Senin 29 Juli 2019 19:55 WIB
Komisioner Komnas HAM Beka
Ulung Hapsara saat menggelar diskusi dengan warga Urutsewu, Kebumen, Jawa
Tengah.
Jakarta, NU Online Warga Urutsewu, Kabupaten
Kebumen, Jawa Tengah mengadu kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas
HAM) atas hak tanahnya yang dipagar oleh TNI AD di Yogyakarta pada Jumat
(26/7).
Pihak TNI mengklaim tanah tersebut sebagai aset miliknya.
Pada hari yang sama, bahan material sampai ke Desa Brecong, Kecamatan
Buluspesantren.
Ratusan warga melakukan penolakan pemagaran dengan
memukul mundur satu beko. Kedatangan beko tersebut guna memulai proses
pemagaran tanah yang diklaim menjadi hak TNI AD. Dengan dikawal pula oleh para
TNI AD, beko tersebut terpaksa mundur karena warga bersikeras untuk tidak
melepaskan tanahnya.
Melihat fakta demikian, Komisioner Komnas HAM Beka Ulung
Hapsara menegaskan dua hal. Pertama, meminta TNI menghentikan pembangunan
tembok pembatas.
“Meminta kepada TNI untuk menghentikan sementara
pembangunan tembok pembatas sampai permasalahan konflik tanah selesai,” katanya
pada Senin (29/7).
Kedua, Komnas HAM juga mendorong pemerintah membantu
mengakhiri konflik tersebut. “Mendorong pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan
pemerintah Kabupaten Kebumen untuk aktif memfasilitasi penyelesaian konflik
tanah tersebut,” ujarnya.
Sebelumnya, isu pemagaran tanah tersebut mulai santer
terdengar pada Senin (8/7). Sejak saat itu warga bersiap-siap dan seluruh warga
melakukan istighosah di lapangan, berdoa agar upaya pemagaran itu tidak jadi
dilaksanakan.
Hari berikutnya, Selasa (9/7) malam, warga mendapat surat
dari TNI untuk melakukan pertemuan guna mediasi. Selanjutnya, TNI AD
bertemu dengan sejumlah elemen masyarakat di kantor Dinas Penelitian dan
Pengembangan (Dislitbang) TNI AD di Desa Setrojenar, Kecamatan Buluspesantren
pada Kamis (11/7) sore.
Di saat yang sama, warga melakukan unjuk rasa menolak
rencana TNI AD tersebut.
Mereka membawa spanduk dan menggelar istighosah dan doa
bersama di lapangan Desa Setrojenar yang persis berada di depan Dislitbang TNI
AD.
Audiensi ini
dihadiri oleh kepala desa dari tiga desa terdampak beserta perwakilan warga,
camat, dandim, BPN, dan Polsek. Pertemuan itu menghasilkan kesepakatan bahwa
Dandim akan memfasilitasi semua pihak untuk menghadap bupati pada Jumat
keesokan harinya.
Aksi warga kemudian berlanjut dengan bertemu dan
menggelar audiensi dengan Bupati Kebumen, Yazid Mahfudz di Rumah Dinas Bupati
Kebumen, Jumat (12/7). Turut hadir dalam acara tersebut Dandim 0709/Kebumen
Letnan Kolonel (Letkol) Inf Zamril Philiang berserta jajarannya, Sekda Kebumen
Ahmad Ujang Sugiono, Kepala Bagian Hukum Irapuspitasari, dan lainnya juga hadir
pada pertemuan tersebut.
Sementara dari Warga Urut Sewu, datang tokoh masyarakat
Kiai Imam Zuhdi, Seniman Widodo Sunu Nugroho, Dr Teguh Purnomo, dan sejumlah
tokoh lain. Sayangnya, pertemuan itu berakhir deadlock alias tidak menemukan
titik temu.
Dalam kesempatan tersebut, Dandim Letkol Inf Zamril
Philiang menegaskan pemagaran akan dilaksanakan. Ini melanjutkan program
pemagaran sebelumnya. Kali ini pemagaran dilakukan sepanjang 2,7 kilometer.
Adapun desa yang dilintasi yakni Setrojenar, Brecong Kecamatan Buluspesantren
dan Desa Entak Kecamatan Ambal.
Seminggu kemudian, datang dua truk membawa material pasir
dan batu melintas di jalan lintas paling selatan, yaitu di Desa Setrojenar,
pada Kamis (18/7). Di perempatan tersebut, ada warga yang mengetahui kedatangan
dua truk itu lalu menanyakan kepada supir truk apa maksud kedatangannya.
Lantaran sudah ada isu akan ada pemagaran oleh TNI
membuat warga lebih was-was. Benar saja, truk tersebut datang untuk melakukan
pemagaran.
Menerima informasi tersebut warga lantas memberhentikan
truk tersebut dan memaksa truk itu untuk pergi. Truk tersebut lantas putar
balik ke arah timur menuju ke Desa Entak. Mulailah pemagaran pagar beton
pertama di Desa Entak pada malam hari. Akan tetapi di desa tersebut proses
pemagaran itu juga mendapat perlawanan dari warga. (Syakir
NF/Zunus Muhammad)
nu.or.id