Kamis, 20 September 2018

Press-Release: Dipoyudan Melawan Militer


PERS RELEASE WARGA DIPOYUDAN
[Aliansi Masyarakat Peduli Tanah untuk Rakyat]




Latar belakang / Kronologis

Tahun 1927 KNIL mendirikan kompleks hunian tentara di atas tanah Puralaya (kuburan) status meminjam tanah Kraton (Sultanaat Grond, SG), 40 rumah (8 Blok G, 32 Blok H) dan 1 lokasi makam. 1949 kompleks hunian KNIL jadi rampasan perang TNI, namun sudah dihuni oleh 10 keluarga POLRI. 1950 dan 1954 UU No 3 tahun 1950 tentang Pembentukan DIY dan Perda DIY No 5 tahun 1954 tentang Hak atas Tanah di DIY terbit, hak pakai turun-temurun ditetapkan sebagai Hak Milik warga yang menempati. Blok Pathuk untuk kompleks Kepolisian dikembalikan ke Pemda. Blok Pathuk untuk kompleks TNI dikembalikan ke Kasultanan. 1960-an dihuni oleh keluarga TNI dengan dasar surat penempatan KOREM 072 Pamungkas Yogyakarta.

Tahun 1960-an Tanah Swapraja (SG) beralih menjadi tanah negara menurut UU No 5 Tahun 1960. Namun dalam praktiknya Tanah Swapraja masih diakui dan penatagunaannya masih berlangsung. 1970-an warga yang menghuni memperpanjang masa hunian berdasar ijin Korem 072 Yogyakarta. 1980-an ABRI menerbitkan surat yang menyatakan Blok Pathuk bukan aset Angkatan Darat. 1984 UU Agraria diberlakukan sepenuhnya, Tanah Negara bebas dapat didaftarkan jadi HGB atau Hak Milik.

Tahun 2000 warga dihimbau untuk mengurus Magersari oleh Kawedanan Hageng Sri Wandowo (GBPH Joyokusumo) di atas tanah Puralaya Dipojodho/Kyai Jlomprong, sekalian menjadi abdi dalem dan juru kunci. Hal ini untuk menjamin agar warga dalam perlindungan Kraton. Surat kekancingan KHSW diterbitkan. Umumnya, kekancingan tanah secara resmi diterbitkan KHP Wahonosartokriyo Panitikismo.

Tahun 2000-2007 setiap kali pergantian Komandan Korem selalu ada upaya dari tentara untuk mengambil Blok Pathuk, namun terganjal status Magersari terbitan KHSW. Tahun 2007 Perpanjangan Magersari dilakukan dan diterbitkan kekancingan tanpa batas waktu masa berlaku. Tahun 2008 salah satu rumah dikuasai TNI karena penghuni baru (anggota DPRD Kota Fraksi ABRI pada masa Orba) meminjam rumah dari penghuni lama Dr. Bambang Setiadi sebagai pemegang kekancingan. Penghuni baru tersebut mengembalikan kunci ke KOREM. Rumah itu beralamat di NG I/566. Sementara waktu diduduki TNI, karena kekancingan atas nama Dr. Bambang Setiadi, kunci diserahkan kepada warga oleh beliau. Namun, KOREM menggunakan rumah itu untuk Mess KOAD.

Tahun 2010 Blok Pathuk berubah jadi Dipoyudan agar bebas dari intervensi TNI, dan agar memperoleh bantuan dari Pemkot karena jika masih sebagai aset TNI tidak akan mendapat bantuan dari Pemkot dalam bentuk apapun (tanggungjawab TNI, seperti PDAD).

Sejak 2009, Pemkot sudah memberikan bantuan MCK gratis, pengaspalan jalan, KMS, PKH, PEW, KIS/BPJS, dan KIP. Tahun 2011 Dinas Pariwisata mengucurkan dana 11 juta Danais untuk melestarikan kebudayaan di Makam Dipojodho. Setiap bulan Ruwah Kraton memberikan sesaji Kuthomoro untuk nyadran. Tahun 2012 TNI menurunkan 1 truk personil untuk mengeksekusi rumah NG I/566. Tahun 2018 KOREM menerbitkan Undangan Sosialisasi yang menggiring warga untuk menandatangani persetujuan pengosongan rumah, warga menolak memberi tandatangan dan salinan KTP.

Utusan KOREM memberikan Undangan Musyawarah dan ditolak warga karena tanggal dan hari tidak sinkron. Kemudian, KOREM memasang plakat RUMAH DINAS di 40 rumah (38 keluarga pensiunan plakat berwarna kuning, 2 anggota aktif plakat berwarna hijau). Pada rumah yang sama terpasang plakat MAGERSARI KHSW dan RUMAH DINAS. SP (Surat Peringatan) I terbit dan berlaku (Feb - 9 September 2018) dan SP II (21 Agustus - 21 September 2018) terhadap 31 rumah dan SP III (14 - 21 September 2018) diterbitkan untuk penghuni 30 rumah untuk mengosongkan rumah di Blok Pathuk dengan alasan untuk rumah dinas anggota aktif. Satu rumah batal dieksekusi karena dihuni pensiunan TNI yang protes. SP II dijawab warga pada 14 Sept 2018. Hari Jumat tanggal 21 September 2018 adalah batas dari SP III dan tidak menutup kemungkinan adanya eksekusi dari pihak Korem.

Pernyataan Sikap

Berdasarkan kronologis di atas, maka warga yang sudah menempati di Dipoyudan, Ngampilan Jogja mempunyai hak atas tanah tersebut dikarenakan pada tahun 1961, bekas tanah-tanah swapraja telah menjadi objek Reforma Agraria (landreform) melalui PP No 224 /1961. Kemudian Pada 1984, melalui Keputusan Presiden 33/1984 tentang Pemberlakuan UUPA sepenuhnya di DIY, diterbitkan karena desakan Sri Sultan HB IX (Kepala Daerah) dan DPRD, aturan ini pun mulai berlaku sejak 1 April 1984.

Selain itu, hal yang juga tidak bisa dilewatkan adalah adanya dinamika politik yang tercatat dalam serpihan sejarah ihkwal penerbitan Keputusan Presiden. Yakni diterbitkanya Perda DIY No 3 Tahun 1984. Melalui Kemendagri No 66/1984 dan Perda DIY No 3/1984 yang isinya menghapuskan Rijksblad-rijksblad yang jadi dasar hukum Sultan Ground (SG) dan Pakualaman Ground (PAG). Bisa diartikan bahwa sejak 1984, secara resmi dan atau bisa dipastikan sudah tidak ada SG/PAG lagi di DIY. Bukti bahwa SG/PAG tidak berlaku kemudian diterbitkannya sertifikat hak milik dari tanah dari letter C/D/E yang pada tahun 1918 tidak bersertifikat. Berdasarkan Diktum Keempat huruf A Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) tahun 1960, “Hak-hak dan wewenang-wewenang atas bumi dan air dari Swapraja atau bekas Swapraja yang masih ada pada waktu mulai berlakunya Undang-undang ini hapus dan beralih kepada Negara”. 
Dengan demikian jelas bahwa UU Keistimewaan menabrak UUPA dan aturan yang lainnya. Padahal UUPA telah ada terlebih dahulu dan sampai sekarang belum dicabut.

“Tahta untuk rakyat” sebagai pijakan kepemimpinan kasultanan (HB IX), sebuah pijakan bagaimana keputusan-keputasan politik diambil dan dicanangkan, bagaimana sebuah kebijakan-kebijakan bagi warganya (rakyat) harus direalisasikan. Secara prinsip, dasar pijakan tersebut mengambil bentuknya yang senada dengan konsep demokrasi yang dikenal dewasa ini. Dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat, adalah prinsip-prinsip yang terangkum dalam tahta untuk rakyat.

Peneguhan tekad “tahta untuk rakyat, demikian juga “tahta” bagi kesejahteraan kehidupan sosial-budaya, adalah komitmen besar Kraton Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Komitmen tersebut selalu membela kepentingan rakyat, berusaha untuk bersama rakyat, dan memihak hanya pada kepentingan rakyat. Bahwa “tahta untuk rakyat” mesti benar-benar harus dipahami dalam konteks keberpihakan Kraton dalam rangka menegakkan keadilan dan kebenaran serta mengarah pada peningkatan kualitas hidup bagi seluruh rakyatnya.

Lebih jauh, “tahta untuk rakyat” tertuang dalam konsep filosofis “manunggaling kawula gusti”. Hematnya, keberadaan Kraton karena adanya rakyat. Sementara rakyat memerlukan dukungan Kraton agar terhindar dari eksploitasi yang bersumber dari ketidakadilan, kesewenang-wenangan dan keterpurukan. Bahwa Kraton, sejauh konsep tersebut masih dijadikan sebagai alas berpikirnya, tidak akan ragu-ragu memperlihatkan keberpihakannya terhadap rakyat, sebagaimana pernah dilaksanakan pada masa-masa revolusi dulu.

Untuk itulah kami warga yang Dipoyudan yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Peduli Tanah untuk Rakyat (AMPTR) menyatakan sikap:

1. Menolak penggusuran yang terjadi di Dipoyudan oleh Korem 072 Pamungkas.

2. Meminta kepada pihak Kasultanan Ngayogyakarta agar status tanah dikembalikan kepada negara, dan warga bisa mengajukan pendaftaran Sertifikat Hak Milik (SHM), demi tercapainya cita-cita Tahta untuk Rakyat yang melindungi warga Yogyakarta karena warga telah menempati daerah Dipoyudan sekian lama sebagai hak prioritas sebagaimana yang tercantum dalam UUPA. 

3. Hentikan pelaksanaan eksekusi (pengosongan lahan) paksa oleh Korem 072 Pamungkas. 

4. Hentikan represifitas yang dilakukan oleh aparat keamanan terhadap warga Dipoyudan.

Yogyakarta, 20 September 2018

Aliansi Masyarakat Peduli Tanah untuk Rakyat

*Catatan: Rilis Konferensi Pers (Konpres) ini sebenarnya akan dibacakan pada 20 September 2018 lalu, di kantor PBHI Jogja. Namun, konpres terpaksa dibatalkan. Kabarnya: warga Dipoyudan diancam oleh Tentara dan intel BIN yang meminta untuk membatalkan konpres. Selain itu, jurnalis yang mencoba meliput juga ditekan untuk tidak mengangkat kasus tersebut.
ã…¤
#DipoyudanMelawan

0 komentar:

Posting Komentar