Mon,
23 Sep 2019 - 02:57 WIB
Arif Widodo, M Arif Prayoga
SM/Arif Widodo - MELAKUKAN PEMAGARAN : Pekerja melakukan pemagaran di
Urut Sewu Kebumen beberapa waktu lalu. (55)
Konflik Urut Sewu Kebumen terus berulang sejak 2011.
Bentrokan antara warga dan TNI pun berlanjut terkait perebutan lahan. Seperti
tidak ada akhirnya, bentrokan berlanjut pada 2015 dan 2019 ini.
BENTROKAN antara warga dan TNI yang terjadi
belakangan ini, tepatnya 11 September lalu, berlokasi di Desa Brecong,
Kecamatan Buluspesantren. Kendati tidak ada korban jiwa dari serentetan
bentrokan tersebut, namun konflik yang terjadi itu sudah sangat melelahkan.
Apalagi berbagai upaya untuk menyelesaikan konflik itu sudah dilakukan.
Bahkan penyelesaian secara hukum sebenarnya sudah
ditempuh hingga menghasilkan putusan Mahkamah Agung RI Nomor 05 P/HUM/2011.
Putusan tersebut menolak permohonan keberatan terkait hak uji materiil terhadap
Perda Provinsi Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi Jawa Tengah tahun 2009-2029.
Berdasar perda, Urut Sewu Kebumen merupakan kawasan
pertahanan keamanan. Wilayah tersebut mencakup Kecamatan Mirit, Ambal, dan
Kecamatan Buluspesantren. Lokasi sepanjang 22,7 kilometer tersebut telah
dipagar sekitar 17,8 kilometer dan akan diselesaikan tahun ini.
Bentrokan di Brecong beberapa waktu lalu terjadi saat
pemagaran tinggal 4,9 kilometer lagi. Padahal jika merunut proses penyelesaian
sebelumnya sudah ada kesepakatan dari tiga desa yang meliputi Desa Brecong,
Ayamputih, dan Desa Setrojenar, yang masing-masing masih berada di Kecamatan
Buluspesantren.
Kesepakatan yang tertuang dalam dokumen forum tiga kepala
desa Urut Sewu (Setrojenar-Ayamputih-Brecong) Nomor 03/B/SMD-FTKDUS/X/2013 itu
antara lain menyatakan mengakui, menerima, dan siap bekerja sama dengan TNI
untuk menjadikan kawasan pesisir Urut Sewu sebagai Kawasan Strategis Nasional
(KSN) pertahanan dan keamanan yang diperuntukkan sebagai lokasi latihan TNI dan
uji coba alutsista.
Bukti Pembayaran
Pajak
Pernyataan yang ditandatangani oleh masing-masing kepala
desa dan ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) setempat pada 1 Oktober 2013
itu juga menerima dan siap bekerja sama dengan TNI untuk melaksanakan proyek pemagaran
aset tanah negara sebagai batas wilayah latihan dan uji coba alutsista dan
keamanan aktivitas warga.
Dandim 0709 Kebumen Letkol Inf Zamril Philiang
mengemukakan, berdasarkan Surat DJKN Kanwil Provinsi Jawa tengah Nomor S-
825/KN/2011 tanggal 29 April 2011 disebutkan bahwa tanah kawasan latihan TNI
seluas 1.150 hektare itu diperoleh dari peninggalan KNIL tahun 1949. Senada,
Kepala Penerangan Kodam IV Diponegoro Letkol Kav Susanto menegaskan lahan
tersebut bukan tanah warga seperti yang telah diklaim.
Selain itu, lanjut dia, pihak Kodam IV/Diponegoro
memberikan kesempatan kepada warga untuk bisa membuktikan surat kepemilikan
yang sah atas lahan tersebut. Pemagaran yang merupakan program pusat itu telah
masuk tahap ketiga dan merupakan kelanjutan dari apa yang dilakukan pada 2013
dan 2015.
Lokasinya di tiga desa meliputi Desa Entak Kecamatan
Ambal, Desa Brecong, dan Desa Setrojenar. Zamril menegaskan, pemagaran yang
diamankan TNI itu bukan berarti menutup akses. Namun sebagai batas atau tanda
aman saat digunakan uji coba menembak laboratorium Dislitbangad.
”Masyarakat pun diberi pintu masuk dan jalan ke lokasi.
Dan apabila bertani juga dipersilakan. Karena TNI sangat pro untuk membantu
ekonomi masyarakat,” tegasnya.
Salah satu warga Desa Setrojenar Asnawi mengungkapkan,
konflik tanah itu mencuat karena ada bukti pembayaran pajak letter C yang
dikeluarkan desa.
Bahkan ada yang mengklaim memiliki sertifikat di tanah
Urut Sewu. Padahal siapa pun mengetahui bahwa tanah tersebut adalah
berasenagaja(dibiarkan tidak dipakai). Asnawi menyebut gelagat adanya konflik
itu sudah tercium sejak 2007 saat kelompok dari luar datang untuk mengumpulkan
warga setiap malam Minggu. Selanjutnya benarbenar pecah konflik tahun 2011
berlanjut pada 2015 dan 2019.
Sementara itu, Bupati Kebumen Yazid Mahfudz mengaku sudah
menyampaikan kepada Presiden dalam menyelesaikan konflik Urut Sewu tersebut.
Sebelumnya, dia sudah membicarakannya dengan pihak BPN, Pangdam IV Diponegoro,
serta Gubernur Jawa Tengah.
“Penyelesaiannya dengan mendata warga yang memiliki bukti
seperti letter C maupun sertifikat tanah. Nanti setelah terkumpul akan kita
beli dan kemudian kita serahkan kepada TNI,” jelasnya. Bagi yang tidak memiliki
bukti, lanjut Yazid, tentu tidak wajar jika akan menuntut ganti rugi.
Langkah penyelesaian tersebut ditempuh setelah pihaknya
meminta warga yang keberatan agar menempuh jalur hukum di pengadilan ternyata
tidak dilakukan. ìPada prinsipnya kita membela rakyat. Terutama warga yang
memiliki hak milik tanah di Urut Sewu,î jelas Yazid yang meminta penghentian
sementara pemagaran tersebut.
Kumpulkan Data
Adapun Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menyatakan
masih mengumpulkan data-data kepemilikan lahan untuk menuntaskan konflik
agraria di kawasan Urut Sewu. Menurutnya, bentrok terjadi karena ada pihak yang
tak sabar.
Ia tidak mengira di tengah proses pengumpulan data,
bentrok pecah antara warga Desa Brecong dengan TNI pada Rabu (11/9). Ganjar
mengklaim, sepekan sebelum bentrokan masing-masing pihak telah sepakat
menghimpun data terlebih dulu.
”Sebenarnya satu minggu sebelum kejadian kami sudah
ketemu, makanya saya kaget. Hasil pertemuannya itu minta kami mengumpulkan data
masing-masing agar BPN bisa memverifikasi satu-satu, karena itu cara yang
paling fair tho,” kata Ganjar .
Ganjar meminta Pangdam IV Diponegoro untuk memerintahkan
penghentian sementara proses pemagaran.
”Rabu langsung menelepon Pangdam. Bahkan saya sudah
ketemu Kasad, ketemu Panglima TNI untuk menyampaikan ini, maka saya minta hari
itu untuk menghentikan pemagaran dan Panglima setuju, Kasad setuju, Pangdam
setuju saya rasa itu cara yang paling bagus untuk sementara waktu bisa
meredam.” Ia pun menyayangkan insiden tersebut.
Menurut Ganjar, permasalahan sengketa lahan ini bisa
diselesaikan jika masing-masing pihak duduk bersama, membahasnya dengan kepala
dingin dan menyandingkan data. Dengan membeberkan seluruh data yang ada, maka
menurutnya pemerintah dapat memverifikasi dan memutuskan dengan bijak. Selama
proses menghimpun data dan verifikasi tersebut, Ganjar mengimbau agar masing-masing
pihak menahan diri.
Kalaupun tak sabar, ia menyarankan kelompok yang
keberatan lebih baik mengajukan gugatan hukum. Sementara Koordinator Tim
Advokasi Perjuangan Urutsewu Kebumen (TAPUK) Teguh Purnomo membenarkan proses
pemagaran di kawasan tersebut memang telah dihentikan untuk sementara. Setelah
itu, warga pun mulai beraktivitas seperti biasa.
Meski demikian, masyarakat tetap waspada guna
mengantisipasi jika ricuh kembali terjadi. Teguh menambahkan, warga berharap
pemerintah daerah dan seluruh pemangku kepentingan bisa segera menuntaskan
konflik lahan yang sudah menahun tersebut. Ia juga meminta pemerintah tak
melulu membebankan tanggung jawab pembuktian kepada warga.
”Warga sebenarnya sudah berkali-kali diminta buktinya,
dan sudah menyerahkan itu. Jadi jangan dibebani pembuktian terus, toh warga
juga bukan lembaga peradilan. Kalau dulu sudah ada, ya sudah. Jadi jangan
rakyat dibuat jenuh,” keluh dia. Pada Rabu (11/9), bentrok kembali terjadi
antara TNI dan warga Desa Brecong di kawasan Urut Sewu.
Warga dikabarkan terkena pukulan anggota TNI. Kodam IV
Diponegoro mengakui tindakan represif aparat kepada warga. Namun, Kapendam
Letkol Kav Susanto berdalih tindakan keras aparat di lapangan dilakukan karena
warga tak bisa dikendalikan. Dia mengklaim pihaknya terpaksa mengambil langkah
represif agar warga mau meninggalkan area tersebut. (Arif Widodo,
M Arif Prayoga-23)
0 komentar:
Posting Komentar