Jumat, 22 Februari 2013
Pendahuluan
Merdeka
sudah 63 tahun, namun persoalan tanah yang berkaitan hak kepemilikan
tanah dengan title hak barat seperti eigendom, opstal, erfpacht dll,
masih juga menimbulkan persoalan-persoalan baru dimasyarakat. Padahal
sejak tahun 1960 hak kepemilikan atas tanah tersebut ada yang telah
dihapus atau dikonversi dalam menjadi hak-hak pemilikan yang baru.
Dihapus karena hukum menentukan demikian, misalnya hak tersebut terkena
UU No. 1 tahun 1958, terkena nasionalisasi dst.
UU No. 5 tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria atau biasa disingkat UUPA ( undang-undang pokok agraria ) merupakan pegangan dan pedoman baru pengaturan penguasaan dan pemilikan hak atas tanah setelah kita merdeka, dan sekaligus mencabut ketentuan hukum sebelumnya yang mengatur tentang hak-hak barat tersebut ( buku II BW yang berkaitan dengan tanah ). Alasan politisnya sangat ekploitatif- feodalisme dan diskriminatif, tidak sesuai dengan dasar falsafah dan kemerdekaan Indonesia.
Filosofi konversi hak oleh Negara adalah bentuk pengakuan Negara atas hak keperdataan warga Negara dan kedua, pengaturan kembali hukum hak atas tanah yang lama yang bersifat ekploitatif- diskriminatif, disesuaikan dengan dasar-dasar hukum Indonesia yang berlandaskan pada hukum (adat).
Dasar hukum pengaturan
tanah bekas hak barat diatur dalam UUPA, beserta beberapa peraturan
pelaksanaannya: PMA ( Peraturan Menteri Agraria )No. 2 tahun 1960, PMA
No. 13 tahun 1961, Keppres 32 tahun 1979 jo. PMDN No. 3 tahun 1979, PMDN
No. 6 tahun 1972, PMDN No. 5 tahun 1973 dan terakhir PMNA No. 9 tahun
1999.
Isu hukum yang hendak disampaikan disini adalah khusus tentang prinsip dasar pengaturan pemilikan tanah ( bekas ) hak eigendom sejak terbitnya UUPA tahun 1960 dan peraturan pelaksanaannya yang terkait dengan hal tersebut.
Hak Eigendom
Hak
Eigendom atau lengkapnya disebut " eigendom recht" atau "right of
property" dapat diterjemahkan sebagai " hakmilik ", diatur dalam buku II
BW ( burgerlijke wetboek) atau KUHPerd (Kitab Undang-Undang HUkum
Perdata ). Hak eigendom ini dikontruksikan sebagai hak kepemilikan atas
tanah yang tertinggi diantara hak-hak kepemilikan yang lain. Hak
eigendom merupakan hak kepemilikan keperdataan atas tanah yang
terpenuh, tertinggi yang dapat dipunyai oleh seseorang. Terpenuh karena
penguasaan hak atas tanah tersebut bisa berlangsung selamanya, dapat
diteruskan atau diwariskan kepada anak cucu. Tertinggi karena hak atas
atas tanah ini tidak dibatasi jangka waktu, tidak seperti jenis hak atas
tanah yang lain, misalnya hak erfpacht ( usaha ) atau hak opstal (
bangunan ). ( lihat pasal 570 BW).
Pada
tahun 1960 semua jenis hak atas tanah termasuk hak eigendom bukan
dihapus namun di ubah atau dikonversi " convertion", conversie" menjadi
jenis-jenis hak atas tanah tertentu, dengan suatu persyaratan tertentu
yang harus dipenuhi. Misalnya, hak eigendom menjadi hak milik, hak
erfpacht menjadi hak guna usaha, hak opstal menjadi hak guna bangunan.
Pada tahun 1980 Hak atas tanah (bekas ) barat yang telah dikonversi
yang mempunyai jangka waktu serta yang tidak memenuhi syarat hapus, dan
tenahnya dikuasai oleh Negara " tanah Negara". Bagi mereka bekas
pemegang hak atas tanah diberi kesempatan untuk dapat mengajukan
permohonan hak atas tanah bekas haknya sepanjang tidak dipergunakan
untuk kepentingan umum atau jika tidak diduduki oleh masyarakat pada
umumnya.
Pengertian konversi ini
dalam hukum pada asasnya adalah merupakan perubahan atau penyesuaian
atau bisa dikatakan penggantian yang bertujuan untuk penyeragaman atau
unifikasi hukum. Dengan kata lain konversi ini bertujuan mengadakan
konstruksi ulang pengaturan hak atas tanah yang diatur oleh hukum
sebelumnya diubah disesuaikan dengan hukum yang baru.
Hak eigendom yang sebelumnya diatur oleh hukum perdata barat atau BW ( Burgelijke van Wetboek ) termasuk disini hak atas tanah adat, sejak berlakunya UUPA, diubah atau disesuaikan dengan undang-undang ini. Berdasarkan hukum konversi hak atas tanah barat dan adat menjadi suatu hak atas tanah yang baru terjadi karena hukum ( van rechtwege). Konversi karena hukum baru akan terjadi apabila memenuhi suatu persyaratan tertentu dan dilakukan dengan suatu tindakan hukum berupa suatu penetapan keputusan dari pejabat yang berwenang yang berupa pernyataan penegasan ( deklaratur ) pernyataan penegasan ini untuk status hukum hak atas tanah dan jenisnya dan terpenuhinya syarat bagi pemegang haknya. Misalnya hak eigendom dikonversi menjadi hak milik. Artinya syarat untuk konversi eigendom menjadi hak milik karena persyaratan subyek dan obyeknya terpenuhi.
Hak eigendom yang sebelumnya diatur oleh hukum perdata barat atau BW ( Burgelijke van Wetboek ) termasuk disini hak atas tanah adat, sejak berlakunya UUPA, diubah atau disesuaikan dengan undang-undang ini. Berdasarkan hukum konversi hak atas tanah barat dan adat menjadi suatu hak atas tanah yang baru terjadi karena hukum ( van rechtwege). Konversi karena hukum baru akan terjadi apabila memenuhi suatu persyaratan tertentu dan dilakukan dengan suatu tindakan hukum berupa suatu penetapan keputusan dari pejabat yang berwenang yang berupa pernyataan penegasan ( deklaratur ) pernyataan penegasan ini untuk status hukum hak atas tanah dan jenisnya dan terpenuhinya syarat bagi pemegang haknya. Misalnya hak eigendom dikonversi menjadi hak milik. Artinya syarat untuk konversi eigendom menjadi hak milik karena persyaratan subyek dan obyeknya terpenuhi.
Ada
beberapa kemungkinan yang akan terjadi dalam konversi hak eigendom
berkaitan antara hubungan hukum antara subyek dan obyek hukum yang
berakibat pada perubahan status hukum hak atas tanah:
Pertama,
hak eigendom dikonversi menurut hukum menjadi hak milik, apabila subyek
pemegang haknya adalah warga Negara Indonesia;
Kedua, hak eigendom akan
dikonversi menjadi hak guna bangunan apabila pemegang haknya tidak
memenuhi syarat untuk dapat memperoleh hak milikmaka hak eigendom akan
dikonversi menjadi hak guna bangunan atau jenis hak yang lainnya;
Ketiga, hak eigendom menjadi tanah yang dikuasai Negara apabila pemegang
haknya dalam jangka waktu tertentu tidak mendaftarkan hak konversinya
kepada pejabat yang berwenang.
Pengaturan Hak Eigendom
Prinsip
dasar yang harus dipegang oleh pemegang hak eigendom sejak tanggal 24
september 1960 (berlakunya UU No. 5 tahun 1960 ) hukumnya wajib
mendaftarkan hak konversinya, hal ini merupakan perintah undang-undang. (
lihat pasal I ketentuan konversi UUPA ). Apabila memenuhi persyaratan
yang ditentukan oleh undang-undang ( lihat pasal 21 UUPA) maka
berdasarkan ketentuan konversi sebagaimana yang diatur dalam pasal I
konversi UUPA sejak saat tersebut menjadi hak milik, kecuali yang
mempunyainya tidak memenuhi syarat
Syarat
yang harus dipenuhi bagi para bekas pemegang hak eigendom yang ingin
dikonversi menjadi hak milik ( menurut UUPA ). Pada pokoknya secara
hukum mereka ini pada tanggal 24 september 1960, berstatus warga Negara
indonesia dan mempunyai tanda bukti kepemilikan berupa akta asli (
minuut ) atau salinan ( grosse ) eigendom ( lihat PMA No. 2 tahun 1960
). Luasan tanahnya tidak melebihi batas maksimum dan atau tidak absentee
( gontai ) ( lihat UU No. 56 tahun 1960 jo. PP No. 24 tahun 1961 ).
Selanjutnya jangka waktu pendaftarannya tidak melebihi batas waktu yang
ditentukan yakni 1 tahun sejak 24 september 1960. Bilamana syarat
tersebut dipenuhi maka pejabat administrasi yang berwenang dalam hal ini
Kepala Kantor Pendaftaran Tanah ( KKPT ) pada waktu itu ( BPN setempat
saat ini ) akan mencatat / mendaftar penegasan konversi hak eigendom
tersebut dalam buku tanah dan dikeluarkan sertifikat hak milik atas nama
pemegang bekas hak eigendom tersebut. Tata cara mekanisme pencatatan
penegasan konversi pendaftaran ini lebih rinci diatur dalam PP (
peraturan Pemerintah ) No. 10 tahun 1961 yang selanjutnya diubah dan
diganti dengan PP No. 24 tahun 1997, sedang aturan pelaksanaannya diatur
dalam PMNA ( Peraturan Menteri Negara Agraria ) /KBPN ( Kepala Badan
Pertanahan Nasional ) No. 3 tahun 1997.
Namun
sebaliknya apabila persyaratan tersebut tidak dipenuhi maka hak
eigendom tersebut demi hukum berubah ( konversi ) menjadi hak guna
bangunan yang berlangsung selama 20 tahun. Selanjutnya hak tersebut
hapus, sedangkan tanah tersebut berubah status hukumnya menjadi tanah
yang dikuasai langsung oleh Negara atau biasa disebut dengan tanah
Negara ( lihat Keppres ( keputusan presidan ) No. 32 tahun 1979). Dalam
posisi demikian hubungan hukum antara pemilik ( selanjutnya disebut
sebagai bekas pemegang hak ) dengan tanahnya terputus. Namun demikian
bekas pemegang hak masih mempunyai hubungan keperdataan dengan
benda-benda lain diatasnya, misalnya tanaman, bangunan yang berdiri
diatas tanah tersebut.
Pertanyaan hukumnya adalah apakah bekas pemegang hak masih dimungkin memperoleh hak atas tanah yang dikuasai Negara tersebut?
Prinsip
dasar, pertama, Hukum mengatur bahwa sejak tahun 1980 seluruh hak-hak
barat sudah tidak ada lagi ( karena konversi ) atau hapus yang ada
adalah tanah Negara bekas hak barat. Berdasarkan ketentuan hukum, ada 3
prioritas yang wajib diperhatikan: pertama, kepentingan umum; kedua,
kepentingan bekas pemegang hak, dan; ketiga mereka yang penduduki /
memanfaatkan tanah dengan etiket baik dan tidak mempunyai hubungan hukum
dengan bekas pemegang hak. Kedua, adanya kompensasi terhadap benda2
diatas tanah Negara bekas hak barat tersebut. Artinya siapapun yang
menginginkan hak atas tanah Negara tersebut harus memberikan konpensasi
kepada bekas pemegang haknya
Pertama,
prioritasnya ada pada Negara adalah dipergunakan atau dimanfaatkan
untuk kepentingan umum atau Negara. Kepentingan umum atau Negara ini
perlu penjabaran lebih lanjut. Apakah criteria kepentingan umum atau
Negara. Apabila dipergunakan atau dimanfaatkan untuk kepentingan Negara /
umum maka tertutuplah kemungkinan bekas pemegang hak dan masyarakat
yang menduduki untuk memperoleh hak atas tanah tersebut. Namun demikian
Negara akan memberikan kompensasi baik bekas pemegang haknya maupun
masyarakat yang pernah menguasai atau mendudukinya.
Kedua,
Apabila tanah Negara tersebut tidak dipergunakankan atau dimanfaatkan
untuk kepentingan umum dan tidak ada pendudukan oleh masyarakat maka
bekas pemegang hak mendapatkan prioritas memperoleh kembali dengan jalan
mengajukan permohonan hak atas tanah tersebut. Dengan catatan apabila
di atas tanah tersebut ada pendudukan masyarakat maka harus ada
kompensasinya untuk mereka.
Ketiga,
prioritas diberikan kepada masyarakat yang menguasai atau menduduki
tanah Negara bekas hak barat tersebut. Apabila bekas hak barat tersebut
berupa pekarangan atau lahan tanpa bangunan maka tidak ada kewajiban
bagi mereka memberikan kompensasi kepada bekas pemegang hak.
Persoalan
hukum yang sering timbul adalah tuntutan mereka menguasai hak eigendom
tersebut sebelum tahun 1960 yang diperoleh dari peralihan hak misalnya
jual beli, hibah, warisan dll. Disini yang harus diperhatikan adalah
apakah tanah eigendom tersebut terkena undang-undang No. 1 tahun 1958,
atau terkena undang-undang nasionalisasi dan apakah proses peralihan
haknya pada waktu itu sudah memenuhi persyaratan perijinan yang harus
dipenuhi.
Kesimpulan
Tanah – tanah Negara ( bekas) eigendom pada prinsipnya dapat dimohonkan sesuatu hak atas tanah oleh siapapun juga, sepanjang tanah tersebut tidak dipergunakan atau dimanfaatkan untuk Negara atau kepentingan umum. Permohonan hak atas tanah Negara bekas eigendom tidak didasarkan pada riwayat kepemilikan seperti warisan hanya petunjuk bukan satu-satunya pedoman dalam rangka pengajuan. Hubungan hukum hak keperdataan bekas pemegang hak hanyalah berkaitan dengan benda-benda yang ada diatas tanah bukan tanahnya. Status tanahnya adalah " tanah Negara" ( tanah yang dikuasai langsung oleh Negara ).
Eigendom, Erfpacht, Opstal
Masalah Eigendom verponding yang sering diucapkan oleh sementara orang,baik itu awam atau orang instansi berdasarkan pengalaman kerja kami yang sekian lama,pada dasarnya mereka kurang mengerti arti inti hukum dari istilah itu apa lagi dengan kekuatan berdirinya Departemen Hukum Dan Hak Asasasi Manusia kini.
Di bawah ini kami
ingin memberikan keterangan inti dari arti dan status hak kepemilikan
tanah dan bangunan Eigendom dalam scope umum;
1 .Dalam bahasa Belanda “ Eigendom” berarti sebagai suatu hak pemilikan tetap terhadap suatu aset tanah atau bangunan, biasanya di daftar Letter C.
2.Verponding adalah surat nomor tagihan pajak atas tanah /bangunan yang dimaksudkan.
3.Istilah
Verponding ini kemudian diganti dengan Surat Pajak Hasil Bumi dan
Bangunan yang sekarang kita kenal dengan nama SPPT PBB.
4.Istilah Eigendom
atas tanah/bangunan hanyalah suatu istilah nama yang mana karena
kurangnya penegasan pengetahuan umum bahasa dan hukum sering dipastikan
milik Belanda/asing non Belanda.
5. Kalau kita –kita
paham sekali,lalu bagaimana menyikapi masalah penyerobotan tanah
Eigendom dimana pemiliknya adalah jelas-jelas WNI? Kita bisa mengambil
contoh kasus Tanah Eigendom milik pejuang bangsa kita Alm Dr Soetama. Beliau semula memiliki tanah Eigendom seluas 7 Ha. Namun pada akhirnya hanya bersisa 2.400 M2 saja.
Ada pula
tanah/bangunan Eigendom milik Alm R. Surya Gondo Kusuma (mantan Gubernur
Jateng) yang begitu saja diduduki instansi Dinas Pembibitan
Dep.Pertanian. Karena dikategorikan tanah bangunan milik Belanda, ahli
waris pemilk hanya bisa gigit jari.
Ini kami paparkan
karena kami adalah orang lapangan yang sehari-hari bergelut dengan
masalah tersebut yang beraneka ragam bentuknya terhadap/pada setiap
obyek.
6. Jadi pemilik-pemilik tanah bangunan Eigendom bisa saja;
a. pemilik awal dahulu adalah orang asing yang berwarga negara RI di zaman Belanda.
b. ahli waris orang tersebut yang WNI ,karena ahli waris itu seorang pribumi (Nyai-nyai) apa lagi anak-anaknya. Dari pisahnya ikatan pernikahan setelah suami meninggal dunia maka status istri /ahli waris kembali menjadi pribumi.
c. orang-orang WNI dan pribumi bangsa kita yang kebanyakan ekonominya lemah hingga tidak mampu melaksanakan konversi/pendaftaran ulang seperti kesempatan dari negara tahun 1964 dan 1974.
Permasalahan yang
sering terjadi di lingkungan perkotaan adalah: 90 % terjadi okupasi
(pendudukan) terhadap tanah-tanah tersebut. Okupasi tersebut dilakukan
baik oleh instansi maupun perorangan, yang terkadang bahkan dilakukan
atas dasar rekomendasi dari P3MB. Hal ini sangat kuat dan secara tidak
tertulis diakui oleh semua pihak. Sebab pada saat itu Presiden
menyatakan bahwa negara dalam keadaan “Darurat Perang” ( sepanjang ingatan kami, hal ini terjadi waktu kasus Irian Barat).
Sejak dari sinilah timbul kerancuan-kerancuan mengenai pemilikan atas tanah-tanah tersebut. Timbulnya salah pengertian mengenai Eigendom tersebut adalah identik dengan Belanda. Dengan bukti dasar semu sejak pendudukan Jepang, Belanda- (bahkan bangsa kita yang berpostur mirip Belanda-Arab) lari meninggalkan tanah dan rumahnya mengungsi sampai keluar negeri. Sehingga mulai saat itu kalau ada rumah kosong dipastikan milik orang Belanda atau mirip Belanda. Mereka semua lari mengungsi karena takut dibantai oleh Jepang.
Sebagai lanjutan
dari uraian keterangan kami tersebut di atas, sebenarnya banyak sekali
contoh bukti kasus Eigendom dan sejenisnyayang kami tangani. Ada yang
selesai dengan posisi ahli waris babak belur dan harus mau terima apa
adanya.Terutama tanah /bangunan yang dikuasai TNI/POLRI.
Semua ulasan ini kami sumbangkan kepada Bapak Joyo Winoto sebagai Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) guna bantuan menyikapi penataan sistem koordinasi
antar instansi dan badan hukum legal dan sosialisasi kepada lurah-lurah
/Kepala Desa karena 99% keruwetan mulai timbul dari level ini.
Mohon perhatian
bahwa di Kantor-kantor Kelurahan/Kepala Desa, sering kita temui bahwa
Buku Letter C tidak ada. Dengan alasan dibawa oleh Lurah/Kepala Desa
terdahulu dan (dinyatakan ) hilang. Inilah sumber dari gelapnya situasi
dan kondisi. Menurut peraturan Undang-Undang Kepegawaian Negeri bukankah
menghilangkan buku Letter C yang merupakan panduan kepemilikan utama
dapat dikenakan berbagai sanksi, yang bahkan sampai dengan Pidana? Hal
ini mohon benar-benar disikapi tegas.
Demikian ulasan
kami semoga bisa membanntu kebijakan Reforma Agraria. Dengan point
memediasi representasi legal menekan Opportunity lost ketitik nol dan
obsesi 1000 Trilliun Rupiah masuk ke Sistem Ekonomi dan Politik di
Indonesia.
http://kalimatkalimata.blogspot.com/2013/02/tanah-dan-hukum-tanah.html
0 komentar:
Posting Komentar