti dari kebijakan RA Jokowi adalah legalisasi asset atau sertifikatisasi yang justru berorientasi untuk memperluas pasar tanah (land market) dan kredit perbankan. Dalam jangka panjang, program ini semakin membuka peluang perampasan tanah karena sertifikasi hanya akan memudahkan praktik jual-beli tanah yang menguntungkan tuan tanah dan perbankan yang menyita asset kaum tani. Program ini terkait dengan skema Bank Dunia sebelumnya melalui Land Administration Project (LAP).

Tanah perhutanan tidak dibagikan dengan memberikan hak penuh kepada rakyat namun dijalankan dengan skema tumpang sari yang memungkinkan terjadinya sistem bagi hasil yang tidak adil. Selain itu, lahan hasil redistribusi intinya hanya menyasar seluas 400.000 Ha tanah bekas HGU dan tanah telantar, bukan mengakhiri eksistensi monopoli tanah yang saat ini masih berlanjut. Dengan program ini, Reforma Agraria pemerintahan Jokowi justru akan melestarikan monopoli tanah oleh korporasi skala besar yang tetap berkuasa memonopoli  tanah, menghisap dan menindas buruh tani dan tani miskin.

Kedua,  Program Reforma Agraria Jokowi tidak memiliki ketegasan terhadap penguasaan tanah besar jutaan hektar (perkebunan besar, hutan, Taman Nasional, dan pertambangan raksasa) oleh tuan tanah besar yang diwakili korporasi raksasa milik asing, perusahaan besar Negara, dan swasta dalam negeri sebagai dasar kokohnya sistem monopoli tanah dalam sistem pertanian terbelakang di Indonesia. Hal inilah yang menyebabkan keterbelakangan tenaga produktif di perdesaan, kemiskinan dan kemalaratan yang meluas, dan kekerasan yang dialami petani dan rakyat akibat perampasan tanah.

Ketiga, Program RA Jokowi tidak memiliki kontrol atas sarana produksi (bibit, pupuk, obat-obatan, teknologi dan alat kerja) dan harga produk pertanian sehingga dapat melindungi kaum tani. Sebaliknya, Negara hanya memberikan keleluasaan bagi perusahaan besar asing mengontrol sarana produksi dan harga pertanian. Kondisi ini akan semakin memburuk ketika Pemerintah tidak mampu menjamin upah dan perbaikan penghidupan kaum tani, semakin besarnya peribaan (bunga kredit perbankan, lintah darat) karena kegagalan dalam meningkatkan produksi dan perekonomian tani.

Keempat, RA Jokowi tidak lahir dari dukungan langsung dan menyeluruh dari kaum tani Indonesia melalui organisasi massa tani. Proses penyusunan program dan tim kerja RA Jokowi tidak mewakili posisi kaum tani dan organisasinya di dalam keseluruhan proses persiapan dan pelaskanaan RA Jokowi.

AGRA dan kaum tani berpendirian bahwa reforma agraria sejati memastikan perombakan struktur agraria secara menyeluruh, tidak parsial. Reforma agraria sejati menjadi dasar utama pembangunan industri nasional sehingga dapat menjadi jalan bagi seluruh masalah rakyat Indonesia secara ekonomi, politik, dan kebudayaan.

Oleh karena itu AGRA menyatakan sikap:
  1. Menolak Reforma Agraria Jokowi-JK dan menuntut pelaksanaan Reforma Agraria Sejati.
  2. Hentikan persiapan dan pelaksanaan reforma agraria yang saat ini dijalankan karena hanya akan membiaskan makna Reforma Agraria Sejati dan membohongi rakyat dengan konsep reforma agraria palsu.
  3. Hentikan monopoli dan perampasan tanah kaum tani dan rakyat Indonesia di berbagai daerah akibat pengembangan investasi di berbagai sektor: perkebunan skala besar, kehutanan, pertambangan, energi, infrastruktur, pariwisata, proyek reklamasi di seluruh wilayah pesisir Indonesia, dan pembangunan pusat-pusat bisnis dan properti komersil di perkotaan.
  4. Hentikan penggusuran, intimidasi, teror, kekerasan, kriminalisasi terhadap kaum tani dan seluruh rakyat indonesia yang memperjuangkan hak-hak demokratisnya. Berikan ganti rugi kepada rakyat dan berikan jaminan atas kerja dan penghidupan bagi kaum tani yang telah menderita akibat operasi khusus Negara, seperti operasi khusus Tinombala di Sulawesi Tengah, yang telah merampas hak hidup kaum tani untuk dapat bekerja di lahan mereka.
  5. Menyerukan kepada seluruh kaum tani dan rakyat Indonesia untuk bersatu menyuarakan dan memperjuangkan hak-hak demokratis, khususnya dalam momentum peringatan Hari Tani Nasional 2016.
 Hidup perjuangan kaum tani Indonesia!
Hidup perjuangan rakyat !

Pimpinan Pusat Aliansi Reforma Agraria (PP-AGRA)
CP: Mohammad Ali 082120135553 (Sekjend PP AGRA)


http://agraindonesia.org/reforma-agraria-jokowi-bukan-reforma-agraria-sejati/

0 komentar:

Posting Komentar