RANCANGAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN
NOMOR TAHUN 2011
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEBUMEN
TAHUN 2011- 2031
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI KEBUMEN,
Menimbang : a. bahwa mengarahkan pembangunan dengan memanfaatkan
ruang wilayah secara berdaya guna, berhasil guna, serasi,
selaras, seimbang, dan berkelanjutan merupakan salah satu
sarana dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
pertahanan keamanan;
b. bahwa perkembangan Kabupaten Kebumen sebagai wilayah
strategis yang secara faktual termasuk dalam kategori
kawasan cepat berkembang yang dikategorikan ke dalam
Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) dengan tahapan
pengembangan yang diarahkan untuk mencapai peningkatan
fungsi wilayah melalui proses revitalisasi dan percepatan
pengembangan kota-kota pusat pertumbuhan nasional;
c. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan
pembangunan antar sektor, daerah dan masyarakat maka
Rencana Tata Ruang Wilayah merupakan arahan lokasi
investasi pembangunan yang dilaksanakan pemerintah,
masyarakat, dan/atau dunia usaha;
d. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah
Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional, maka strategi dan arahan kebijaksanaan
pemanfaatan ruang wilayah Nasional dan Perda Nomor 6
Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
Jawa Tengah perlu dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Kebumen;
e. bahwa berdasarkan pada pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d perlu
membentuk Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Kebumen Tahun 2011-2031;
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara
Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang
Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam Lingkungan
Propinsi Jawa Tengah;
2
3. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun
1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 29, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4374);
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah
beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4844);
5. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4725);
6. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan
dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5188);
7. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi
Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2011 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5214);
8. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5234);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1950 tentang
Penetapan Mulai Berlakunya Undang-Undang Nomor 13
Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah
Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Tengah;
10. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk
dan Tata Cara Peran Masyarakat Dalam Penataan Ruang
3
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5160);
14. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang
Pengesahan, Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan
Perundang-Undangan;
15. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 6 Tahun
2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa
Tengah (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun
2010 Nomor 6, Tambahan Lembaran Derah Provinsi Jawa
Tengah Nomor 28 );
16. Peraturan Daerah Kabupaten Kebumen Nomor 1 Tahun 2010
tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
(RPJP) Kabupaten Kebumen Tahun 2005-2025 (Lembaran
Daerah Kabupaten Kebumen Tahun 2010 Nomor 1,
Tambahan Lembaran Derah Kabupaten Kebumen Nomor 36);
Menetapkan
:
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KEBUMEN
dan
BUPATI KEBUMEN
MEMUTUSKAN :
PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG
WILAYAH KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2011-2031.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah adalah
Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan
pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur atau Bupati dan
perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah.
3. Bupati adalah Bupati Kebumen.
4. Kabupaten adalah Kabupaten Kebumen.
5. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut,
dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai
satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain
hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan
hidupnya.
6. Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
7. Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman
dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi
sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat
yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional.
4
8. Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu
wilayah yang
meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan
ruang
untuk fungsi budi daya.
9. Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata
ruang,
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
10. Penyelenggaraan Penataan Ruang adalah kegiatan yang meliputi
pengaturan,
pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang.
11. Pengaturan Penataan Ruang adalah upaya pembentukan landasan
hukum
bagi pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam penataan
ruang.
12. Pembinaan Penataan Ruang adalah upaya untuk meningkatkan
kinerja
penataan ruang yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah
daerah,
dan masyarakat.
13. Pelaksanaan Penataan Ruang adalah upaya pencapaian tujuan
penataan
ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang.
14. Pengawasan Penataan Ruang adalah upaya agar penyelenggaraan
penataan
ruang dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
15. Perencanaan Tata Ruang adalah suatu proses untuk menentukan
struktur
ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan
rencana tata
ruang.
16. Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang
dan
pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan
program beserta pembiayaannya.
17. Pengendalian Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan
tertib tata
ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.
18. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala
bagian jalan,
termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan
bagi
lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan
tanah, di
bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air,
kecuali
jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.
19. Sistem Jaringan Jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang
saling
menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah
yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan
hierarkis.
20. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
21. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kebumen yang selanjutnya
disingkat
RTRW Kabupaten Kebumen adalah hasil perencanaan tata ruang wilayah
Kabupaten Kebumen.
22. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta
segenap
unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan
aspek
administratif dan/atau aspek fungsional.
23. Wilayah Kabupaten Kebumen adalah seluruh wilayah Kabupaten
Kebumen
yang meliputi ruang daratan, ruang laut dan ruang udara, termasuk
ruang di
dalam bumi berdasarkan Peraturan Perundang-undangan.
24. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau
budidaya.
25. Kawasan Lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi
utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya
alam
dan sumber daya buatan.
26. Kawasan Budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi
utama
untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya
alam,
sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.
27. Kawasan Perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
bukan
pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman
perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan,
pelayanan
sosial dan kegiatan ekonomi.
5
28. Kawasan Perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan
fungsi
kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
29. Kawasan Agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau
lebih pusat
kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian
dan
pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya
keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem
permukiman dan
sistem agrobisnis.
30. Kawasan Minapolitan adalah kawasan yang membentuk kota
perikanan, yang
memudahkan masyarakat untuk bisa mengembangkan perikanan, dengan
kemudahan memperoleh peralatan tangkap, benih melalui unit
perbenihan
rakyat, pengolahan ikan, pasar ikan dan mudah mendapatkan pakan
ikan,
yang dikelola oleh salah satu kelompok yang dipercaya oleh
pemerintah.
31. Kawasan Strategis adalah bagian wilayah kabupaten yang
penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting terhadap
kepentingan ekonomi, sosial, budaya, dan/atau kelestarian
lingkungan.
32. Kawasan Strategis Nasional (KSN) adalah wilayah yang penataan
ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara
nasional
terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara,
ekonomi,
sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah
ditetapkan
sebagai warisan dunia.
33. Kawasan Strategis Provinsi (KSP) adalah wilayah yang penataan
ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam
lingkup
provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan.
34. Kawasan Strategis Kabupaten (KSK) adalah wilayah yang penataan
ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam
lingkup
kabupaten terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.
35. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah
kawasan perkotaan
yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau
beberapa
kecamatan.
36. Pusat Kegiatan Lokal promosi yang selanjutnya disebut PKLp
adalah pusat
kegiatan yang dipromosikan untuk kemudian hari dapat ditetapkan
sebagai
PKL.
37. Pusat Pelayanan Kawasan atau disingkat PPK merupakan kawasan
perkotaan
yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau
beberapa desa.
38. Pusat Pelayanan Lingkungan atau disingkat PPL merupakan pusat
permukiman yang berfungsi untuk melayani skala antar desa.
39. Perkeretaapian adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas
prasarana,
sarana dan sumber daya manusia, serta norma, kriteria, persyaratan
dan
prosedur untuk penyelenggaraan transportasi kereta api.
40. Wilayah Sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumberdaya
air dalam
satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil
yang luasnya
kurang dari atau sama dengan 2.000 km2 (dua ribu kilo meter
persegi).
41. Daerah Aliran Sungai adalah suatu wilayah daratan yang
merupakan satu
kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi
menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah
hujan
ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan
pemisah
topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang
masih
terpengaruh aktifitas daratan.
42. Ruang Terbuka adalah ruang-ruang kota atau wilayah yang lebih
luas baik
dalam bentuk area memanjang/jalur dimana dalam penggunaannya lebih
bersifat terbuka hijau dan ruang terbuka non hijau.
43. Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disebut RTH adalah area
memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih
bersifat
6
terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah
maupun
yang sengaja ditanam.
44. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan/atau
ditetapkan
oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaaannya sebagai hutan
tetap.
45. Hutan adalah kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi
sumber daya
alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.
46. Hutan Produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi
pokok
memproduksi hasil hutan.
47. Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok
sebagai
perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air,
mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut
dan
memelihara kesuburan tanah.
48. Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan di
Bawahnya
adalah kawasan yang berada pada ketinggian diatas 2.000 (dua ribu)
meter
dan/atau kelerengan di atas 45 (empat puluh lima) derajat, yang
apabila tidak
dilindungi dapat membahayakan kehidupan yang ada di bawahnya.
49. Kawasan Perlindungan Setempat mencakup kawasan sempadan sungai
dan
kawasan sekitar mata air.
50. Kawasan Hutan Suaka Alam adalah hutan dengan ciri khas
tertentu, yang
mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman
tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga berfungsi sebagai
wilayah
sistem penyangga kehidupan.
51. Kawasan Hutan Pelestarian Alam adalah hutan dengan ciri khas
tertentu,
yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga sistem
kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa,
serta
pemanfaatannya secara lestari sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya.
52. Kawasan Rawan Bencana adalah Kawasan yang pernah atau
berpotensi tinggi
mengalami bencana seperti tanah longsor, banjir, gelombang
tsunami, abrasi
dan letusan gunung berapi yang perlu dikelola agar dapat
menghindarkan dari
ancaman bencana.
53. Kawasan Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar
kawasan
lindung baik berupa kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan
yang
berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal/lingkungan hunian dan
tempat
kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
54. Kawasan Perikanan adalah kawasan budidaya sumber daya
perikanan air
tawar.
55. Kawasan Perkebunan adalah kawasan yang dikembangkan dengan
fungsi
tanaman komoditi skala besar yang meliputi perkebunan tanaman
tahunan,
atau perkebunan tanaman semusim.
56. Kawasan Peternakan meliputi kawasan yang dikembangkan dengan
fungsi
untuk kegiatan peternakan ternak besar, peternakan ternak kecil
dan
peternakan unggas.
57. Kawasan Pariwisata adalah kawasan dengan luasan tertentu yang
dibangun
atau disediakan untuk memenuhi kebutuhan Pariwisata.
58. Kawasan Industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan
industri yang
dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan
dan
dikelola oleh perusahaan Kawasan Industri yang telah memiliki Izin
Usaha
Kawasan Industri.
59. Kawasan Pertambangan adalah wilayah yang memiliki potensi
sumber daya
bahan tambang yang berwujud padat, cair, atau gas berdasarkan
peta/data
geologi dan merupakan tempat dilakukannya sebagian atau seluruh
tahapan
kegiatan pertambangan yang meliputi penelitian, penyelidikan umum,
eksplorasi, operasi produksi/eksploitasi dan pasca tambang, baik
di wilayah
daratan maupun perairan, serta tidak dibatasi oleh penggunaan
lahan, baik
kawasan budidaya maupun kawasan lindung.
7
60. Kawasan Pertahanan Negara adalah wilayah yang ditetapkan
secara nasional
yang digunakan untuk kepentingan pertahanan.
61. Kajian Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya disebut
KLHS adalah
rangkaian analisa yang sistematis menyeluruh dan partisipatif
untuk
memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi
dasar
dan terintegrasi dalam pembangunan serta status wilayah atau
kebijakan,
rencana dan program.
62. Agrobisnis adalah daerah yang mampu menghasilkan produk-produk
pertanian dan produk olahan pertanian yang memiliki nilai
kompetitif yang
tinggi baik untuk memenuhi kebutuhan lokal, nasional, maupun
internasional.
63. Ketentuan Umum Peraturan Zonasi adalah ketentuan yang mengatur
pemanfaatan ruang/pemanfaatan kabupaten dan unsur-unsur
pengendalian
pemanfaatan ruang yang disusun untuk setiap klasifikasi
peruntukan/fungsi
ruang sesuai dengan RTRW Kabupaten.
64. Izin Pemanfaatan Ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam
kegiatan
pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
65. Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok orang termasuk
masyarakat
hukum adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan non
pemerintah lain
dalam penataan ruang.
66. Peran Masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam
proses
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan
ruang.
67. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah yang selanjutnya
disingkat BKPRD
adalah badan bersifat ad-hoc yang dibentuk untuk membantu tugas
pelaksanaan tugas koordinasi penataan ruang di daerah.
68. Orang adalah orang perseorangan dan/atau korporasi.
69. Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Tata Ruang adalah
serangkaian tindakan
yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan
bukti yang
dengan bukti itu membuat terang tindak pidana dibidang tata ruang
yang
terjadi serta menemukan tersangkanya.
70. Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia,
Pejabat atau
Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas dan wewenang khusus oleh
Undang-
Undang untuk melakukan penyidikan.
71. Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PPNS
adalah Pejabat
Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan pemerintah
daerah yang
diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan penyidikan
terhadap pelanggaran Peraturan Daerah.
BAB II
RUANG LINGKUP DAN MUATAN
Pasal 2
(1) Ruang lingkup dan muatan RTRW meliputi :
a. tujuan, kebijakan dan strategi rencana tata ruang wilayah
kabupaten;
b. rencana struktur ruang wilayah kabupaten;
c. rencana pola ruang wilayah kabupaten;
d. penetapan kawasan strategis kabupaten;
e. arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten; dan
f. ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten.
(2) Ruang Lingkup Wilayah Kabupaten Kebumen meliputi wilayah
Kabupaten
Kebumen yang terdiri dari 26 kecamatan dengan batas administrasi
sebagai
berikut :
a. sebelah Utara : Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Banjarnegara
8
b. sebelah Selatan : Samudera Hindia
c. sebelah Barat : Kabupaten Cilacap dan Kabupaten Banyumas
d. sebelah Timur : Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Purworejo.
BAB III
TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG
WILAYAH KABUPATEN
Bagian Kesatu
Tujuan Penataan Ruang Wilayah
Pasal 3
Tujuan penataan ruang wilayah adalah mewujudkan perkembangan
wilayah
Kabupaten Kebumen yang mandiri secara ekonomi dan merata
pelayanannya
melalui pengembangan agrobisnis yang berkelanjutan yang aman,
nyaman dan
produktif.
Bagian Kedua
Kebijakan Penataan Ruang Wilayah
Pasal 4
(1) Untuk mewujudkan tujuan penataan ruang wilayah sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal 3, disusun kebijakan penataan ruang wilayah.
(2) Kebijakan penataan ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1),
meliputi :
a. pengembangan kawasan perkotaan sebagai pusat pertumbuhan dan
pelayanan untuk mengembangkan potensi jasa agrobisnis dan potensi
lokal
lainnya di Kabupaten Kebumen;
b. pengembangan kawasan perdesaan sebagai lahan dan penggerak
sektor
agrobisnis dan pusat kegiatan ekonomi masyarakat desa;
c. pengembangan dan pemantapan fungsi transportasi yang memadai
dan
terintegrasi dalam mendukung kegiatan pengembangan agrobisnis dan
potensi lainnya di Kabupaten Kebumen;
d. pemerataan fungsi prasarana wilayah untuk mendukung kegiatan
agrobisnis
dan kegiatan pendukung lainnya;
e. pemantapan fungsi dan perlindungan kawasan lindung untuk
menjaga
kelestarian lingkungan, sumber daya alam dan sumber daya buatan;
f. pengembangan kawasan budidaya dengan tetap menjaga sistem
keseimbangan fungsi ruang dan keberlanjutan dalam jangka panjang;
g. pengembangan kawasan strategis untuk mendukung keterpaduan
pembangunan nilai strategis kawasan dalam penataan ruang;
h. mitigasi bencana dan adaptasi untuk penanganan bencana; dan
i. peningkatan fungsi kawasan pertahanan dan keamanan.
Bagian Ketiga
Strategi Penataan Ruang Wilayah
Pasal 5
(1) Untuk mewujudkan kebijakan penataan ruang wilayah sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal 4, disusun strategi penataan ruang wilayah.
(2) Strategi pengembangan kawasan perkotaan sebagai pusat pertumbuhan
dan
pelayanan untuk mengembangkan potensi jasa agrobisnis dan potensi
lokal
9
lainnya di Kabupaten Kebumen, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (2)
huruf a, meliputi :
a. memantapkan pusat kegiatan perkotaan sebagai bagian dari PKW
yang
memiliki fungsi penting dalam hal jaringan prasarana transportasi;
b. memantapkan pusat kegiatan perkotaan sebagai bagian dari sistem
perwilayahan Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap, Kebumen
(BARLINGMASCAKEB);
c. meningkatkan kualitas pelayanan dan prasarana untuk mendukung
akses
layanan antar kawasan perkotaan, antara kawasan perkotaan dan
perdesaan serta antara kawasan perkotaan dengan pusat pengembangan
agrobisnis;
d. mengarahkan dan meningkatkan peran perkotaan melalui Pusat Kegiatan
Lokal (PKL), Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) dan Pusat Pelayanan
Lingkungan (PPL) sebagai pusat pertumbuhan wilayah sesuai hierarki
masing-masing; dan
e. mengarahkan pertumbuhan perkotaan ke arah dalam deliniasi
kawasan
perkotaan dan mengarahkan pembangunan fisik ke arah vertikal.
(3) Strategi pengembangan kawasan perdesaan sebagai lahan dan
penggerak sektor
agrobisnis, dan pusat kegiatan ekonomi masyarakat desa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b, meliputi :
a. mengembangkan kawasan perdesaan sebagai kawasan penghasil
komoditas
sektor ekonomi sebagai aset utama kegiatan agrobisnis;
b. menumbuhkan keberadaan pusat pertumbuhan perdesaan berupa
Kawasan
Terpilih Pusat Pengembangan Desa (KTP2D) yang berupa Desa Pusat
Pertumbuhan (DPP) dan desa pendukung untuk kegiatan agrobisnis;
dan
c. meningkatkan penyediaan infrastruktur dan fasilitas pelayanan
untuk
meningkatkan intensitas kegiatan perekonomian di kawasan
perdesaan.
(4) Strategi pengembangan dan pemantapan fungsi transportasi yang
memadai dan
terintegrasi dalam mendukung kegiatan pengembangan agrobisnis dan
potensi
lainnya di Kabupaten Kebumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (2)
huruf c, meliputi :
a. mengembangkan jaringan jalan arteri primer, jaringan jalan
lintas nasional
dan jaringan jalan bebas hambatan untuk mendukung perkembangan
kegiatan perekonomian nasional, terutama di kawasan pantai Selatan
Pulau
Jawa;
b. mengembangan Jalur Jalan Lintas Selatan Jawa Tengah yang berupa
jalan
strategis nasional;
c. mengembangkan jalan lintas kabupaten dan lintas kecamatan untuk
mendukung kegiatan agrobisnis;
d. memantapkan fungsi terminal penumpang tipe A di Kabupaten
Kebumen;
e. mengembangkan Terminal Barang untuk kegiatan Agrobisnis dan
Terminal
Barang untuk kegiatan Agrobisnis penunjang untuk mendukung
kegiatan
agrobisnis;
f. mengembangkan jalur kereta api dengan sistem jalur ganda;
g. mengembangkan prasarana penunjang kereta api berupa jalan
layang di
perlintasan jalan;
h. mengembangkan prasarana transportasi sungai dan waduk, berupa
angkutan wisata waduk; dan
i. mengembangkan prasarana transportasi laut untuk menunjang
kegiatan
perikanan dan pariwisata.
(5) Strategi pemerataan fungsi prasarana wilayah untuk mendukung
kegiatan
agrobisnis dan kegiatan pendukung lainnya sebagaimana dimaksud
dalam
Pasal 4 ayat (2) huruf d, meliputi :
a. memperluas dan mengembangkan jaringan prasarana
energi/kelistrikan
yaitu energi listrik termasuk mikro hidro, Bahan Bakar Minyak dan
gas
bumi, sistem prasarana listrik, energi angin dan energi lainnya;
10
b. mengembangkan prasarana telekomunikasi berupa infrastruktur dan
jaringan telepon berupa jaringan kabel telepon, jaringan telepon
nirkabel,
jaringan telekomunikasi satelit untuk meningkatkan jangkauan
keterhubungan dan integrasi wilayah;
c. memperluas dan mengembangkan jaringan sumber daya air berupa
jaringan
air lintas wilayah, wilayah sungai dan waduk kabupaten, jaringan
irigasi,
jaringan air baku untuk air minum dan sistem pengendalian banjir;
dan
d. memperluas dan mengembangkan sistem prasarana lingkungan
mencakup
prasarana pengelolaan lingkungan berupa sumber air minum, sistem
persampahan, sistem limbah, pemadam kebakaran, sistem drainase,
jalur
evakuasi bencana, dan sistem prasarana kabupaten lainnya yang
disesuaikan dengan kebutuhan.
(6) Strategi pemantapan fungsi dan perlindungan kawasan lindung
untuk menjaga
kelestarian lingkungan, sumber daya alam dan sumber daya buatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf e, meliputi :
a. memantapkan fungsi kawasan lindung berupa hutan lindung,
kawasan yang
memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya, kawasan
perlindungan setempat, kawasan suaka alam, pelestarian alam dan
cagar
budaya, kawasan rawan bencana, kawasan lindung geologi dan kawasan
lindung lainnya;
b. mengembalikan dan meningkatkan fungsi kawasan lindung yang
telah
menurun akibat pengembangan kegiatan budidaya dalam rangka menjaga
kelestarian lingkungan, sumber daya alam dan sumberdaya buatan;
c. mengarahkan kawasan rawan bencana sebagai kawasan lindung;
d. mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya
buatan
untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan;
e. mengamankan kawasan perlindungan Cagar Alam Geologi
Karangsambung
dan Kawasan Karst Gombong Selatan dengan mempertahankan fisik dan
struktur batuan serta ekosistem di atasnya;
f. mengamankan kawasan perlindungan setempat sepanjang pantai
dilakukan
dengan mempertahankan ekosistem pantai meliputi hutan bakau,
terumbu
karang dan rumput laut; dan
g. memelihara nilai dan fungsi cagar budaya sebagai peninggalan
sejarah, objek
penelitian dan pariwisata.
(7) Strategi pengembangan kawasan budidaya dengan tetap menjaga
sistem
keseimbangan fungsi ruang dan keberlanjutan dalam jangka panjang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf f, meliputi :
a. menetapkan kawasan budidaya untuk pemanfaatan sumber daya alam
secara sinergis dalam mewujudkan keseimbangan pemanfaatan ruang;
b. melakukan kerjasama dengan masyarakat dalam mengelola hutan
rakyat
dengan Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat;
c. mengembangkan dan melestarikan kawasan budidaya hutan produksi
untuk
mewujudkan nilai tambah daerah;
d. mengembangkan dan melestarikan kawasan budidaya pertanian untuk
mewujudkan ketahanan pangan dan mendukung pengembangan agrobisnis;
e. menetapkan dan memantapkan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
(LP2B) untuk pelestarian kawasan pertanian;
f. meningkatkan budidaya perikanan darat dan laut untuk mewujudkan
nilai
tambah daerah dan mendukung kegiatan agrobisnis;
g. mengembangan budidaya peternakan dalam sentra-sentra produksi
peternakan;
h. mengendalikan secara ketat kegiatan penambangan pada kawasan
yang
membahayakan lingkungan;
i. mengembangkan kegiatan pertambangan pada lokasi potensi layak
tambang
dengan memperhatikan lingkungan hidup;
11
j. mengembangkan wisata alam, budaya dan buatan untuk meningkatkan
perekonomian daerah;
k. mengembangkan kegiatan industri kecil dan menengah untuk
meningkatkan
nilai tambah dan perekonomian daerah;
l. mengembangkan kegiatan industri yang ramah lingkungan;
m. mengembangkan kegiatan pengelolaan sumber daya lahan untuk
meningkatkan kualitas lingkungan permukiman; dan
n. menyediakan sarana dan prasarana serta meningkatkan kualitas
permukiman perdesaan dan perkotaan.
(8) Strategi pengembangan kawasan strategis untuk mendukung
keterpaduan
pembangunan nilai strategis kawasan dalam penataan ruang
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf g, meliputi :
a. mengembangkan dan meningkatkan fungsi kawasan strategis untuk
mendukung keterpaduan pembangunan nilai strategis kawasan;
b. menetapkan dan memantapkan fungsi dan deliniasi kawasan
strategis;
c. mengembangkan kegiatan budidaya secara selektif di dalam dan di
sekitar
kawasan strategis pertumbuhan ekonomi;
d. meningkatkan pelayanan sarana dan prasarana wilayah penunjang
kegiatan
ekonomi;
e. meningkatkan kecintaan masyarakat akan nilai budaya lokal yang
mencerminkan jati diri daerah;
f. melestarikan situs obyek-obyek cagar budaya dengan menambah
kegiatan
pendukung yang tidak merubah keaslian obyek;
g. melestarikan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup untuk
mempertahankan dan meningkatkan keseimbangan ekosistem dan hayati;
h. mengembangkan kawasan untuk pendayagunaan sumber daya alam
secara
berkelanjutan dengan memanfaatkan dan mengembangkan teknologi di
dalamnya; dan
i. mencegah dampak negatif pemanfaatan sumber daya alam dan
teknologi
terhadap fungsi lingkungan hidup dan keselamatan masyarakat.
(9) Strategi mitigasi bencana dan adaptasi untuk penanganan bencana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf h, meliputi :
a. mengidentifikasi dan menetapkan wilayah rawan bencana alam;
b. mengantisipasi bencana dengan membangun bangunan tahan gempa;
dan
c. membangun sistem penanggulangan bencana yang berbasis
masyarakat.
(10) Strategi peningkatan Fungsi Kawasan pertahanan dan keamanan
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 pada ayat (2) huruf i, meliputi :
a. mendukung fungsi kawasan pertahanan dan keamanan;
b. mengakomodasi kawasan pertahanan dan keamanan berupa daerah
latihan
dan uji coba senjata; dan
c. turut menjaga dan memelihara aset-aset pertahanan/TNI.
BAB IV
RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 6
(1) Rencana struktur ruang wilayah kabupaten meliputi :
a. sistem pusat pelayanan; dan
b. sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten.
12
(2) Rencana struktur ruang wilayah kabupaten digambarkan dalam
peta dengan
tingkat ketelitian 1 : 50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran
I yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Kedua
Sistem Pusat Pelayanan
Pasal 7
(1) Sistem pusat pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat
(1)
huruf a, meliputi :
a. sistem perkotaan; dan
b. sistem perdesaan.
(2) Sistem perdesaan dan perkotaan kabupaten digambarkan dalam
peta dengan
tingkat ketelitian 1: 50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran
II yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 1
Sistem Perkotaan
Pasal 8
(1) Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) meliputi Perkotaan Kebumen.
(2) Pusat Kegiatan Lokal (PKL), meliputi :
a. Perkotaan Gombong;
b. Perkotaan Karanganyar; dan
c. Perkotaan Prembun.
(3) Pusat-pusat lain di Kabupaten meliputi :
a. PPK (Pusat Pelayanan Kawasan) yang meliputi :
1. Perkotaan Ayah;
2. Perkotaan Puring;
3. Perkotaan Petanahan;
4. Perkotaan Sruweng;
5. Perkotaan Ambal;
6. Perkotaan Kutowinangun;
7. Perkotaan Karangsambung;
8. Perkotaan Padureso.
9. Perkotaan Rowokele;
10. Perkotaan Buayan;
11. Perkotaan Klirong;
12. Perkotaan Buluspesantren;
13. Perkotaan Mirit;
14. Perkotaan Bonorowo;
15. Perkotaan Pejagoan;
16. Perkotaan Alian;
17. Perkotaan Poncowarno;
18. Perkotaan Adimulyo;
19. Perkotaan Kuwarasan;
20. Perkotaan Sempor;
21. Perkotaan Karanggayam; dan
22. Perkotaan Sadang.
b. PPL (Pusat Pelayanan Lingkungan) yang meliputi :
1. Desa Giyanti Kecamatan Rowokele;
2. Desa Purbowangi Kecamatan Buayan;
3. Desa Tanggulangin Kecamatan Klirong;
4. Desa Ranterwingin Kecamatan Buluspesantren;
13
5. Desa Tlogopragoto Kecamatan Mirit;
6. Desa Bonorowo Kecamatan Bonorowo;
7. Desa Peniron Kecamatan Pejagoan;
8. Desa Jatimulyo Kecamatan Alian;
9. Desa Poncowarno Kecamatan Poncowarno;
10. Desa Adimulyo Kecamatan Adimulyo;
11. Desa Kalipurwo Kecamatan Kuwarasan;
12. Desa Jatinegara Kecamatan Sempor;
13. Desa Pagebangan Kecamatan Karanggayam; dan
14. Desa Sadangkulon Kecamatan Sadang.
Paragraf 2
Sistem Perdesaan
Pasal 9
(1) Sistem perdesaan meliputi :
a. Pusat pelayanan antar desa/kelurahan (PPL);
b. Pusat pelayanan setiap desa/kelurahan (PPd); dan
c. Pusat pelayanan pada setiap dusun atau kelompok permukiman
(PPds).
(2) Pusat pelayanan sistem perdesaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1),
meliputi :
a. setiap dusun memiliki pusat dusun;
b. setiap desa memiliki satu pusat kegiatan yang berfungsi sebagai
pusat desa;
c. beberapa desa/kelurahan yang memiliki ciri perkotaan dan
menjadi pusat
pelayanan kegiatan bagi sekitarnya menjadi pusat pelayanan kawasan
(PPK);
dan
d. perdesaan yang membentuk sistem keterkaitan atau berorientasi
pada pusat
wilayah pengembangan disebut sebagai pusat kegiatan lokal (PKL).
Bagian Ketiga
Sistem Prasarana Wilayah
Pasal 10
(1) Rencana sistem jaringan prasarana wilayah sebagaimana dimaksud
dalam
Pasal 6 pada ayat (1) huruf b, meliputi :
a. sistem prasarana utama; dan
b. sistem prasarana lainnya.
(2) Sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten dibentuk oleh
sistem jaringan
prasarana utama dan dilengkapi dengan sistem jaringan prasarana
lainnya
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 1
Sistem Prasarana Utama
Pasal 11
Rencana sistem prasarana utama di wilayah kabupaten sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal 10 pada ayat (1) huruf a, berupa sistem jaringan
transportasi darat
dan laut, meliputi :
a. rencana jaringan transportasi darat;
b. rencana jaringan perkeretaapian; dan
c. rencana transportasi laut.
14
Paragraf 2
Sistem Jaringan Prasarana Transportasi Darat
Pasal 12
(1) Rencana jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11
huruf a, meliputi :
a. jaringan jalan;
b. jaringan prasarana lalu lintas angkutan jalan; dan
c. jaringan pelayanan lalu lintas angkutan jalan.
(2) Rencana jaringan jalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf a,
meliputi :
a. jaringan jalan bebas hambatan;
b. jaringan jalan nasional;
c. jaringan jalan provinsi; dan
d. jaringan jalan kabupaten.
(3) Rencana pengembangan jalan bebas hambatan sebagaimana dimaksud
pada
ayat (1) huruf a berupa ruas jalan tol Ciamis-Cilacap-Yogyakarta;
(4) Rencana pengembangan ruas Jalur Jalan Lintas Selatan Jawa
Tengah yang
berupa jalan arteri primer sebagai jalan strategis nasional;
(5) Rencana jaringan jalan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b,
meliputi :
a. ruas jalan Perbatasan Jawa Barat – Cilacap – Kebumen –
Perbatasan
Yogyakarta;
b. ruas jalan batas Banyumas Tengah – Kebumen dengan panjang ruas
kurang
lebih 23,895 km;
c. ruas jalan Lingkar Selatan Kebumen dengan panjang ruas kurang
lebih
9,108 km;
d. ruas jalan batas Kota Kebumen–Prembun dengan panjang ruas
kurang lebih
12.682 km;
e. ruas jalan menuju ke Purworejo dengan panjang ruas kurang lebih
4,224
km; dan
f. ruas jalan Prembun-Kutoarjo dengan panjang ruas kurang lebih
12,696 km.
(6) Rencana jaringan jalan provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf c
berupa jalan kolektor primer, meliputi :
a. Kebumen–Karangsambung–Banjarnegara;
b. Prembun-Wadaslintang-Wonosobo; dan
c. Gombong-Sempor-Banjarnegara.
(7) Rencana jaringan jalan kabupaten sebagaimana dimaksud pada
ayat (2)
huruf d, meliputi :
a. Jalan yang merupakan penghubung antar ibu kota kecamatan,
meliputi:
1. ruas Jalan Kebumen–Petanahan–Jalur bebas hambatan Cilacap-
Yogyakarta/JJLS atau jalan strategis nasional;
2. ruas jalan Prembun–Kebumen–Gombong melalui penataan ruang
jalan;
3. ruas jalan Kebumen–Wonosobo melalui Prembun–Padureso;
4. ruas jalan Kebumen–Banjarnegara melalui Gombong–Sempor;
5. ruas jalan Kebumen–Karangsambung-Sadang dan Karangsambung–
Giriterto sebagai akses ke Banjarnegara dan Wonosobo;
6. ruas jalan Karanganyar–Karanggayam–Pagebangan; dan
7. ruas jalan Gunungsari–Selogiri–Banjarnegara.
b. Jalan yang menghubungkan ke pusat agrobisnis, meliputi :
1. Pusat Agrobisnis STA (Terminal barang untuk kegiatan
Agrobisnis) di
Gombong; dan
2. Pusat Agrobisnis STA (Terminal barang untuk kegiatan) Penunjang
di
Prembun.
15
(8) Rencana pengembangan jalan di Kabupaten Kebumen, meliputi :
a. pembangunan Jalan Lingkar di bagian Selatan ke arah Barat
menuju Kota
Gombong dan di bagian Utara ke arah Timur menuju Prembun;
b. pembangunan Jalan Lingkar Prembun yang terletak di sebelah
selatan Jalan
arteri primer;
c. pembangunan jalan tembus bagian Selatan yang berada di antara
Jalan
Lintas Jawa bagian tengah dan Jalur Jalan Lintas Selatan sebagai
jalan
strategis nasional, merangkai Kecamatan Bonorowo, Mirit, Ambal,
Buluspesantren, Klirong, Petanahan, Puring, Adimulyo, Kuwarasan,
Buayan
dan Ayah serta Lingkar luar bagian Utara merangkai Kecamatan
Padureso,
Alian, Karangsambung, Karanggayam dan Sempor;
d. peningkatan jalan lama ruas-ruas kolektor primer dan arteri
sekunder;
e. peningkatan ruas-ruas kolektor primer dan arteri sekunder;
f. peningkatan jalan kolektor sekunder berupa peningkatan
perkerasan
maupun lebar jalan khusus untuk merangkai jalur bebas hambatan
dengan
jalur arteri/jalur tengah;
g. peningkatan jalan lokal yang menghubungkan antar ibukota desa
guna
mempermudah pergerakan orang dan distribusi barang terutama
barangbarang
hasil pertanian;
h. peningkatan kualitas jalan lingkungan terutama di kawasan
Perkotaan
Kebumen dan Gombong guna meningkatkan pergerakan dalam kawasan;
i. pelebaran jalan Guyangan - Petanahan; dan
j. peningkatan kualitas jalan lingkungan permukiman di perdesaan
dan JUT
(Jalan Usaha Tani) di wilayah perdesaan pertanian.
(9) Rencana prasarana lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana
dimaksud
dalam ayat (1) huruf b, meliputi :
a. Terminal Tipe A yaitu Terminal Adikarso;
b. Terminal khusus untuk terminal angkutan kota/perdesaan di
Gombong,
Kebumen dan Prembun;
c. Terminal Tipe C di Kecamatan : Ayah, Sempor, Puring, Petanahan,
Ambal dan
Karangsambung;
d. Depo Angkutan Barang kecil di Sempor, Gombong, Karangsambung,
Padureso, Kebumen, Puring, Petanahan, Buluspesantren dan Ambal;
dan
e. Terminal Barang untuk kegiatan Agrobisnis di Kecamatan Gombong
dan
Terminal Barang untuk kegiatan Agrobisnis penunjang di Kecamatan
Prembun.
(10) Rencana jaringan pelayanan lalu lintas sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)
huruf c, berupa pengembangan sarana dan prasarana angkutan umum,
meliputi :
a. pengembangan armada angkutan umum penumpang yang mencakup
angkutan darat; dan
b. angkutan sungai, danau dan penyeberangan di Waduk Sempor dan
Wadaslitang.
(11) Sistem prasarana jaringan jalan kabupaten digambarkan dalam
peta dengan
tingkat ketelitian 1: 50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran
III yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 3
Sistem Jaringan Perkeretaapian
Pasal 13
(1) Rencana jaringan perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11
huruf b, meliputi :
a. jalur Solo-Bandung/Jakarta; dan
16
b. jalur Solo-Jogjakarta-Kutoarjo-Kroya yang melalui Kecamatan
Prembun,
Kutowinangun, Kebumen, Pejagoan, Sruweng, Karanganyar, Gombong dan
Rowokele.
(2) Rencana jaringan perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11
huruf b, meliputi :
a. rencana pengembangan jalur perkeretaapian; dan
b. stasiun.
(3) Rencana pengembangan jalur perkeretaapian sebagaimana dimaksud
pada
ayat (2) huruf a, meliputi :
a. jalur ganda dari arah Yogyakarta-Kutoarjo-Kroya-Cirebon berada
di Prembun-
Gombong;
b. peningkatan keamanan jalur perlintasan kereta api di
perlintasan kereta api
yang berada di jalan utama Prembun sampai Gombong; dan
c. pengembangan jalan layang di perlintasan rel Karanganyar dan
Kutowinangun.
(4) Rencana pengembangan stasiun sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf b,
meliputi :
a. penataan lahan parkir;
b. peningkatan infrastruktur pendukung dan pelayanan terpadu
meliputi
jaringan drainase, listrik, telepon dan air bersih; dan
c. peningkatan kualitas bangunan lima stasiun di Kabupaten Kebumen
yaitu
Stasiun Prembun, Kutowinangun, Kebumen, Sruweng dan Gombong.
(5) Sistem prasarana jaringan perkeretaapian kabupaten digambarkan
dalam peta
dengan tingkat ketelitian 1: 50.000 sebagaimana tercantum dalam
Lampiran IV
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 4
Sistem Jaringan Prasarana Transportasi Laut
Pasal 14
(1) Rencana pengembangan prasarana transportasi laut sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal 11 huruf c, meliputi :
a. rekonstruksi pelabuhan wisata dengan penambahan
fasilitas-fasilitas penting
seperti terminal penumpang yang dilengkapi dengan fasilitas
komersial;
b. pengadaan kapal khusus wisata dengan fasilitas yang modern; dan
c. rencana jaringan pelayanan lalu lintas dan angkutan umum laut
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf c, berupa
Armada
Angkutan Umum Sungai, Danau dan Penyeberangan di Waduk Sempor dan
Wadaslintang.
(2) Sistem prasarana jaringan transportasi laut kabupaten
digambarkan dalam peta
dengan tingkat ketelitian 1: 50.000 sebagaimana tercantum dalam
Lampiran V
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 5
Sistem Prasarana Lainnya
Pasal 15
Rencana sistem prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal
10 ayat (1)
huruf b, meliputi :
a. rencana sistem jaringan prasarana energi;
b. rencana sistem jaringan telekomunikasi;
c. rencana sistem jaringan sumber daya air;
d. rencana sistem jaringan prasarana lingkungan; dan
e. rencana sistem sistem pengelolaan lingkungan.
17
Pasal 16
(1) Rencana sistem jaringan prasarana energi sebagaimana dimaksud
dalam
Pasal 15 huruf a, meliputi :
a. jaringan pipa minyak dan gas bumi;
b. pembangkit tenaga listrik; dan
c. jaringan transmisi tenaga listrik.
(2) Rencana pengembangan jalur pipa minyak dan gas bumi
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi :
a. Kecamatan Prembun;
b. Kecamatan Kutowinangun;
c. Kecamatan Kebumen;
d. Kecamatan Pejagoan;
e. Kecamatan Sruweng;
f. Kecamatan Karanganyar;
g. Kecamatan Gombong; dan
h. Kecamatan Rowokele.
(3) Rencana pengembangan pembangkit listrik sebagaimana dimaksud
pada
ayat (1) huruf b, meliputi :
a. Pembangkit Listrik Tenaga (PLT) Mikro Hidro dan Surya di Merden
Kecamatan Gombong, Kebumen, Wadalintang; dan
b. pembangkit listrik tenaga alternatif tenaga surya di Kecamatan
Rowokele,
Sadang, Poncowarno, Sruweng, Alian dan Buluspesantren.
(4) Rencana pengembangan jaringan transmisi tenaga listrik
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi :
a. jaringan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) dengan
kapasitas
500 kV di jalur selatan
(Tasikmalaya-Cilacap-Kebumen-Purworejo-Klaten-
Pedan-Wonogiri-Kediri);
b. jaringan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) dengan
kapasitas
500 kV, melalui :
1. Kecamatan Buayan;
2. Kecamatan Rowokele;
3. Kecamatan Petanahan;
4. Kecamatan Adimulyo; dan
5. Kecamatan Kuwarasan.
c. jaringan transmisi listrik Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT)
dengan
kapasitas paling banyak 150 kVA, melalui :
1. Kecamatan Gombong;
2. Kecamatan Kuwarasan;
3. Kecamatan Buayan; dan
4. Kecamatan Rowokele.
Pasal 17
(1) Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 15
huruf b, meliputi :
a. jaringan terestrial berupa saluran telepon dan Base Transceiver Station (BTS);
dan
b. jaringan satelit.
(2) Pengembangan jaringan terestrial berupa saluran telepon
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, melalui :
a. pengembangan jaringan telepon tanpa kabel melalui pendirian
menara
telekomunikasi pada area blankspot di seluruh
kecamatan, di luar kawasan
permukiman; dan
18
b. pengembangan menara telekomunikasi terpadu sehingga pada satu
menara
terdapat beberapa penyedia jasa telekomunikasi dengan pengelolaan
secara
bersama pula di seluruh kecamatan.
(3) Pengembangan menara telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2)
huruf a diarahkan pada upaya pemanfaatan menara telekomunikasi
secara
bersama dalam rangka efisiensi ruang.
(4) Pengembangan sistem jaringan satelit sebagaimana dimaksud pada
ayat (1)
huruf b dilakukan melalui pengembangan komunikasi data dan suara
melalui
sistem jaringan satelit di seluruh kecamatan.
Pasal 18
(1) Sistem jaringan prasarana sumber daya air sebagaimana dimaksud
dalam
Pasal 15 huruf c, meliputi :
a. wilayah sungai lintas kabupaten;
b. wilayah sungai kabupaten;
c. jaringan irigasi;
d. Cekungan air tanah;
e. jaringan air baku untuk air bersih; dan
f. sistem pengendalian banjir.
(2) Wilayah Sungai lintas kabupaten sebagaimana dimaksud ayat (1)
huruf a,
meliputi :
a. Daerah Irigasi Serayu seluas kurang lebih 380 ha (tiga rutus
delapan puluh
hektar);
b. Daerah Irigasi Waduk Wadaslintang seluas kurang lebih 21.422 ha
(dua
puluh satu ribu empat ratus dua puluh dua hektar); dan
c. Daerah Irigasi Waduk Sempor seluas kurang lebih 6.478 ha (enam
ribu
empat ratus tujuh puluh delapan hektar).
(3) Wilayah Sungai kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b,
berupa Wilayah Sungai Serayu-Bogowonto, meliputi :
a. Daerah Aliran Sungai (DAS) Telomoyo;
b. Daerah Aliran Sungai (DAS) Luk Ulo;
c. Daerah Aliran Sungai (DAS) Medono/Wawar; dan
d. Daerah Aliran Sungai (DAS) Ijo.
(4) Pengembangan sistem jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1)
huruf c, meliputi :
a. 195 (seratus sembilan puluh lima) daerah irigasi yang menjadi
penanganan
pusat seluas 10.779 ha (sepuluh ribu tujuh ratus tujuh puluh
sembilan
hektar); dan
b. 172 (seratus tujuh puluh dua) daerah irigasi yang menjadi
kewenangan
kabupaten seluas 8.621 ha (delapan ribu enam ratus dua puluh satu
hektar).
(5) Wilayah Cekungan Air Tanah (CAT) sebagaimana dimaksud pada
ayat (1)
huruf c, meliputi CAT Banyumudal, CAT Kebumen-Purworejo dan CAT
Kroya.
(6) Pengembangan jaringan air baku untuk air bersih sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) huruf e, meliputi :
a. pengolahan Instalasi Pengelolaan Air (IPA) di Kecamatan Sempor;
Padureso
dan di sepanjang sungai Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS)
Bogowonto-Luk
Ulo;
b. pengolahan air tanah dangkal di kawasan permukiman;
c. pengolahan air tanah dalam;
d. peningkatan kapasitas dan perluasan pelayanan Perusahaan Daerah
Air
Minum (PDAM);
e. pembangungan jaringan perpipaan mandiri di perdesaan; dan
f. konservasi lahan di daerah tangkapan air di daerah hulu.
19
(7) Rencana pengembangan sistem pengendalian banjir sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1) huruf f, meliputi :
a. normalisasi sungai;
b. sistem jaringan drainase di wilayah;
c. menyediakan sistem perparitan;
d.merehabilitasi lahan kritis khususnya pada daerah tangkapan air
; dan
e. Penerapan system delta Q policy untuk
mengendalikan run off
Pasal 19
(1) Rencana sistem jaringan prasarana lingkungan sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal15 huruf d, meliputi :
a. sistem prasarana drainase; dan
b. jalur evakuasi dan ruang evakuasi.
(2) Rencana penanganan drainase wilayah dilakukan melalui :
a. menambah jaringan drainase untuk pengembangan tambahan wilayah
terbangun yang ditetapkan;
b.menambah jaringan drainase perkotaan untuk wilayah terbangun
yang
diintensifkan kepadatannya;
c. menambah jaringan drainase kota untuk wilayah pengembangan
pusat-pusat
permukiman baru;
d.menangani drainase di wilayah-wilayah banjir/genangan; dan
e. melakukan normalisasi sungai untuk permukaan sungai yang telah
menurun
volumenya akibat endapan lumpur.
(3) Rencana jalur evakuasi bencana meliputi :
a. jalur evakuasi bencana tsunami di Kecamatan Buayan, Kecamatan
Puring,
Kecamatan Rowokele, Kecamatan Petanahan, Kecamatan Buluspesantren,
Kecamatan Ambal, dan Kecamatan Mirit melalui jalan kabupaten
menuju
ruang terbuka dan/atau fasilitas umum terdekat yang dapat
digunakan
sebagai ruang evakuasi bencana tsunami;
b. jalur evakuasi banjir di Kecamatan Mirit, Kecamatan Ambal,
Kecamatan
Buluspesantren, Kecamatan Klirong, Kecamatan Petanahan, Kecamatan
Puring, sebagian Kecamatan Buayan dan sebagian Kecamatan Ayah
melalui
jalan kabupaten menuju ruang terbuka dan/atau fasilitas umum
terdekat
yang dapat digunakan sebagai ruang evakuasi bencana banjir; dan
c. jalur evakuasi banjir bendungan di Kecamatan Gombong, Kecamatan
Kuwarasan, Kecamatan Adimulyo, Kecamatan Prembun, Kecamatan
Padureso, Kecamatan Poncowarno, Kecamatan Kutowinangun, Kecamatan
Bonorowo, Kecamatan Mirit dan Kecamatan Ambal melalui jalan
kabupaten
menuju ruang terbuka dan/atau fasilitas umum terdekat yang dapat
digunakan sebagai ruang evakuasi bencana banjir bendungan.
(4) Rencana pengembangan ruang evakuasi bencana tsunami, meliputi
:
a. ruang evakuasi bencana tsunami, meliputi ruang terbuka berupa
lapangan,
halaman sekolah dan halaman kantor publik;
b. ruang evakuasi banjir, meliputi ruang terbuka berupa lapangan,
halaman
sekolah dan halaman kantor publik; dan
c. ruang evakuasi banjir bendungan bentuk meliputi ruang terbuka
berupa
lapangan, halaman sekolah dan halaman kantor publik.
(5) Jalur evakuasi bencana tsunami, bencana banjir dan bencana
banjir
bendungan kabupaten digambarkan dalam peta dengan tingkat
ketelitian
1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI, Lampiran VII dan
Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah
ini.
20
Pasal 20
(1) Rencana pengembangan sistem pengelolaan lingkungan sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal 15 huruf e, meliputi :
a. sistem jaringan persampahan;
b. sistem jaringan sanitasi; dan
c. sistem pengelolaan limbah.
(2) Rencana pengembangan sistem jaringan persampahan sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1) huruf a, meliputi :
a. Tempat Penampungan Sementara (TPS) dibangun di pusat
pertumbuhan;
b. pengelolaan sampah dilakukan dengan cara reuse; recycle; reduce;
c. penyelenggaraan pengelolaan sampah secara regional dengan
sistem
controlled landfill dan sanitary landfill pada Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
yang ada di TPA Desa Kaligending, Kecamatan Karangsambung dan TPA
Desa Semali, Kecamatan Sempor; dan
d. penambahan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) perkotaan bagian Timur
dan
Selatan di Prembun dan Petanahan.
(3) Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana sanitasi
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi :
a. pemenuhan fasilitas septic tank pada
masing-masing Kepala Keluarga (KK)
pada wilayah perkotaan;
b. pengembangan jamban komunal pada kawasan permukiman padat
masyarakat berpenghasilan rendah dan area fasilitas umum;
c. menyusun rencana induk sanitasi daerah perkotaan;
d. mewajibkan pengembangan daerah pemukiman baru dan kota baru
untuk
menyediakan sistem sewer; dan
e. meningkatkan pelayanan umum sanitasi dengan menyiapkan suatu
institusi
khusus menangani limbah cair.
(4) Rencana pengembangan sistem pengelolaan air limbah sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1) huruf c dilakukan melalui :
a. pengelolaan limbah dari permukiman dikembangkan dengan sistem
sanitasi
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Komunal;
b. buangan dengan sistem tidak setempat melalui Instalasi Pengolah
Lumpur
Tinja (IPLT);
c. pengelolaan hasil limbah industri kecil dan menengah
dikembangkan
sebagai sumber energi alternatif berupa biogas;
d. integrasi sistem jaringan utama dengan sistem air limbah yang
sudah ada;
e. jarak sumur resapan septik tank dengan sumur minimum 10 meter;
dan
f. pembuatan septik tank secara kolektif atau sistem jaringan
tertutup.
(5) Rencana penanganan dan pengembangan air limbah di perkotaan
maupun di
wilayah pengembangan industri ditertibkan, melalui :
a. kajian peraturan dan masterplan penanganan limbah kawasan,
lingkungan
dan privat;
b. sosialisasi pentingnya penanganan limbah terutama di kawasan
perkotaan
dan permukiman; dan
c. pemberlakuan secara ketat pengaturan limbah pabrik/usaha
industri baik
industri kimia yang telah ada maupun industri kecil.
21
BAB V
RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN
Pasal 21
(1) Rencana pola ruang kabupaten merupakan rencana distribusi
peruntukan
ruang dalam wilayah kabupaten yang meliputi kawasan lindung dan
kawasan
budidaya.
(2) Rencana pola ruang wilayah kabupaten digambarkan dalam peta
dengan
tingkat ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran
IX yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Kesatu
Pola Ruang Kawasan Lindung
Pasal 22
Pola ruang kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
ayat (1),
meliputi :
a. kawasan hutan lindung;
b. kawasan perlindungan kawasan bawahannya;
c. kawasan perlindungan setempat;
d. kawasan suaka alam dan cagar budaya;
e. kawasan lindung geologi;
f. kawasan rawan bencana; dan
g. kawasan lindung lainnya.
Paragraf 1
Kawasan Hutan Lindung
Pasal 23
(1) Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat
(2)
memiliki luas kurang lebih 3.843 ha (tiga ribu delapan ratus empat
puluh tiga
hektar), meliputi :
a. Kecamatan Karangsambung;
b. Kecamatan Karanggayam;
c. Kecamatan Sempor;
d. Kecamatan Rowokele;
e. Kecamatan Pejagoan;
f. Kecamatan Sruweng;
g. Kecamatan Buayan; dan
h. Kecamatan Ayah.
(2) Kawasan hutan lindung kabupaten digambarkan dalam peta dengan
tingkat
ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran X yang
merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 2
Kawasan Perlindungan Kawasan Bawahannya
Pasal 24
(1) Kawasan perlindungan kawasan bawahannya sebagaimana dimaksud
dalam
Pasal 22 huruf b, terdiri atas :
a. kawasan resapan air; dan
22
b. kawasan lindung di luar kawasan hutan lindung yang mempunyai
kriteria
fisiografi seperti hutan lindung.
(2) Kawasan resapan air meliputi :
a. Kecamatan Sadang;
b. Kecamatan Rowokele;
c. Kecamatan Sempor;
d. Kecamatan Karangsambung;
e. Kecamatan Padureso;
f. Kecamatan Rowokele;
g. Kecamatan Buayan; dan
h. Kecamatan Ayah.
(3) Kawasan lindung di luar kawasan hutan lindung yang mempunyai
kriteria
fisiografi seperti hutan lindung dengan luas kurang lebih 23.410
ha (dua puluh
tiga ribu empat ratus sepuluh hektar), meliputi :
a. Kecamatan Alian;
b. Kecamatan Ayah;
c. Kecamatan Buayan;
d. Kecamatan Gombong;
e. Kecamatan Karanganyar;
f. Kecamatan Karanggayam;
g. Kecamatan Karangsambung;
h. Kecamatan Kebumen;
i. Kecamatan Padureso;
j. Kecamatan Pejagoan;
k. Kecamatan Puring;
l. Kecamatan Rowokele;
m. Kecamatan Sadang;
n. Kecamatan Sempor; dan
o. Kecamatan Sruweng.
(4) Kawasan resapan air kabupaten digambarkan dalam peta dengan
tingkat
ketelitian 1: 50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran XI yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(5) Kawasan lindung di luar kawasan hutan lindung yang mempunyai
kriteria
fisiografi seperti hutan lindung kabupaten digambarkan dalam peta
dengan
tingkat ketelitian 1: 50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran
XII yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(6) Kawasan perlindungan kawasan bawahannya kabupaten digambarkan
dalam
peta dengan tingkat ketelitian 1: 50.000 sebagaimana tercantum
dalam
Lampiran XIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah
ini.
Paragraf 3
Kawasan Perlindungan Setempat
Pasal 25
(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
22
huruf c, meliputi :
a. kawasan sekitar mata air;
b. kawasan sempadan sungai;
c. kawasan sempadan pantai;
d. kawasan sempadan danau/waduk; dan
e. ruang terbuka hijau perkotaan.
(2) Kawasan sekitar mata air berjumlah kurang lebih 55 (lima puluh
lima) buah
mata air, meliputi :
a. Kecamatan Ayah;
23
b. Kecamatan Rowokele; dan
c. Kecamatan Buayan.
(3) Kawasan sempadan sungai dengan luas kurang lebih 2.506 ha (dua
ribu lima
ratus enam hektar), meliputi :
a. Kali Luk Ulo;
b. Kali Ijo;
c. Kali Telomoyo; dan
d. Kali Wawar.
(4) Kawasan sempadan pantai berupa sempadan berjarak 100 meter
dari titik
pasang tertinggi yaitu membentang dari Pantai Ayah di Kecamatan
Ayah ke arah
Timur Kecamatan Mirit berbatasan dengan Kabupaten Purworejo.
(5) Kawasan sempadan danau atau waduk berupa kawasan sepanjang
perairan
dengan jarak 50-100 meter dari titik pasang tertinggi seluas
kurang lebih 245 ha
(dua ratus empat puluh lima hektar) yang berada di Waduk
Wadaslintang
Kecamatan Padureso dan Waduk Sempor Kecamatan Sempor.
(6) Ruang terbuka hijau perkotaan terdapat di tiap ibukota
kecamatan dan
kawasan perkotaan dengan luas kurang lebih ± 4478,00 Ha (empat
ribu empat
ratus tujuh puluh delapan hektar) atau 46,53 % (empat puluh enam
koma lima
puluh tiga persen) dari luas permukiman yang meliputi:
a. Ruang Terbuka Hijau (RTH) publik yaitu taman kota, taman
pemakaman
umum, dan jalur hijau sepanjang jalan, sungai dan pantai dengan
proporsi
paling sedikit 25% (dua puluh lima persen); dan
b. Ruang Terbuka Hijau (RTH) privat yaitu kebun atau halaman
rumah/gedung
milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan, dengan proporsi
20%
(dua puluh persen).
(7) Kawasan perlindungan setempat kabupaten digambarkan dalam peta
dengan
tingkat ketelitian 1: 50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran
XIV yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 4
Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya
Pasal 26
(1) Kawasan suaka alam dan cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 22
huruf d, terdiri atas :
a. kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya
b. kawasan pantai berhutan bakau; dan
c. kawasan cagar budaya.
(2) Kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya meliputi kawasan
gugusan
karang di Pantai Karangbolong dan sepanjang pesisir pantai, yang
meliputi
Kecamatan Ayah ke arah Timur hingga Kecamatan Mirit yang
berbatasan
dengan wilayah Kabupaten Purworejo.
(3) Kawasan pantai berhutan bakau berada di sebagian kawasan
pesisir Kecamatan
Ayah dan direncanakan pengembangannya di muara Sungai Wawar di
Kecamatan Mirit dan muara Sungai Luk Ulo di Kecamatan Klirong.
(4) Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan yang harus
dilindungi, meliputi :
a. Benteng Van Der Wijck di Kecamatan Gombong;
b. Benteng Jepang di Argopeni di Kecamatan Ayah;
c. Masjid Soko Tunggal di Sedayu di Kecamatan Sempor;
d. Candi Lingga dan Yoni di Sumberadi;
e. Goa Menganti di Kecamatan Ayah;
f. Pesanggrahan Bulupitu Tunjungseto di Kutowinangun;
g. Pesanggrahan Pandan Kuning di Kecamatan Petanahan; dan
h. Pesanggrahan Karangbolong di Kecamatan Buayan.
24
(5) Kawasan suaka alam dan cagar budaya kabupaten digambarkan
dalam peta
dengan tingkat ketelitian 1: 50.000 sebagaimana tercantum dalam
Lampiran XV
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 5
Kawasan Lindung Geologi
Pasal 27
(1) Kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
huruf e,
meliputi :
a. kawasan Cagar Alam Geologi Karangsambung;
b. kawasan Karst Gombong Selatan; dan
c. kawasan imbuhan air tanah.
(2) Kawasan Cagar Alam Geologi Karangsambung seluas kurang lebih
18.340 ha
(delapan belas ribu tiga ratus empat puluh hektar), meliputi :
a. Kecamatan Karangsambung;
b. Kecamatan Karanggayam;
c. Kecamatan Sadang;
d. Kecamatan Pejagoan; dan
e. Kecamatan Alian.
(3) Kawasan Karst Gombong Selatan meliputi wilayah Kecamatan Ayah,
Rowokele
dan Buayan dengan total luasan kurang lebih 4.894 ha (empat ribu
delapan
ratus sembilan puluh empat hektar).
(4) Kawasan Imbuhan air tanah di Kabupaten Kebumen yaitu pada
cekungan
Kebumen – Purworejo dengan luas kurang lebih 1.127 km² (seribu
seratus dua
puluh tujuh kilometer persegi), CAT Banyumudal dan CAT Kroya.
(5) Kawasan lindung Cagar Alam Geologi Karangsambung diuraikan
dalam tabel
sebagaimana tercantum dalam Lampiran XVI yang merupakan bagian
tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(6) Kawasan lindung geologi kabupaten digambarkan dalam peta
dengan tingkat
ketelitian 1: 50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran XVII
yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 6
Kawasan Rawan Bencana
Pasal 28
(1) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
huruf f,
meliputi :
a. kawasan rawan banjir;
b. kawasan rawan tanah longsor;
c. kawasan rawan tsunami;
d. kawasan rawan gelombang pasang air laut;
e. kawasan rawan bencana kekeringan;
f. kawasan rawan bencana angin topan; dan
g. kawasan rawan bencana gempa tektonik.
(2) Kawasan rawan banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a, meliputi :
a. Kecamatan Ayah;
b. Kecamatan Adimulyo;
c. Kecamatan Kuwarasan;
d. Kecamatan Puring;
e. Kecamatan Gombong;
f. Kecamatan Karanganyar;
g. Kecamatan Sruweng;
25
h. Kecamatan Petanahan;
i. Kecamatan Klirong;
j. Kecamatan Buluspesantren;
k. Kecamatan Kebumen;
l. Kecamatan Ambal;
m. Kecamatan Kutowinangun;
n. Kecamatan Bonorowo;
o. Kecamatan Mirit; dan
p. Kecamatan Prembun.
(3) Kawasan rawan tanah longsor sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b,
meliputi :
a. Kecamatan Rowokele;
b. Kecamatan Sempor;
c. Kecamatan Karanggayam;
d. Kecamatan Karangsambung;
e. Kecamatan Pejagoan;
f. Kecamatan Sruweng;
g. Kecamatan Sadang;
h. Kecamatan Alian;
i. Kecamatan Padureso;
j. Kecamatan Karanganyar;
k. Kecamatan Buayan; dan
l. Kecamatan Ayah.
(4) Kawasan rawan tsunami sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
c,
meliputi :
a. Kecamatan Ayah;
b. Kecamatan Buayan;
c. Kecamatan Puring;
d. Kecamatan Petanahan;
e. Kecamatan Klirong;
f. Kecamatan Buluspesantren;
g. Kecamatan Ambal; dan
h. Kecamatan Mirit.
(5) Kawasan rawan bencana Tsunami ditetapkan dalam 3 hierarki
keamanan yang
terdiri dari :
a. ring 1 berjarak 3 km dari titik pasang tertinggi ke arah darat;
b. ring 2 berjarak 5 km dari titik pasang tertinggi ke arah darat;
c. ring 3 berjarak 7 km dari titik pasang tertinggi ke arah darat;
dan
d. ruang evakuasi tsunami diarahkan ke lokasi perbukitan yang aman
terhadap
rayapan tsunami.
(6) Kawasan rawan gelombang pasang air laut sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)
huruf d, meliputi :
a. Kecamatan Ayah;
b. Kecamatan Buayan;
c. Kecamatan Puring;
d. Kecamatan Petanahan;
e. Kecamatan Klirong;
f. Kecamatan Buluspesantren;
g. Kecamatan Ambal; dan
h. Kecamatan Mirit.
(7) Kawasan rawan bencana kekeringan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1)
huruf e, meliputi :
a. Kecamatan Sruweng;
b. Kecamatan Alian;
c. Kecamatan Poncowarno;
d. Kecamatan Karangsambung;
26
e. Kecamatan Karanggayam; dan
f. Kecamatan Padureso.
(8) Kawasan rawan bencana angin topan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1)
huruf f, meliputi :
a. Kecamatan Ayah;
b. Kecamatan Pejagoan;
c. Kecamatan Adimulyo;
d. Kecamatan Kuwarasan;
e. Kecamatan Ambal;
f. Kecamatan Buluspesantren; dan
g. Kecamatan Petanahan.
(9) Kawasan rawan bencana gempa tektonik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1)
huruf g di seluruh wilayah Kabupaten Kebumen dengan kerawanan
sangat
tinggi meliputi :
a. Kecamatan Sadang;
b. Kecamatan Karanggayam;
c. Kecamatan Rowokele; dan
d. Kecamatan Sempor.
(10) Kawasan rawan bencana kabupaten digambarkan dalam peta dengan
tingkat
ketelitian 1: 50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran XVIII
yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 7
Kawasan Lindung Lainnya
Pasal 29
(1) Kawasan lindung lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
huruf g terdiri
dari kawasan perlindungan plasma nutfah dan kawasan perlindungan
plasma
nutfah perairan.
(2) Kawasan perlindungan plasma nutfah merupakan kawasan yang
memiliki jenis
plasma nutfah tertentu yang belum terdapat dikawasan konservasi
yang telah
ditetapkan.
(3) Kawasan perlindungan plasma nutfah perairan merupakan kawasan
di perairan
laut maupun perairan daratan berupa gugusan karang/atol, kawasan
pesisir,
muara sungai, danau dan jenis perairan lainnya.
(4) Kawasan lindung lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berada di muara
Sungai Wawar di Kecamatan Mirit dan muara Sungai Luk Ulo di
Kecamatan
Klirong.
Bagian Kedua
Pola Ruang Kawasan Budidaya
Pasal 30
Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1),
meliputi :
a. kawasan peruntukan hutan produksi;
b. kawasan hutan rakyat;
c. kawasan peruntukan pertanian;
d. kawasan peruntukan perikanan;
e. kawasan peruntukan pertambangan;
f. kawasan peruntukan pariwisata;
g. kawasan peruntukan industri;
h. kawasan peruntukan permukiman; dan
i. kawasan peruntukan lainnya.
27
Pasal 31
(1) Kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 30
huruf a, terdiri atas :
a. hutan produksi terbatas; dan
b. hutan produksi tetap.
(2) Kawasan peruntukan hutan produksi terbatas sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) huruf a memiliki luas kurang lebih 13.582 ha (tiga belas
ribu lima ratus
delapan puluh dua hektar), meliputi :
a. Kecamatan Sadang;
b. Kecamatan Karanggayam;
c. Kecamatan Karangsambung;
d. Kecamatan Sempor;
e. Kecamatan Buayan;
f. Kecamatan Ayah;
g. Kecamatan Rowokele;
h. Kecamatan Pejagoan;
i. Kecamatan Padureso; dan
j. Kecamatan Karanganyar.
(3) Kawasan peruntukan hutan produksi tetap sebagaimana dimaksud
pada
ayat (1) huruf b memiliki luas kurang lebih 663 ha (enam ratus
enam puluh tiga
hektar), meliputi :
a. Kecamatan Karangsambung;
b. Kecamatan Karanggayam;
c. Kecamatan Sempor;
d. Kecamatan Padureso;
e. Kecamatan Alian; dan
f. Kecamatan Buayan.
(4) Kawasan peruntukan hutan produksi kabupaten digambarkan dalam
peta
dengan tingkat ketelitian 1: 50.000 sebagaimana tercantum dalam
Lampiran XIX
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pasal 32
(1) Kawasan hutan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf
b tersebar
di seluruh Wilayah Kabupaten.
(2) Kawasan hutan rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tersebar di Wilayah
Kabupaten Kebumen seluas kurang lebih 30.926 ha (tiga puluh ribu
sembilan
ratus dua puluh enam hektar).
(3) Kawasan hutan rakyat kabupaten digambarkan dalam peta dengan
tingkat
ketelitian 1: 50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran XX yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pasal 33
(1) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal
30 huruf c,
meliputi :
a. peruntukan pertanian tanaman pangan;
b. peruntukan perkebunan;
c. peruntukan holtikultura; dan
d. peruntukan peternakan.
(2) Kawasan pertanian tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1)
huruf a memiliki luas kurang lebih 68.348 ha (enam puluh delapan
ribu tiga
ratus empat puluh delapan hektar), meliputi :
a. Kecamatan Puring;
b. Kecamatan Buayan;
28
c. Kecamatan Sadang;
d. Kecamatan Ayah;
e. Kecamatan Karangsambung;
f. Kecamatan Prembun;
g. Kecamatan Padureso;
h. Kecamatan Petanahan;
i. Kecamatan Rowokele;
j. Kecamatan Sempor; dan
k. Kecamatan Karanggayam.
(3) Kawasan perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
memiliki
luas kurang lebih 1.159 ha (seribu seratus lima puluh sembilan
hektar),
meliputi :
a. Kecamatan Sempor;
b. Kecamatan Karanganyar;
c. Kecamatan Karangsambung;
d. Kecamatan Karanggayam;
e. Kecamatan Rowokele;
f. Kecamatan Ayah;
g. Kecamatan Buayan;
h. Kecamatan Puring;
i. Kecamatan Petanahan;
j. Kecamatan Klirong;
k. Kecamatan Buluspesantren;
l. Kecamatan Ambal;
m. Kecamatan Mirit; dan
n. Kecamatan Sruweng.
(4) Komoditas perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b meliputi
kelapa, cengkeh, melinjo, jarak pagar, kakao, kopi robusta,
tembakau, karet,
pandan, tebu dan nilam.
(5) Kawasan pertanian holtikultura sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c
memiliki luas kurang lebih 28.580 ha (dua puluh delapan ribu lima
ratus
delapan puluh hektar), meliputi :
a. Kecamatan Mirit;
b. Kecamatan Ambal;
c. Kecamatan Buluspesantren;
d. Kecamatan Klirong;
e. Kecamatan Petanahan;
f. Kecamatan Puring;
g. Kecamatan Poncowarno; dan
h. Kecamatan Prembun.
(6) Komoditas pertanian holtikultura sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c
meliputi pisang, bengkoang, nanas, cabe dan semangka.
(7) Kawasan peruntukan peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf d,
meliputi :
a. Kawasan peternakan untuk jenis sapi, meliputi :
1. Kecamatan Puring;
2. Kecamatan Ambal;
3. Kecamatan Buluspesantren;
4. Kecamatan Mirit; dan
5. Kecamatan Petanahan.
b. Kawasan ternak jenis kambing dan domba, meliputi :
1. Kecamatan Karanggayam;
2. Kecamatan Mirit; dan
3. Kecamatan Ambal.
c. Kawasan ternak unggas, meliputi :
1. Kecamatan Puring;
29
2. Kecamatan Klirong;
3. Kecamatan Petanahan;
4. Kecamatan Karanggayam;
5. Kecamatan Buluspesantren; dan
6. Kecamatan Ambal.
(8) Untuk menyiapkan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B),
maka
direncanakan penetapan peruntukan lahan pertanian pangan
berkelanjutan di
Kabupaten Kebumen seluas kurang lebih 44.986 ha (empat puluh empat
ribu
sembilan ratus delapan puluh enam hektar) di Kecamatan Puring,
Buayan,
Sadang, Ayah, Karangsambung, Prembun, Padureso, Petanahan,
Rowokele,
Sempor dan Karanggayam.
(9) Kawasan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) kabupaten
digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1: 50.000
sebagaimana
tercantum dalam Lampiran XXI yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
Pasal 34
(1) Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
30 huruf d
diarahkan pada perikanan budidaya dan perikanan tangkap.
(2) Pengembangan kawasan perikanan budidaya sebagaimana dimaksud
pada
ayat (1), meliputi :
a. Kecamatan Ayah;
b. Kecamatan Buayan;
c. Kecamatan Puring;
d. Kecamatan Petanahan;
e. Kecamatan Klirong;
f. Kecamatan Mirit;
g. Kecamatan Bonorowo;
h. Kecamatan Kutowinangun;
i. Kecamatan Alian;
j. Kecamatan Sruweng;
k. Kecamatan Adimulyo;
l. Kecamatan Kuwarasan;
m. Kecamatan Rowokele; dan
n. Kecamatan Sempor.
(3) Komoditi perikanan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi :
ikan lele, karper, tawes, nila, bawal, gurame dan patin.
(4) Pengembangan kawasan perikanan tangkap, meliputi :
a. kawasan Karangduwur, Logending, Argopeni dan Pasir Kecamatan
Ayah;
b. kawasan Tambakmulya di Kecamatan Puring;
c. kawasan Tegalretno di Kecamatan Petanahan;
d. kawasan Tanggulangin Kecamatan Klirong;
e. kawasan Rowo Kecamatan Mirit; dan
f. kawasan Ambal.
(5) Komoditas perikanan tangkap, meliputi : ubur-ubur, layur,
bawal putih, udang
jrebung dan udang lainnya.
Pasal 35
(1) Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 30
huruf e, meliputi pertambangan mineral logam, mineral bukan logam,
batubara
serta minyak dan gas bumi yang terdapat di wilayah:
a. Kecamatan Ayah;
b. Kecamatan Buayan;
c. Kecamatan Karangsambung;
30
d. Kecamatan Poncowarno;
e. Kecamatan Karanggayam;
f. Kecamatan Sempor;
g. Kecamatan Sadang;
h. Kecamatan Alian;
i. Kecamatan Padureso;
j. Kecamatan Sruweng;
k. Kecamatan Pejagoan;
l. Kecamatan Rowokele;
m. Kecamatan Kutowinangun;
n. Kecamatan Gombong;
o. Kecamatan Adimulyo;
p. Kecamatan Kebumen;
q. Kecamatan Klirong;
r. Kecamatan Pertanahan;
s. Kecamatan Puring;
t. Kecamatan Mirit;
u. Kecamatan Ambal; dan
v. Kecamatan Buluspesantren.
(2) Kawasan peruntukan pertambangan kabupaten sebagaimana dimaksud
pada
ayat (1) diuraikan dalam tabel sebagaimana tercantum dalam
Lampiran XXII
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(3) Kawasan peruntukan pertambangan kabupaten digambarkan dalam
peta
dengan tingkat ketelitian 1: 50.000 sebagaimana tercantum dalam
Lampiran
XXIII dan Lampiran XXIV yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari
Peraturan Daerah ini.
Pasal 36
(1) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal
30 huruf f,
meliputi :
a. kawasan peruntukan pariwisata budaya;
b. kawasan peruntukan pariwisata alam; dan
c. kawasan peruntukan pariwisata buatan.
(2) Kawasan peruntukan pariwisata budaya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1)
huruf a, meliputi :
a. Kecamatan Kebumen;
b. Kecamatan Buluspesantren;
c. Kecamatan Kutowinangun;
d. Kecamatan Ayah;
e. Kecamatan Buayan;
f. Kecamatan Mirit;
g. Kecamatan Ambal;
h. Kecamatan Petanahan;
i. Kecamatan Sempor;
j. Kecamatan Karanganyar; dan
k. Kecamatan Gombong.
(3) Kawasan peruntukan pariwisata alam sebagaimana dimaksud pada
ayat (1)
huruf b, meliputi :
a. Kecamatan Ayah;
b. Kecamatan Karangsambung;
c. Kecamatan Buayan;
d. Kecamatan Mirit;
e. Kecamatan Ambal;
f. Kecamatan Buluspesantren;
g. Kecamatan Klirong;
31
h. Kecamatan Petanahan;
i. Kecamatan Padureso; dan
j. Kecamatan Alian.
(4) Kawasan peruntukan pariwisata buatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1)
huruf c, meliputi :
a. Kecamatan Ayah;
b. Kecamatan Sempor;
c. Kecamatan Padureso;
d. Kecamatan Prembun;
e. Kecamatan Ambal;
f. Kecamatan Petanahan; dan
g. Kecamatan Kebumen.
(5) Rencana pengembangan kawasan peruntukan pariwisata, meliputi :
a. Kawasan Karst Gombong Selatan fokus wisata sumber daya alam dan
teknologi;
b. Kawasan Geologi Karangsambung dengan fokus wisata pendidikan
dan cagar
alam kegeologian;
c. Kawasan Pantai Ayah dengan fokus wisata pantai dan perikanan;
d. peningkatan fasilitas penunjang obyek daya tarik wisata;
e. pengemasan produk wisata dengan paket-paket wisata regional
dengan
daerah lain;
f. pemeliharaan obyek daya tarik wisata dan kawasan wisata dengan
keseimbangan lingkungan;
g. pengembangan karakter terpadu disesuaikan dengan zona tematis
seperti :
zona wisata alam, wisata budaya dan wisata religious;
h. peningkatan jalur transportasi untuk menghubungkan
masing-masing obyek
daya tarik wisata di Kabupaten Kebumen;
i. peningkatan jalur penghubung yang menghubungkan kawasan wisata
dengan fasilitas menunjang dan sektor pengembangan lain seperti
sektor
industri; permukiman dan pertanian; dan
j. pengembangan pemasaran hasil industri di jalur wisata untuk
meningkatkan
kontribusi sektor wisata dan industri.
(6) Kawasan peruntukan pariwisata kabupaten sebagaimana dimaksud
pada
ayat (1) diuraikan dalam tabel sebagaimana tercantum Lampiran XXV
yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(7) Kawasan peruntukan pariwisata kabupaten digambarkan dalam peta
dengan
tingkat ketelitian 1: 50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran
XXVI yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pasal 37
(1) Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal
30 huruf g
terdiri atas atas kawasan peruntukan industri besar, industri
menengah dan
industri kecil dan mikro.
(2) Kawasan peruntukan industri besar, meliputi :
a. Kecamatan Petanahan;
b. Kecamatan Kebumen;
c. Kecamatan Sempor; dan
d. Kecamatan Gombong.
(3) Kawasan peruntukan industri menengah/sedang, meliputi :
a. Kecamatan Buayan;
b. Kecamatan Petanahan;
c. Kecamatan Kebumen;
d. Kecamatan Sempor; dan
e. Kecamatan Gombong.
32
(4) Kawasan peruntukan industri kecil dan rumah tangga tersebar di
seluruh
kecamatan.
(5) Rencana pengembangan kawasan industri, meliputi :
a. pengelolaan disesuaikan dengan manajemen kawasan peruntukan
industri
dan memperhatikan dampak lingkungan;
b. pelibatan penduduk sekitar dalam proses produksi untuk
menghindari
kesenjangan interwilayah;
c. pengembangan di luar kawasan peruntukan industri harus berbasis
pada
potensi lokal setempat;
d. pembinaan industri kecil dan mikro dilakukan guna meningkatkan
nilai
produk hasil-hasil pertanian;
e. pengembangan kawasan dilakukan dengan mempertimbangkan aspek
ekologis, memperhatikan daya dukung lahan dan tidak mengkonversi lahan
pertanian secara besar-besaran;
f. pengembangan kawasan harus didukung oleh adanya jalur hijau
sebagai
penyangga antar fungsi bawahan;
g. pengembangan kawasan harus didukung oleh sarana dan prasarana
industri; dan
h. pengembangan kegiatan industri berbasis sumberdaya lokal yang
berkelanjutan.
(6) Kawasan peruntukan industri kabupaten digambarkan dalam peta
dengan
tingkat ketelitian 1: 50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran
XXVII yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pasal 38
(1) Kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal
30 pada
huruf h, meliputi :
a. Permukiman perkotaan seluas kurang lebih 9.632 ha (sembilan
ribu enam
ratus tiga puluh dua hektar); dan
b. Permukiman perdesaan seluas kurang lebih 23.558 ha (dua puluh
tiga ribu
lima ratus lima puluh delapan hektar).
(2) Kawasan peruntukan permukiman perkotaan, meliputi :
a. Kecamatan Prembun;
b. Kecamatan Kutowinangun;
c. Kecamatan Kebumen;
d. Kecamatan Karanganyar;
e. Kecamatan Gombong; dan
f. Kecamatan Petanahan.
(3) Kawasan peruntukan permukiman perdesaan tersebar di luar
kawasan
peruntukan permukiman perkotaan.
(4) Kawasan peruntukan permukiman perkotaan dan permukiman
perdesaan
kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diuraikan dalam tabel
Lampiran XXVIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan
Daerah ini.
(5) Kawasan peruntukan permukiman kabupaten digambarkan dalam peta
dengan
tingkat ketelitian 1: 50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran
XXIX yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pasal 39
(1) Kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30
huruf i
dipergunakan sebagai kawasan pertahanan dan keamanan, meliputi :
a. Markas Komando Distrik Militer (MAKODIM) 0709 Kebumen;
b. Komando Rayon Militer (KORAMIL);
c. Komando Resort Militer (KOREM);
33
d. Polisi Resort (POLRES);
e. Polisi Sektor (POLSEK);
f. Daerah latihan TNI;
g. Daerah latihan dan uji coba TNI; dan
h. Lapangan uji coba senjata.
(2) Daerah Latihan TNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f,
meliputi:
a. Kecamatan Mirit;
b. Kecamatan Ambal; dan
c. Kecamatan Buluspesantren.
(3) Daerah latihan dan uji coba TNI sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf g,
menempati wilayah sepanjang pantai dari muara Sungai Luk ulo Desa
Ayamputih Kecamatan Buluspesantren sampai dengan muara Sungai
Wawar
Desa Wiromartan Kecamatan Mirit dengan panjang kurang lebih 22,5
km (dua
puluh dua setengah kilometer).
(4) Lapangan uji coba senjata sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf h, dengan
luas kurang lebih 385,3 ha (tiga ratus delapan puluh lima koma
tiga hektar),
meliputi :
a. Desa Wiromartan Kecamatan Mirit;
b. Desa Lembupurwo Kecamatan Mirit;
c. Desa Tlogopragoto Kecamatan Mirit;
d. Desa Tlogodepok Kecamatan Mirit;
e. Desa Mirit Kecamatan Mirit;
f. Desa Miritpetikusan Kecamatan Mirit;
g. Desa Entak Kecamatan Ambal;
h. Desa Kenoyojayan Kecamatan Ambal;
i. Desa Ambalresmi Kecamatan Ambal;
j. Desa Kaibon Petangkuran Kecamatan Ambal;
k. Desa Kaibon Kecamatan Ambal;
l. Desa Sumberjati Kecamatan Ambal;
m. Desa Ayamputih Kecamatan Buluspesantren; dan
n. Desa Setrojenar Kecamatan Buluspesantren.
(5) Kawasan peruntukan lainnya berupa kawasan pertahanan dan
keamanan
kabupaten digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian
1:50.000
sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXX yang merupakan bagian
tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
BAB VI
PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS WILAYAH KABUPATEN
Pasal 40
(1) Untuk operasionalisasi RTRW Kabupaten Kebumen disusun Rencana
Rinci
Tata Ruang berupa Rencana tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten.
(2) Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
(3) Kawasan strategis, meliputi :
a. Kawasan Strategis Nasional (KSN);
b. Kawasan Strategis Provinsi (KSP); dan
c. Kawasan Strategis Kabupaten (KSK).
(4) Kawasan Strategis Nasional (KSN) sebagaimana dimaksud pada
ayat (3)
huruf a berupa kawasan strategis Fungsi dan Daya Dukung Lingkungan
Hidup, meliputi :
a. Kawasan Geologi Karangsambung; dan
b. Kawasan DAS Serayu - Bogowonto.
34
(5) Kawasan Strategis Provinsi (KSP) sebagaimana dimaksud pada
ayat (3)
huruf b, meliputi :
a. Kawasan Perkotaan Gombong-Karanganyar-Kebumen dari sudut
pertumbuhan ekonomi;
b. Kawasan Karst Gombong Selatan dari sudut kepentingan fungsi dan
daya
dukung lingkungan hidup; dan
c. Kawasan cagar alam Geologi Karangsambung dari Sudut
Pendayagunaan
Sumberdaya Alam dan Teknologi.
(6) Kawasan Strategis Kabupaten (KSK) sebagaimana dimaksud pada
ayat (3)
huruf c meliputi :
a. Kawasan strategis pertumbuhan ekonomi;
b. Kawasan strategis sosial dan budaya;
c. Kawasan strategis fungsi dan daya dukung lingkungan hidup; dan
d. Kawasan strategis dari sudut pendayagunaan sumberdaya alam dan
teknologi.
(7) Kawasan strategis pertumbuhan ekonomi kabupaten sebagaimana
dimaksud
pada ayat (6) huruf a, meliputi :
a. Kawasan ekonomi cepat tumbuh Prembun – Kutowinangun – Kebumen–
Sruweng – Karanganyar – Gombong;
b. Kawasan Pesisir Ayah;
c. Kawasan Petanahan;
d. Kawasan Strategis Lahan Pangan Berkelanjutan di Kecamatan
Puring,
Buayan, Sadang, Ayah, Karangsambung, Prembun, Padureso, Petanahan,
Rowokele, Sempor, dan Karanggayam;
e. Kawasan Perbatasan Rowokele dan Mirit;
f. Kawasan Industri Genteng Pejagoan;
g. Kawasan Pelestarian Sarang Burung Walet di Kecamatan Ayah;
h. Kawasan Pariwisata alam heritage, budidaya yang tersebar di
berbagai
lokasi di Kabupaten Kebumen dan pengembangan wisata pantai,
Pengembangan Perikanan Tangkap dan Perikanan Budidaya di Ayah,
Suwuk, Rowokele; dan
i. Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) sebagai Jalan Strategis
Nasional.
(8) Kawasan strategis sosial dan budaya Kabupaten sebagaimana
dimaksud pada
ayat (6) huruf b, meliputi :
a. Kawasan Benteng Van Der Wijck; dan
b. Kawasan Masjid Soko Tunggal.
(9) Kawasan strategis fungsi dan daya dukung lingkungan hidup
kabupaten
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf c, meliputi :
a. Hutan bakau di sepanjang pantai Selatan;
b. Kawasan hutan lindung Waduk Sempor dan Waduk Wadaslintang;
c. Kawasan Geologi Karangsambung;
d. Kawasan Karst Gombong Selatan; dan
e. Kawasan Sub Das Serayu – Bogowonto.
(10) Kawasan strategis dari sudut pendayagunaan sumberdaya alam
dan teknologi
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf d, meliputi :
a. Kawasan Waduk Sempor; dan
b. Kawasan Waduk Wadaslintang.
(11) Kawasan strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diuraikan dalam tabel
sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXXI yang merupakan bagian
tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(12) Kawasan strategis kabupaten digambarkan dalam peta dengan
tingkat
ketelitian 1: 50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXXII
yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
35
BAB VII
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH KABUPATEN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 41
(1) Arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten berisi indikasi
program utama
penataan ruang wilayah yang meliputi :
a. perwujudan struktur ruang wilayah kabupaten; dan
b. perwujudan pola ruang wilayah kabupaten.
(2) Indikasi program utama memuat uraian tentang program,
kegiatan, sumber
pendanaan, instansi pelaksana, serta waktu dalam tahapan
pelaksanaan RTRW
Kabupaten.
(3) Pelaksanaan RTRW Kabupaten terbagi dalam 4 (empat) tahapan
antara lain
meliputi : Tahap I (Tahun 2011 - 2015), Tahap II (Tahun 2016 -
2020), Tahap III
(Tahun 2021 - 2025) dan Tahap IV (Tahun 2026 – 2031).
Bagian Kedua
Perwujudan Struktur Ruang
Pasal 42
(1) Perwujudan rencana struktur ruang wilayah, terdiri atas :
a. Perwujudan pusat kegiatan dalam wilayah yang meliputi :
1. Studi Rencana Detail Tata Ruang Perkotaan (PPK); dan
2. Studi Rencana Detail Tata Ruang Perdesaan (PPL).
b. Perwujudan sistem jaringan prasarana kabupaten yang meliputi :
1. Pengembangan Prasarana Jalan, meliputi :
a. pengembangan Jalur Jalan Strategis Nasional (JJLS);
b. pembangunan jalan lingkar berupa jalan kabupaten;
c. pembangunan Jalan Lingkar Prembun berupa jalan kabupaten;
d. pembangunan jalan tembus berupa jalan kabupaten;
e. peningkatan ruas-ruas kolektor primer dan arteri sekunder;
f. peningkatan jalan kolektor sekunder baik peningkatan perkerasan
maupun lebar jalan;
g. peningkatan jalan lokal yang menghubungkan antar ibukota desa
guna
mempermudah;
h. pergerakan orang dan distribusi barang terutama barang-barang
hasil
pertanian;
i. peningkatan kualitas jalan lingkungan terutama di Kawasan
Perkotaan
Kebumen dan Gombong guna meningkatkan pergerakan dalam
kawasan; dan
j. pelebaran Jalan Guyangan – Petanahan berupa jalan kabupaten.
2. Pengembangan Sarana Transportasi, meliputi :
a) Pengembangan angkutan umum, meliputi :
1) pengembangan angkutan umum penumpang; dan
2) pengembangan Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (ASDP).
b) Pengembangan prasarana terminal penumpang dan angkutan barang,
meliputi :
1) peningkatan infrastruktur pendukung dan pelayanan Terminal
Tipe A;
2) restrukturisasi fungsi terminal di Gombong, Kebumen dan Prembun
khusus untuk terminal angkutan kota/perdesaan;
3) pembangunan terminal Tipe C atau sub terminal;
36
4) pembangunan Terminal Barang untuk kegiatan Agrobisnis dan
Terminal Barang untuk kegiatan Agrobisnis Penunjang;
5) pembangunan Terminal Angkutan Barang; dan
6) pengembangan Depo Angkutan Barang kecil.
3. Pengembangan Jalur Kereta Api dengan jalur ganda dari arah
Yogyakarta-
Kutoarjo-Kroya-Cirebon, meliputi :
a) pengembangan jalan layang di perlintasan rel;
b) pengembangan sistem pintu perlintasan otomatis atau semi
otomatis;
c) pengembangan sistem terminal terpadu (stasiun dan terminal);
d) peningkatan kualitas bangunan di lima stasiun yaitu Stasiun
Kebumen,
Gombong, Prembun, Kutowinangun dan Sruweng; dan
e) pembuatan rel ganda Prembun – Gombong.
4. Pengembangan Sistem Jaringan Energi, meliputi :
a) pengembangan dan optimalisasi Waduk Sempor dan Wadaslintang
sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA);
b) pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga (PLT) Mikro Hidro dan
Surya;
c) pengembangan transmisi listrik saluran udara;
d) pengembangan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET)
dengan
kapasitas 500 kV;
e) penambahan jaringan listrik sampai ke tingkat dusun; dan
f) pengembangan prasarana Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Gas Bumi.
5. Pengembangan sistem jaringan sumber daya air, meliputi :
a) pengembangan sistem jaringan sumber daya air yang berupa
konservasi lahan di daerah tangkapan air;
b) pengembangan jaringan air bersih, meliputi :
1) pembangunan jaringan air bersih perpipaan di kawasan perkotaan;
2) pembangunan jaringan perpipaan mandiri di perdesaan;
c) pengembangan jaringan irigasi, meliputi :
1) peningkatan jaringan irigasi teknis;
2) mengoptimalkan jaringan irigasi sederhana; dan
3) melindungi sumber air irigasi yang terdiri dari mata air dan
sungai.
6. Pengembangan sistem jaringan telekomunikasi, meliputi :
a) pengembangan sistem jaringan kabel, meliputi :
1) pengembangan jaringan primer dengan menggunakan kabel tanam
berkapasitas tinggi;
2) penggelaran serat optik yang menghubungkan kawasan perkotaan;
dan
3) pengadaan sistem telepon tanpa kabel (wireless) berbasis swadaya
masyarakat di semua ibukota desa.
b) pengembangan sistem jaringan nirkabel yang berupa pendirian
menara
telekomunikasi dengan konsep pengembangan menara bersama; dan
c) pengembangan sistem jaringan satelit yang berupa pengembangan
komunikasi data dan suara.
7. pengembangan sistem jaringan prasarana pengelolaan lingkungan,
meliputi :
a) pengembangan pengelolaan sampah melalui recycle, reduce, dan reuse;
b) pengembangan pengelolaan limbah dari permukiman perkotaan
dengan
sistem sanitasi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL);
c) pengembangan pengelolaan limbah industri kecil menengah berupa
biogas menjadi sumber energi alternatif;
d) pembuatan rencana pengolahan sampah regional;
e) penyusunan studi pengolahan sampah regional; dan
f) pembangunan tempat pengolahan sampah regional.
37
(2) Penjabaran dari setiap perwujudan rencana struktur ruang
wilayah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat dalam matriks indikasi
program
utama RTRW Kabupaten Kebumen 2011-2031 yang tercantum dalam
Lampiran XXXIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan
Daerah ini.
Paragraf 3
Perwujudan Pola Ruang
Pasal 43
(1) Perwujudan rencana pola ruang wilayah, meliputi :
a. Perwujudan kawasan lindung, meliputi :
1. Kawasan Hutan Lindung, melalui :
a) pelestarian, pemulihan dan pengkayaan kawasan lindung;
b) rehabilitasi lahan kriitis dan terlantar serta pengembalian
fungsi
kawasan lindung; dan
c) program pembinaan dan penyuluhan kepada masyarakat dalam
upaya pelestarian hutan lindung.
2. Kawasan yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan
Bawahannya, melalui :
a) Kawasan Resapan Air, melalui :
1) menjaga, memperbaiki dan meningkatkan kapasitas resapan air
hujan; dan
2) penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)
Desa berbasis konservasi di desa yang berlokasi di daerah
tangkapan air.
b) Kawasan Lindung di Luar Kawasan Hutan Lindung yang Mempunyai
Kriteria Fisiografi Seperti Hutan Lindung, melalui :
1) menyusun pendoman teknis pengelolaan kawasan lindung di luar
kawasan hutan;
2) memetakan peruntukan penggunaan dan penguasaan lahan pada
kawasan lindung di luar kawasan hutan; dan
3) penanaman tanaman konservasi dengan memberdayakan
masyarakat.
3. Kawasan perlindungan setempat, meliputi :
a) kawasan sekitar mata air, melalui :
1) studi geohidrologi mata air terpilih; dan
2) pengendalian secara ketat melalui pengaturan zonasi
b) Kawasan sempadan sungai, melalui :
1) penanaman tanaman keras;
2) pembuatan tebing beton dan krib pengendali saluran air;
3) pembuatan jalan inspeksi untuk sungai yang melalui
permukiman; dan
4) pembebasan sempadan sungai dari kegiatan-kegiatan yang dapat
mengganggu fungsi sungai.
c) Kawasan sempadan pantai dengan pembebasan sempadan pantai
sejauh 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat dari
kegiatan yang dapat merusak lingkungan pantai; dan
d) Kawasan sempadan waduk dengan pembebasan sempadan waduk
sejauh 50 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat dari
kegiatan-kegiatan yang dapat mengganggu kelestarian daya tampung
waduk.
4. Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya, melalui
:
a) studi kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya;
b) studi kawasan pantai berhutan bakau;
38
c) pengembangan wisata minat khusus di Kawasan Cagar Alam Geologi
Karangsambung dan kawasan Karst Gombong Selatan; dan
d) pengendalian kegiatan budidaya di dalam kawasan suaka alam dan
cagar budaya.
5. Kawasan lindung geologi, melalui :
a) pengembangan wisata minat khusus di Kawasan Cagar Alam Geologi
Karangsambung dan kawasan Karst Gombong Selatan;
b) merehabilitasi/reboisasi kawasan Karst dan Geologi yang rusak;
dan
c) konservasi kawasan imbuhan air bawah tanah.
6. Kawasan rawan bencana, melalui :
a) pembuatan zona-zona bencana alam;
b) pembuatan jalur evakuasi tsunami dan banjir;
c) penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan dan pelatihan mengenai
kebencanaan;
d) optimalisasi dan peningkatan jaringan drainase di seluruh
wilayah
rawan banjir;
e) penghijauan wilayah hulu sungai sebagai upaya pengendali
banjir;
f) penghijauan wilayah pantai dengan tanaman yang tahan terhadap
salinitas air laut dan mempunyai kemampuan mengikat air yang
tinggi; dan
g) perlindungan dan pelestarian gumuk pasir.
7. Kawasan lindung lainnya, melalui :
a) inventarisasi dan pengelolaan kawasan perlindungan plasma
nutfah;
dan
b) penyusunan arahan pemanfaatan dan pengendalian ruang kawasan
perlindungan plasma nutfah.
b. Perwujudan kawasan budidaya, yaitu :
1. kawasan peruntukan hutan produksi, melalui :
a) percepatan reboisasi;
b) pengembangan kegiatan tumpangsari atau budidaya sejenis;
c) peningkatan partisipasi masyarakat melalui pengembangan hutan
kerakyatan; dan
d) pengembangan sistem tebang pilih, tebang gilir, rotasi tanaman
dan
pemilihan tanaman yang mendukung keseimbangan alam serta
keberlanjutan sumber daya tanah dan air.
2. kawasan peruntukan hutan rakyat dengan cara memantapkan dan
mengembangkan fungsi hutan rakyat sebagai fungsi produksi
sekaligus
fungsi lindung.
3. kawasan peruntukan pertanian, melalui :
a) pengembangan Terminal Barang untuk kegiatan Agrobisnis (STA)
penunjang di Prembun;
b) pengembangan Kecamatan Ayah sebagai wilayah pengembangan
perikanan laut;
c) pembangunan Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Agrobisnis di
Kecamatan Adimulyo, Ambal, Mirit, Karanggayam, Sempor,
Kuwarasan, Petanahan, Puring, Buayan, Buluspesantren, Sruweng,
Karanganyar, Klirong, Prembun, Ayah, Kutowinangun dan Rowokele;
d) Studi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B);
e) pengendalian kegiatan terbangun di kawasan pertanian lahan
basah;
f) pengembangan teknologi budidaya pertanian dan pengolahan produk
pertanian;
g) mengembangkan sarana dan prasarana pendukung pertanian untuk
meningkatkan produksi dan nilai tambah hasil pertanian; dan
h) pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan lahan kering.
39
4. kawasan peruntukan perkebunan, melalui :
a) pengembangan komoditas unggulan tanaman perkebunan; dan
b) pengembangan teknologi budidaya pertanian dan pengolahan produk
pertanian perkebunan.
5. kawasan peruntukan perikanan, melalui :
a) pengembangan komoditi perikanan unggulan;
b) pengembangan sistem pengolahan hasil perikanan;
c) pengembangan sistem pemasaran hasil perikanan;
d) pengembangan wilayah pesisir; dan
e) pengembangan kawasan minapolitan.
6. kawasan peruntukan peternakan melalui pengembangan teknologi
budidaya peternakan dan pengolahan produk peternakan.
7. kawasan peruntukan pertambangan, melalui :
a) pengendalian lokasi pertambangan hanya ada di daerah yang
memiliki bahan tambang potensial dan didukung oleh aksesibilitas
baik;
b) studi pengembangan kawasan geologi; dan
c) konservasi/rehabilitasi pada lokasi pertambangan.
8. kawasan peruntukan pariwisata, melalui :
a) peningkatan fasilitas penunjang obyek wisata untuk meningkatkan
daya tarik wisata;
b) pengemasan produk wisata dengan paket-paket wisata regional
dengan daerah lain;
c) pemeliharaan obyek wisata dan kawasan wisata agar tidak
bertentangan dengan keseimbangan lingkungan;
d) pengembangan karakter terpadu disesuaikan dengan zona tematis,
seperti zona wisata alam, wisata budaya dan wisata religius;
e) peningkatan jalur transportasi untuk menghubungkan masingmasing
obyek daya tarik wisata;
f) peningkatan jalur penghubung yang menghubungkan kawasan
wisata dengan fasilitas penunjang dan sektor pengembangan lain
seperti sektor industri, permukiman dan pertanian;
g) pengembangkan pemasaran hasil industri di jalur wisata untuk
meningkatkan kontribusi sektor wisata dan industri; dan
h) pengendalian kegiatan terbangun di kawasan wisata.
9. kawasan peruntukan industri, melalui :
a) pembinaan industri kecil dan rumah tangga;
b) pengelolaan limbah industri; dan
c) penataan kawasan peruntukan industri.
10. Kawasan peruntukan permukiman, melalui :
a) penyusunan Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan
dan Permukiman Daerah (RP4D);
b) pembentukan Badan Kebijaksanaan dan Pengendalian Pembangunan
Perumahan dan Permukiman Daerah (BKP4D);
c) pengembangan kawasan perumahan di pusat-pusat kegiatan; dan
d) melengkapi kawasan-kawasan yang tumbuh menjadi kawasan pusat
permukiman baru dengan sarana dan prasarana yang memadai,
melalui :
1) pengembangan sarana perumahan;
2) pengembangan sarana pendidikan;
3) pengembangan sarana kesehatan;
4) pengembangan Rumah Sakit (RS) tipe B di Kota Kebumen;
5) pengembangan sarana perekonomian;
6) pengembangan sarana perdagangan non pertanian seperti grosir;
dan
40
7) pengembangan fasilitas pengguna jalan seperti : rest area dan pom
bensin.
(2) Penjabaran dari setiap perwujudan rencana pola ruang wilayah
Kabupaten
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat dalam matriks indikasi
program
pembangunan RTRW Kabupaten Kebumen 2011-2031 yang tercantum dalam
Lampiran XXXIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan
Daerah ini.
Paragraf 4
Perwujudan Kawasan Strategis
Pasal 44
Perwujudan Kawasan Strategis meliputi :
a. Kawasan Strategis dari Sudut Pertumbuhan Ekonomi, meliputi :
1. Rencana kawasan strategis Kota Kebumen dan Kota Gombong;
2. Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kota Kebumen dan Kota Gombong;
3. Rencana Kawasan Strategis Kota Prembun dan Kota Petanahan;
4. Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kota Prembun dan Kota
Petanahan;
5. Rencana Kawasan Strategis Perkotaan Karanganyar dan Perkotaan
Sruweng;
6. Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Perkotaan Karanganyar dan
Perkotaan
Sruweng;
7. Rencana Kawasan Strategis perkotaan Karangsambung dan
Kutowinangun;
8. Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Perkotaan Karangsambung dan
Kutowinangun;
9. Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Perkotaan Rowokele;
10. Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Perkotaan Buayan;
11. Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Perkotaan Klirong;
12. Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Perkotaan Buluspesantren;
13. Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Perkotaan Mirit;
14. Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Perkotaan Bonorowo;
15. Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Perkotaan Pejagoan;
16. Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Perkotaan Alian;
17. Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Perkotaan Poncowarno;
18. Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Perkotaan Adimulyo;
19. Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Perkotaan Kuwarasan;
20. Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Perkotaan Sempor;
21. Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Perkotaan Karanggayam;
22. Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Perkotaan Sadang;
23. Studi Pertanian Lahan Pangan Berkelanjutan (LP2B) di Kecamatan
Puring,
Buayan, Sadang, Ayah, Karangsambung, Prembun, Padureso, Petanahan,
Rowokele, Sempor dan Karanggayam;
24. Studi Rencana Induk Pengembangan Kepariwisataan;
25. Rencana induk pengembangan Kawasan Agropolitan;
26. Detail Engineering Design (DED) dan Manajemen Persampahan
Perkotaan;
27. Penyusunan Masterplan dan Detail Engineering Design (DED) RTH
Perkotaan Kebumen dan Gombong;
28. Penyusunan Masterplan dan Detail Engineering Design (DED) RTH
Perkotaan Prembun, Petanahan, Kutowinangun dan Karanganyar;
29. Pembangunan Taman Kota;
30. Perkotaan Prembun dan Petanahan Penyusunan Rencana Pembangunan
dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman di Daerah (RP4D) Kota
Kebumen;
31. Penyusunan Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan
Permukiman di Daerah (RP4D) Kota Prembun dan Gombong;
41
32. Penyusunan Masterplan Kawasan Pengembangan Perikanan Tangkap
di
Kecamatan Ayah dan Perikanan Budidaya di Kecamatan Rowokele;
33. Penyusunan Studi Detail Rencana Pengembangan Daya Tarik
Wisata;
34. Penyusunan Studi Rencana Induk Pengembangan Kepariwisataan;
35. Studi Rencana Kawasan strategis Kawasan Sempor;
36. Studi Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Sempor;
37. Studi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Kawasan
Perkotaan;
38. Studi Pengembangan Sarang Burung Walet;
39. Pengembangan wilayah perikanan tangkap dan budidaya;
40. Pengembangan pelabuhan perikanan di Logending;
41. Pembangunan fisik sarana prasarana Kawasan Agropolitan;
42. Pembangunan fisik sarana prasarana kawasan strategis perkotaan
Jalur
Tengah;
43. Pembangunan fisik sarana prasarana kawasan strategis
petanahan;
44. Pembangunan fisik sarana prasarana Kawasan Strategis
Karangsambung;
45. Pengembangan dan pelestarian budidaya sarang burung walet;
46. Studi Rencana Kawasan strategis Jalur Jalan strategis
nasional;
47. Penyusunan Pedoman Pengawasan dan Pengendalian Pemanfaatan
Ruang
Kabupaten Kebumen;
48. Penyusunan rencana pembangunan bidang ke PU-an yang berbasis
tata
ruang; dan
49. Penyusunan sistem informasi perijinan Kota Kebumen, Gombong
dan
Petanahan.
b. Studi Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Jalur Jalan strategis
nasional
Kawasan Strategis dari Sudut Sosial dan Budaya, meliputi :
1. Masterplan dan Pembangunan Fisik Perlindungan dan pengembangan
Kawasan Benteng Van Der Wick; dan
2. Masterplan dan Pembangunan Fisik Perlindungan dan pengembangan
Kawasan Masjid Soko Tunggal.
c. Kawasan Strategis dari Sudut Daya Dukung Lingkungan Hidup,
meliputi :
1. Masterplan Fisik dan Pengelolaan Kawasan Pesisir;
2. Pengembangan dan penghijauan kawasan hutan bakau di kawasan
pesisir;
3. Rehabilitasi kawasan hutan lindung kawasan sempor dengan
penanaman
tanaman lindung yang dapat mengikat tanah dan menyerap air dengan
baik;
4. Pengembangan dan penghijauan kawasan lindung Kawasan Sempor;
5. Penataan Kawasan Cagar Alam Geologi Karangsambung;
6. Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Strategis
Sub
DAS Serayu – Bogowonto;
7. Pemulihan kerusakan lingkungan kawasan kars Gombong Selatan;
8. Penyusunan rencana tata ruang kawasan kars (zonasi); dan
9. Pembebasan lahan pada zona inti Kawasan Cagar Alam Geologi
Karangsambung.
d. Kawasan Strategis dari Sudut Pendayagunaan Sumberdaya Alam dan
Teknologi,
meliputi :
1. Penataan dan pembangunan Fisik/Teknologi kawasan Waduk Sempor;
dan
2. Penataan dan pembangunan Fisik/Teknologi Kawasan Waduk
Wadaslintang.
42
BAB VIII
KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH
Bagian Kesatu
Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Pasal 45
(1) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang diselenggarakan
melalui
penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan
disinsentif dan
pengenaan sanksi.
(2) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud
pada
ayat (1) dilakukan melalui penetapan :
a. ketentuan umum peraturan zonasi;
b. ketentuan perizinan;
c. ketentuan pemberian insentif dan disinsentif; dan
d. arahan pengenaan sanksi.
(3) Ketentuan umum pemanfaatan ruang, terdiri dari :
a. peraturan zonasi daerah;
b. perizinan;
c. ketentuan insentif dan disinsentif;
d. arahan pengenaan sanksi;
e. pengawasan; dan
f. penertiban.
Bagian Kedua
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Pasal 46
Ketentuan umum peraturan zonasi pola ruang sebagaimana dimaksud
dalam
Pasal 45 ayat (2) huruf a, meliputi :
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan lindung; dan
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan budidaya.
Pasal 47
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung yang
berupa
hutan lindung disusun dengan ketentuan :
a. tetap memperhatikan fungsi lindung kawasan yang bersangkutan di
dalam
kawasan lindung dapat dilakukan kegiatan-kegiatan seperti
penelitian dan
eksplorasi sumber daya mineral dan energi serta air tanah, wisata
alam,
serta kegiatan lain yang berkaitan dengan pencegahan bencana alam;
b. dilarang melakukan kegiatan pemanfaatan yang mengganggu fungsi
lindung seperti industri, perdagangan, permukiman dan pertambangan
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan
c. diijinkan pada pembatasan dalam mengeskploitasi sumber daya alam
yang
ada di kawasan hutan lindung.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung yang
berupa
kawasan resapan air disusun dengan ketentuan :
a. diarahkan pada kegiatan menjaga, memperbaiki dan meningkatkan
kapasitas resapan air hujan; dan
b. dilarang melaksanakan kegiatan pemanfaatan yang mengubah
bentang
alam dan mengurangi fungsi resapan air seperti kegiatan industri
besar dan
menengah, fasilitas perdagangan dalam skala besar dan
pertambangan.
43
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung di luar
kawasan
hutan lindung yang mempunyai kriteria fisiografi seperti hutan
lindung
disusun dengan ketentuan :
a. diarahkan pada kegiatan perlindungan dan konservasi; dan
b. diarahkan pada pembatasan dalam mengeskploitasi sumber daya
alam
yang ada di kawasan lindung di luar kawasan hutan.
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung yang
berupa
kawasan sempadan mata air disusun dengan ketentuan :
a. dilarang melakukan kegiatan budidaya yang dapat mengganggu atau
merusak kualitas air seperti industri dan pertambangan;
b. diarahkan pada kegiatan-kegiatan konservasi seperti penghijauan
dan
penataan tapak kawasan untuk menjaga fungsi ekologis dan
hidrologis
kawasan; dan
c. tetap memperhatikan fungsi lindung kawasan yang bersangkutan di
dalam
kawasan lindung dapat dilakukan kegiatan-kegiatan seperti
penelitian
eksplorasi mineral dan air tanah dan wisata alam.
(5) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung yang
berupa
kawasan sempadan sungai disusun dengan ketentuan :
a. dilarang melakukan kegiatan budidaya di sepanjang sungai yang
dapat
mengganggu atau merusak kualitas air, kondisi fisik dan dasar
sungai,
serta alirannya seperti industri, perdagangan, permukiman dan
pertambangan;
b. diarahkan pada kegiatan perlindungan dan pengaturan aliran air
yaitu
meliputi kegiatan penanaman tanaman keras dan perlindungan tebing
dengan beton dan krib pengendali saluran air; dan
c. untuk sungai yang melalui kawasan permukiman dapat dilakukan
pembuatan jalan inspeksi.
(6) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung yang
berupa
kawasan sempadan pantai disusun dengan ketentuan :
a. dilarang melakukan kegiatan budidaya di sempadan pantai yang
dapat
merusak lingkungan pantai seperti industri, perdagangan,
permukiman
dan pertambangan.
b. di kawasan sempadan pantai, pemanfaatan ruang yang
diperbolehkan
meliputi :
1. ruang terbuka hijau;
2. pengembangan struktur alami dan struktur buatan untuk mencegah
bencana pesisir;
3. penelitian dan pendidikan;
4. kepentingan adat dan kearifan lokal yang mencakup; upacara
adat,
upacara keagamaan, hak dan kewajiban masyarakat adat, serta
tradisi
dan kebiasaan;
5. pertahanan dan keamanan;
6. perhubungan; dan
7. telekomunikasi.
c. di kawasan sempadan pantai, pemanfaatan ruang yang
diperbolehkan
dengan syarat tertentu meliputi kegiatan rekreasi, wisata bahari,
dan
ekowisata, dengan syarat tidak termasuk untuk pendirian bangunan
permanen dan/atau hotel.
(7) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung yang
berupa
kawasan sempadan waduk disusun dengan ketentuan :
a. dilarang melakukan kegiatan budidaya di sempadan danau/waduk
yang
dapat mengganggu atau merusak kualitas air dan kondisi fisik dasar
danau/waduk seperti industri, permukiman dan pertambangan;
b. diarahkan pada kegiatan-kegiatan konservasi seperti
penghijauan;
c. penataan tapak kawasan, dan perlindungan tebing untuk menjaga
fungsi
ekologis dan hidrologis kawasan; dan
44
d. tetap memperhatikan fungsi lindung kawasan yang bersangkutan di
dalam
kawasan lindung dapat dilakukan kegiatan-kegiatan seperti budidaya
tanaman keras dan wisata alam.
(8) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung yang
berupa
kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya disusun dengan
ketentuan
dilarang melakukan kegiatan budidaya di kawasan suaka alam laut
dan
perairan lainnya, kecuali kegiatan yang berkaitan dengan fungsinya
dan tidak
mengubah bentang alam, kondisi penggunaan lahan, serta ekosistem
alami
yang ada.
(9) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung yang
berupa
kawasan pantai berhutan bakau disusun dengan ketentuan :
a. kegiatan budidaya yang dikembangkan harus disesuaikan dengan
karakteristik setempat dan tetap mendukung fungsi lindungnya;
b. tetap menjaga fungsi lindungnya maka perlu adanya rekayasa
teknis
dalam pengembangan kawasan pantai berhutan bakau;
c. pengembangan kawasan pantai berhutan bakau harus disertai
dengan
pengendalian pemanfaatan ruang; dan
d. koefisien dasar kegiatan budidaya terhadap luas hutan bakau
maksimum
30% (tiga puluh persen).
(10) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung yang
berupa
kawasan cagar budaya disusun dengan ketentuan :
a. pengembangan kawasan tidak merusak nilai sejarahnya;
b. apabila nilai sejarah dalam kawasan mengalami kerusakan,
sedapat
mungkin dikembalikan ke keadaan semula dengan rehabilitasi,
renovasi
dan sebagainya agar nilai sejarah tetap ada; dan
c. dilarang kegiatan yang mengganggu atau merusak kekayaan budaya.
(11) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung yang
berupa
kawasan Cagar Alam Geologi Karangsambung disusun dengan ketentuan
:
a. dilarang kegiatan yang mengubah bentukan geologi tertentu yang
mempunyai manfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan,
perlindungan flora dan fauna, serta pelestarian air; dan
b. memperhatikan persyaratan pendirian bangunan yang menunjang
kegiatan
pendidikan, penelitian dan wisata.
(12) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung yang
berupa
Kawasan Karst Gombong Selatan disusun dengan ketentuan dilarang
melakukan kegiatan penambangan maupun kegiatan lain yang merusak
kawasan pada kawasan lindung Karst Gombong Selatan.
(13) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan imbuhan air
tanah
disusun dengan ketentuan :
a. dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengurangi fungsi
kawasan
sebagai kawasan imbuhan air tanah; dan
b. diarahkan pada upaya konservasi.
(14) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung yang
berupa
kawasan rawan bencana tanah longsor disusun dengan ketentuan :
a. diarahkan pada kegiatan perlindungan dan pelestarian meliputi
kegiatan
penanaman tanaman keras dan penghijauan;
b. pemanfaatan lahan tidur dengan menanam tanaman yang mampu
mengikat dan meresapkan air serta mampu mencegah erosi dan
longsor;
dan
c. dilarang melakukan kegiatan pemanfaatan yang mengganggu fungsi
lindung pada area-area dengan kemiringan curam seperti industri,
perdagangan, permukiman, dan pertambangan.
45
(15) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung yang
berupa
kawasan rawan bencana banjir disusun dengan ketentuan :
a. diarahkan pada kegiatan konservasi area tangkapan air dengan
penghijauan, pengadaan biopori, dan peningkatan infrastruktur
drainase;
dan
b. pembatasan lahan terbangun pada kawasan rawan banjir.
(16) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung yang
berupa
kawasan rawan bencana kekeringan disusun dengan ketentuan :
a. pemanfaatan lahan tidur dengan menanam tanaman yang mampu
mengikat dan meresapkan air; dan
b. pemilihan tanaman yang tepat pada kawasan hutan produksi.
(17) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung yang
berupa
kawasan rawan bencana angin topan disusun dengan ketentuan,
dilarang
melakukan kegiatan pengembangan permukiman dengan kepadatan
tinggi.
(18) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung yang
berupa
kawasan rawan bencana gempa tektonik disusun dengan ketentuan :
a. menghindari dan mengurangi kegiatan pembangunan dan permukiman
pada kawasan rawan bencana;
b. pembangunan pada kawasan rawan bencana gempa harus
memperhatikan
keselamatan bangunan yaitu bangunan tahan gempa; dan
c. menetapkan jalur evakuasi bencana.
(19) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung yang
berupa
kawasan rawan bencana tsunami disusun dengan ketentuan :
a. dilarang melakukan kegiatan atau pembangunan yang dapat mengurangi
fungsi kawasan sempadan pantai;
b. penataan permukiman di wilayah pesisir dan perlindungan dengan
tanaman keras dan saluran drainase yang baik; dan
c. menetapkan jalur evakuasi bencana.
(20) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung yang
berupa
kawasan rawan bencana gelombang pasang air laut disusun dengan
ketentuan :
a. dilarang melakukan kegiatan atau pembangunan yang dapat
mengurangi
fungsi kawasan sempadan pantai; dan
b. penataan permukiman di wilayah pesisir dan perlindungan dengan
tanaman keras dan saluran drainase yang baik.
Pasal 48
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budidaya yang
berupa
kawasan peruntukan hutan produksi disusun dengan ketentuan :
a. diizinkan aktivitas pengembangan hutan secara lestari;
b. diizinkan aktivitas reboisasi atau penghijauan dan rehabilitasi
hutan;
c. diizinkan terbatas pemanfaatan hasil hutan untuk menjaga
kestabilan
neraca sumber daya kehutanan;
d. diizinkan pengembangan kegiatan tumpang sari atau budidaya
sejenis
dengan tidak mengganggu tanaman pokok;
e. diizinkan penebangan dengan sistem tebang pilih, tebang gilir,
rotasi
tanaman dan pemilihan tanaman yang mendukung keseimbangan alam
serta keberlanjutan sumber daya tanah dan air;
f. diizinkan secara terbatas pendirian bangunan hanya untuk
menunjang
kegiatan pemanfaatan hasil hutan; dan
g. dilarang aktivitas pengembangan budidaya lainnya yang
mengurangi luas
hutan rakyat.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budidaya yang
berupa
kawasan peruntukan hutan rakyat disusun dengan ketentuan :
a. diizinkan aktivitas pengembangan hutan secara lestari;
46
b. diizinkan aktivitas reboisasi atau penghijauan dan rehabilitasi
hutan;
c. diizinkan terbatas pemanfaatan hasil hutan untuk menjaga
kestabilan
neraca sumber daya kehutanan;
d. diizinkan pengembangan kegiatan tumpang sari atau budidaya
sejenis
dengan tidak mengganggu tanaman pokok;
e. diizinkan penebangan dengan sistem tebang pilih, tebang gilir,
rotasi
tanaman dan pemilihan tanaman yang mendukung keseimbangan alam
serta keberlanjutan sumber daya tanah dan air;
f. diizinkan secara terbatas pendirian bangunan hanya untuk
menunjang
kegiatan pemanfaatan hasil hutan; dan
g. dilarang aktivitas pengembangan budidaya lainnya yang
mengurangi luas
hutan rakyat.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budidaya yang
berupa
kawasan pertanian lahan basah disusun dengan ketentuan :
a. diarahkan pada kegiatan peningkatan produktivitas lahan
meliputi
pengembangan jaringan irigasi dan pengolahan lahan secara organik;
b. diarahkan pada kegiatan peningkatan produktivitas lahan
meliputi
pengembangan jaringan irigasi dan pengolahan lahan secara organik;
dan
c. dilarang mengalihfungsikan lahan pertanian dengan sistem
irigasi teknis
menjadi lahan terbangun sesuai kebijakan lahan tanaman pangan
berkelanjutan melalui sistem insentif disinsentif.
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budidaya yang
berupa
kawasan pertanian lahan kering disusun dengan ketentuan :
a. konservasi lahan dilakukan dengan tetap mengingat fungsi utama,
daya
dukung, dan kesesuaian dengan aktivitas sekitar;
b. diarahkan pada kegiatan tumpangsari pada lahan-lahan tanaman
pangan
lahan kering dan holtikultura; dan
c. diarahkan pada pengolahan lahan secara organik.
(5) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budidaya yang
berupa
kawasan peruntukan perkebunan disusun dengan ketentuan diarahkan
pada
kegiatan tumpang sari dengan tanaman keras pada
perkebunan-perkebunan
di kawasan lindung dan resapan air.
(6) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budidaya yang
berupa
kawasan perikanan disusun dengan ketentuan :
a. diarahkan untuk memiliki sistem pengairan dan kolam yang baik sehingga
limbah perikanan tidak mencemari lingkungan sekitarnya;
b. diarahkan pengelolaan khusus pada area perikanan yang terdapat
pada
area aliran sungai;
c. diarahkan penggunaan teknologi untuk penangkapan ikan agar
cakupan
luas penangkapan ikan bertambah;
d. diarahkan pengembangan alat penangkapan ikan, cara penangkapan
ikan,
dan pembudidayaan ikan yang ramah lingkungan;
e. dilarang untuk meletakkan area perikanan ditengah area
permukiman dan
pertanian lahan basah dengan sistem irigasi;
f. diperbolehkan pengembangan sarana dan prasarana yang bersifat
mendukung kegiatan perikanan;
g. dilarang memanfaatkan sumberdaya perikanan melebihi potensi
lestari;
dan
h. dilarang mengembangkan kawasan perikanan untuk kawasan
pariwisata
yang merusak fungsi perikanan.
(7) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budidaya yang
berupa
kawasan peternakan disusun dengan ketentuan :
a. budidaya ternak unggas tidak berada di lingkungan permukiman;
dan
b. diarahkan pada pengembangan pembuatan pupuk organik dan biogas
di
kawasan peternakan.
47
(8) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budidaya yang
berupa
kawasan potensi pertambangan disusun dengan ketentuan :
a. dilarang melakukan kegiatan penambangan di lahan pertanian
produktif;
b. dilarang melakukan penambangan di daerah sempadan pantai;
c. kegiatan penambangan harus diikuti dengan kegiatan rehabilitasi
sebagai
upaya untuk memulihkan ekosistem yang ada; dan
d. penambangan di kawasan kars dilakukan dengan batasan tidak pada
kawasan kars kelas I dan pelaksanaannya tetap memperhatikan
Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
(9) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budidaya yang
berupa
kawasan pariwisata disusun dengan ketentuan :
a. diizinkan pengembangan aktivitas komersial sesuai dengan skala
daya
tarik pariwisatanya;
b. diizinkan secara terbatas pengembangan aktivitas perumahan dan
permukiman dengan syarat di luar zona utama pariwisata dan tidak
mengganggu bentang alam daya tarik pariwisata; dan
c. dilarang melakukan kegiatan budidaya yang mengganggu keberadaan
situs
peninggalan kebudayaan.
(10) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budidaya yang
berupa
kawasan peruntukan industri disusun dengan ketentuan :
a. diarahkan untuk kegiatan industri mikro/kecil pada area
permukiman
untuk memiliki pengelolaan limbahnya sehingga tidak mencemari
lingkungan sekitarnya;
b. diarahkan untuk kegiatan industri menengah dan besar untuk
memiliki
sistem pengelolaan limbah terpadu sehingga tidak mencemari
lingkungan
sekitar;
c. diarahkan pada kegiatan rehabilitasi lingkungan melalui
program-program
penghijauan dan penjagaan kualitas air tanah; dan
d. dilarang melakukan kegiatan industri menengah dan berat di area
permukiman dan lahan pertanian tanaman pangan terutama yang
memiliki sistem irigasi teknis melalui kebijakan insentif
disinsentif dan
AMDAL.
(11) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budidaya yang
berupa
kawasan peruntukan permukiman perkotaan disusun dengan ketentuan :
a. diizinkan mengembangkan perdagangan jasa dengan syarat sesuai
dengan
skalanya;
b. diarahkan pengembangan sarana prasarana sesuai skalanya;
c. diarahkan untuk menyediakan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di
kawasan
peruntukan permukiman;
d. perkembangan permukiman perkotaan tetap dibatasi dengan
ketentuan
Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai Bangunan (KLB),
Ruang Terbuka Hijau (RTH dan garis sempadan bangunan yang berlaku
di
kabupaten; dan
e. pengembangan kawasan permukiman perkotaan wajib diatur dengan :
1. tidak menggunakan tanah sawah beririgasi teknis;
2. tidak menggunakan tanah sawah beririgasi setengah teknis,
tetapi
intensitas penggunaannya lebih dari satu kali dalam satu tahun;
dan
3. pengembangan permukiman pada sawah non irigasi teknis atau
lahan
kering diperbolehkan apabila mematuhi ketentuan yang berlaku
mengenai peralihan fungsi peruntukan kawasan.
(12) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budidaya yang
berupa
kawasan pertahanan dan keamanan disusun dengan ketentuan :
a. diizinkan kegiatan budidaya pertanian pada ‘Tanah Bera Sengaja’
di
lingkungan kawasan pertahanan dan keamanan jika tidak digunakan
TNI
untuk latihan; dan
b. dilarang mendirikan bangunan di kawasan pertahanan keamanan.
48
Bagian Ketiga
Ketentuan Perizinan
Pasal 49
(1) Pemberian izin berupa perizinan pemanfaatan ruang yang menurut
ketentuan
peraturan perundang-undangan harus dimiliki sebelum pelaksanaan
pemanfaatan ruang.
(2) Pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas :
a. persetujuan prinsip;
b. izin lokasi;
c. izin gangguan dan izin tempat usaha;
d. izin mendirikan mengubah menambahkan bangunan;
e. izin usaha penggilingan padi, huller, dan penyosohan beras;
f. izin pemakaman & perabuan;
g. izin pemasangan reklame dan pembayaran pajak reklame;
h. izin usaha kawasan industri, izin perluasan dan tanda daftar
industri;
i. izin usaha obyek daya tarik wisata;
j. izin usaha peternakan;
k. izin budidaya sarang burung walet dan pembayaran pajak budidaya
sarang
burung walet;
l. surat izin penambangan daerah; dan
m. izin pengambilan dan pengurugan tanah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan sebagaimana dimaksud
pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati.
Bagian Keempat
Ketentuan Pemberian Insentif dan Disinsentif
Pasal 50
(1) Pemberian insentif dimaksudkan sebagai upaya memberikan
imbalan terhadap
pelaksana kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang.
(2) Insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan
dalam bentuk
pemberian kompensasi, pengurangan retribusi, imbalan, sewa ruang
dan urun
saham, penyediaan prasarana dan sarana, penghargaan dan/atau
kemudahan
perizinan.
Pasal 51
(1) Pemberian disinsentif dimaksudkan sebagai upaya mencegah,
membatasi
pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan
rencana
tata ruang.
(2) Disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan
dalam
bentuk pengenaan pajak/retribusi yang tinggi, pemberian
persyaratan khusus
dalam proses perizinan, penalti, dan/atau pembatasan penyediaan
prasarana
dan sarana.
(3) Disinsentif berupa pengenaan pajak yang tinggi sebagaimana
dimaksud pada
ayat (2) dapat dikenakan untuk pemanfaatan ruang yang tidak sesuai
rencana
tata ruang melalui penetapan nilai jual objek pajak (NJOP) dan
nilai jual kena
pajak (NJKP) sehingga pemanfaatan ruang membayar pajak lebih
tinggi.
49
Bagian Kelima
Arahan Pengenaan Sanksi
Paragraf 1
Umum
Pasal 52
(1) Pemberian sanksi ditujukan sebagai upaya pentertiban
pemanfaatan ruang
yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi.
(2) Pemberian sanksi tidak hanya diberikan kepada pemanfaatan ruang
yang
tidak sesuai dengan ketentuan perizinan pemanfaatan ruang, tetapi
juga
diberikan kepada pejabat pemerintah berwenang yang menerbitkan
izin
pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.
(3) Pemberian sanksi dapat berupa sanksi administratif dan pidana.
Paragraf 2
Sanksi Administratif
Pasal 53
(1) Pemberian sanksi administratif berfungsi sebagai :
a. perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan atau mengurangi
kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang; dan
b. penertiban pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana
tata
ruang.
(2) Sanksi administratif dapat berupa :
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang; dan
i. denda administratif.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan tata cara
pengenaan sanksi
administratif diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB IX
HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT
Bagian Kesatu
Hak Masyarakat
Pasal 54
Dalam penataan ruang setiap orang berhak untuk :
a. berperan serta dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang;
b. mengetahui secara terbuka rencana tata ruang wilayah, rencana
tata ruang
kawasan dan rencana rinci tata ruang kawasan;
c. menikmati manfaat ruang dan atau pertambahan nilai ruang
sebagai akibat dari
penataan ruang; dan
50
d. memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya
sebagai
akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana
tata
ruang.
Bagian Kedua
Kewajiban Masyarakat
Pasal 55
Dalam kegiatan penataan ruang masyarakat wajib untuk :
a. berperan serta dalam memelihara kualitas ruang; dan
b. berlaku tertib dalam keikutsertaannya dalam proses perencanaan
tata ruang,
pemanfaatan ruang dan menaati rencana tata ruang yang telah
ditetapkan.
Bagian Ketiga
Peran Masyarakat
Pasal 56
(1) Peran masyarakat dalam tata ruang wilayah diperlukan untuk :
a. meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat akan hak,
kewajiban;
dan peranannya dalam proses peruntukan dan pembangunan ruang,
sehingga tumbuh rasa memiliki dan tanggungjawab yang kuat terhadap
hasil-hasilnya;
b. meningkatkan hasil guna penataan dan pembangunan kawasan serta
lingkungan, karena adanya kepercayaan publik terhadap perencanaan
tata
ruang itu sendiri; dan
c. meningkatkan kepastian hukum dalam bervariasi pada kawasan
perencanaan.
(2) Bentuk peran masyarakat dalam perencanaan tata ruang berupa:
a. memberikan masukan mengenai:
1. persiapan penyusunan rencana tata ruang;
2. penentuan arah pengembangan wilayah atau kawasan;
3. pengidentifikasian potensi dan rnasalah pembangunan wilayah
atau
kawasan;
4. perumusan konsepsi rencana tata ruang; dan/atau
5. penetapan rencana tata ruang.
b. kerjasama dengan Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau sesama
unsur
masyarakat dalam perencanaan tata ruang; dan
c. Tata cara dan ketentuan lebih
lanjut tentang peran masyarakat dalam
perencanaan tata ruang dilakukan sesuai dengan peraturan
perundangundangan.
Pasal 57
(1) Peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang dapat berbentuk :
a. pemanfaatan ruang daratan dan ruang udara berdasarkan peraturan
perundang-undangan;
b. bantuan pemikiran dan pertimbangan berkaitan dengan pelaksanaan
pemanfaatan ruang wilayah; dan
c. penyelengaraan kegiatan pembangunan berdasarkan RTRW.
(2) Bentuk peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang dapat berupa:
a. masukan mengenai kebijakan pemanfaatan ruang;
b. kerjasama dengan Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau sesama
unsur
masyarakat dalam pemanfaatan ruang;
51
c. kegiatan memanfaatkan ruang yang sesuai dengan kearifan lokal
dan
rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
d. peningkatan efisiensi, efektivitas, dan keserasian dalam
pemanfaatan ruang
darat, ruang laut, ruang udara, dan ruang di dalam bumi dengan
memperhatikan kearifan lokal serta sesuai dengan ketentuan
peraturan
perundang-undangan;
e. kegiatan menjaga kepentingan pertahanan dan keamanan serta
memelihara
dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan sumber
daya
alam;
f. kegiatan investasi dalam pemanfaatan ruang sesuai dengan
ketentuan
peraturan perundang-undangan;
g. kegiatan menjaga kepentingan pertahanan dan keamanan serta
memelihara dan
meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan sumberdaya
alam;
h. masukan terkait arahan dan/atau peraturan zonasi, perizinan,
pemberian
insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi;
i. keikutsertaan dalam memantau dan mengawasi pelaksanaan -
rencana tata
ruang yang telah ditetapkan;
j. pelaporan kepada instansi dan/atau pejabat yang berwenang dalam
hal
rnenemukan dugaan penyimpangan atau pelanggaran kegiatan
pemanfaatan
ruang yang melanggar rencana tata ruang yang telah ditetapkan; dan
k. pengajuan keberatan terhadap keputusan pejabat yang berwenang
terhadap
pembangunan yang dianggap tidak sesuai dengan rencana tata ruang.
(3) Untuk mengetahui rencana tata ruang, selain dari Lembaran
Daerah
masyarakat dapat mengetahui rencana tata ruang yang telah
ditetapkan melalui
pengumuman atau penyebarluasan oleh Pemerintah Kabupaten.
(4) Kewajiban untuk menyediakan media pengumuman atau
penyebarluasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan melalui penempelan/-
pemasangan peta rencana tata ruang yang bersangkutan pada
tempat-tempat
umum dan juga pada media massa serta melalui pembangunan sistem
informasi
tata ruang.
BAB X
PENYIDIKAN
Pasal 58
(1) Selain pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia,
Pegawai Negeri
Sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup
tugas dan
tanggung jawabnya di bidang penataan ruang diberi wewenang khusus
sebagai
penyidik untuk membantu pejabat penyidik kepolisian negara
Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Acara
Pidana.
(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berwenang:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan
yang
berkenaan dengan tindak pidana dalam bidang penataan ruang;
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan
tindak
pidana dalam bidang penataan ruang;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang sehubungan dengan
peristiwa tindak pidana dalam bidang penataan ruang;
d. melakukan pemeriksaan atas dokumen-dokumen yang berkenaan
dengan
tindak pidana dalam bidang penataan ruang;
e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat
bahan
bukti dan dokumen lain serta melakukan penyitaan dan penyegelan
terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan
bukti
dalam perkara tindak pidana dalam bidang penataan ruang; dan
52
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas
penyidikan
tindak pidana dalam bidang penataan ruang.
(3) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)
memberitahukan dimulainya penyidikan kepada pejabat penyidik
kepolisian
negara Republik Indonesia.
(4) Apabila pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2)
memerlukan tindakan penangkapan dan penahanan, penyidik pegawai
negeri
sipil melakukan koordinasi dengan pejabat penyidik kepolisian
negara
Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(5) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut umum melalui pejabat
penyidik kepolisian negara Republik Indonesia.
BAB XI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 59
Setiap orang yang melakukan kegiatan pemanfaatan ruang sehingga
mengakibatkan ketidaksesuaian fungsi ruang sesuai rencana tata
ruang
diberlakukan ketentuan pidana sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
BAB XII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 60
(1) RTRW Kabupaten Kebumen berlaku untuk jangka waktu 20 (dua
puluh) tahun
dan dapat ditinjau kembali 5 (lima) tahun sekali.
(2) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan
dengan bencana
alam skala besar dan/atau perubahan batas teritorial wilayah
Kabupaten yang
ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan, RTRW Kabupaten
Kebumen dapat ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5
(lima) tahun.
(3) Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan apabila
terjadi perubahan kebijakan nasional dan strategi yang
mempengaruhi
pemanfaatan ruang kabupaten dari/atau dinamika internal kabupaten.
(4) Peraturan Daerah tentang RTRW Kabupaten Kebumen Tahun
2011-2031
dilengkapi dengan Rencana dan Album Peta dengan skala minimal
1:50.000
yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah
ini.
Pasal 61
(1) Penyusunan RTRW Kabupaten mengacu pada Rencana Pembangunan
Jangka
Panjang Daerah (RPJP).
(2) RTRW Kabupaten menjadi pedoman untuk penyusunan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
53
Pasal 62
RTRW Kabupaten digunakan sebagai pedoman bagi :
a. perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di wilayah;
b. terwujudnya keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan
perkembangan
wilayah Kabupaten Kebumen serta keserasian antar sektor;
c. pengarahan lokasi investasi yang dilaksanakan pemerintah
dan/atau
masyarakat; dan
d. penataan ruang wilayah kabupaten yang merupakan dasar dalam
pengawasan
terhadap perizinan lokasi pembangunan.
BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 63
(1) Izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan dan telah sesuai
dengan
ketentuan Peraturan Daerah ini tetap berlaku sesuai dengan masa
berlakunya.
(2) Izin pemanfaatan yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai
dengan ketentuan
Peraturan daerah ini berlaku ketentuan :
a. untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya, izin tersebut
disesuaikan
dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan daerah ini;
b. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya, dilakukan
penyesuaian
dengan masa transisi berdasarkan ketentuan peraturan
perundangundangan;
dan
c. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya dan tidak
memungkinkan
untuk dilakukan penyesuaian dengan fungsi kawasan berdasarkan
Peraturan Daerah ini, izin yang telah diterbitkan dapat dibatalkan
dan
terhadap kerugian yang timbul sebagai akibat pembatalan izin
tersebut dapat
diberikan penggantian pajak.
(3) Pemanfaatan ruang di kabupaten yang diselenggarakan tanpa izin
dan
bertentangan dengan ketentuan Peraturan Daerah ini, akan diterbitkan dan
disesuaikan dengan Peraturan Daerah ini.
(4) Pemanfaatan ruang yang sesuai dengan ketentuan Peraturan
Daerah ini, agar
dipercepat untuk mendapatkan izin yang diperlukan.
BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 64
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah
Kabupaten
Daerah Tingkat II Kebumen Nomor 9 Tahun 1998 tentang Rencana Tata
Ruang
Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Kebumen (Lembaran Daerah
Kabupaten
Kebumen Tahun 1999 Nomor 4) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
54
Pasal 65
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang
mengenai teknis
pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Pasal 66
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten
Kebumen
Ditetapkan di Kebumen
pada tanggal
BUPATI KEBUMEN,
BUYAR WINARSO
Diundangkan di Kebumen
pada tanggal
SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN KEBUMEN,
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2011 NOMOR
55
0 komentar:
Posting Komentar