Pengantar
Harga cabai yang mengalami kenaikan sejak akhir tahun hingga saat ini tidak kunjung diturunkan oleh pemerintah, disisi yang lain pemerintah justeru memberikan informasi yang tidak jelas dan tidak konsisten kepada public mengenai alasan tingginya harga Cabai yang sudah diluar ambang nalar dan kemempuan daya beli rakyat.
Entah apa rencana pemerintah dibalik berbagai pernyataan dimedia tetang tinginya harga cabai yang tidak bisa menjelaskan dengan terang apa penyebab Cabai mahal. Oleh karena itu tulisan ini mencoba untuk menguak apa penyebab tingginya harga cabai? dan siapa yang diuntungkan?
Mahalnya harga komoditas pertanian di Indonesia bukan hal baru, hampir setiap tahun terjadi lonjakan harga komoditas kebutuhan pokok termasuk harga cabai. Dari hasil temuan AGRA tingginya harga komoditas pertanian selama ini selalu tidak ada korelasi secara langsung dengan harga di petani, dengan kata lain tingginya harga Cabai di pasar yang berkisar Rp. 120.000 RP. 250.000, bukan karena petani menjual cabai dengan harga yang tinggi.
Kenyataan yang bisa kita temukan, Petani sebagai produsen Cabai justeru tidak memiliki kuasa untuk menentukan harga, kenyataan petani dipaksa untuk menerima harga yang ditetapkan oleh pembeli (tengkulak), seperti saat ini harga cabai ditingkat petani hanya berkisar Rp. 40.000 Rp. 70.000.
Temuan diatas melatar belakngi AGRA untuk menarik hipotesis ada penyebab lain yang secara sengaja memainkan harga Cabai di Pasar untuk kepentingan mendulang untung besar. Hipotesis lain AGRA tidak menempatkan penyebab tingginya harga Cabai karena kekurangan produksi dan terhambatnya pasokan. hal ini diperkuat dari data yang dikeluarkan oleh kementerian pertanian produksi cabai dari bulan November hinga Januari justeru mengalami surplus sebagimana tabel dibawah ini.
Produksi Cabai Nasional | Kebutuhan Cabai Nasional | ||||||
November | Desember | Januari | November | Desember | Januari | ||
58.747 | 61,435 | 73,757 | 53,810 | 54,346 | 68,303 |
Pernyataan Pemerintah dan Luka Perempuan Tani
Dalam tulisan ini, AGRA ingin memberikan sorotan secara khusus berbagai pernyataan dan kebijakan pemerintah dalam menghadapi tingginya harga cabai di pasaran. AGRA menyakini dengan memberikan sorotan terhadap pernyataan dan kebijakan pemerintah akan membantu untuk mendapatkan jawaban apa penyebab tingginya harga cabai.
Berbagai pernyataan menanggapi tingginya harga cabai sudah dilontarkan dari pihak pemerintah, yang menarik adalah, pemerintah tidak menempatkan produksi sebagai alasan mahalnya harga cabai dipasar, meskipun terkadang kita menemukan peryataan yang saling bertentangan, misal pernyataan dari Dirjen Holtikultura kementerian pertanian Sputnik Sujono pada 13 Januari Tempo.co yang menyatakan bahwa, Supply cabai aman tetapi dalam pernyataan yang sama beliau juga menyatakan ada gangguan iklim La nina yang menyebabkan gangguan pembungaan tanaman cabai dan membuat tanaman cenderung gugur serta pematangan buah yang tertunda. pernyataan ini tidak konsisten anatara “Supply aman dan produksi Cabai”, pernyataan ini juga bertentangan dengan data kementerian pertanian yang menyatakan surplus dalam tiga bulan terakhir.
Lain lagi pernyataan sang menteri pertanian Bpk. Andi Amran Sulaiman, yang menyatakan tingginya harga Cabai karena masalah pasokan akibat cuaca .
BBC.com 9 Januari, tentusaja ini bertolak belakang dengan data kementerian yang dipimpinnya. Selain itu pernyataan pak menteri juga bertolak belakang dengan anak buahnya Dirjen holtikultra yang menyatakan Pasokan kenaikan harga Cabai Naik bukan karena Supply dan Demand.
Pernyataan pak Dirjen ini diakui dari hasil pantauanya di pasar induk Keramat Jati dan Cibitung, selama tiga hari dari 9-13 Januari, yang menemukan naiknya supply Cabai justeru diikuti dengan naiknya harga Cabai, seperti yang terjadi pasar induk keramat jati pada tanggal 9 Supply Cabai 6 ton harga Rp. 90.000 namun pada tanggal 11 Januari pasokan di Keramat jati 11 Ton harga justeru naik menjadi Rp. 99.000.
Lain pernyataan menteri lain pula pernyataan Dirjen tentang masalah tingginya harga cabai, lain pula solusi yang ditawarkan untuk mengatasi tingginya harga cabai. Solusi dari pak Menteri Amran meminta Ibu-Ibu kurangi Make Up dan Gosip agar bisa tanam cabai. Bebeda juga dengan pernyataan Dirjen Holtikultura yang meminta rakyat berdoa agar harga Cabai bisa turun.
Bagi AGRA, mungkin juga bagai banyak orang, menilai pernyatan pemerintah melalui Menteri Pertanian dan Dirjen Holtikultura, tidak layak dikeluarkan oleh pejabat pemerintah, selain memalukan pernyataan para pejabat ini menunjukan ketidak mampuan pemerintah dalam mengatasi masalah cabai dan tentusaja masalah pangan nasional.
Lebih jauh AGRA menilai pernyataan mentan tentu saja telah melukai perasaan Ibu-Ibu dan rakyat luas Indonesia yang mayoritas adalah petani dan masyarakat miskin dipedesaan yang yang selama ini bergelut dengan lumpur disawah, ladang dan hutan setiap hari. pernyataan menteri Amran Telah merendahkan Perempuan tani di Indonesia sebagai produsen pangan yang setiap hari bekerja tanpa lelah dipertanian, baik sebagai petani miskin ataupun sebagai buruh tani di perdesaan.
Selain tidak sensitive pernyataan menteri Amran menunjukan kedangkalan pengetahuanya terhadap pertanian. sehingga bisa mengeluarkan pernyataan ibu ibu harus mengurangi make Up dan gossip, Bagi perempuan tani di perdesaan, membubuhkan pupur dipipinya belum tentu seminggu sekali mereka lakukan dan biasanya hal itu dilakukan ketika menghadiri undangan-undangan acara tertentu saja. Jadi tidak ada hubungan samasekali antara menanam cabai dengan Make Up yang dipakai Ibu-Ibu, apalagi kaitannya dengan kenaikan harga cabai.
Lalu apa Penyebab dan Siapa Pendulang Untung Atas Tingginya Harga Cabai.
Untuk menemukan apa penyebab dan siapa pendulang untung dari tingginya harga cabai dan siapa yang dirugikan. Mari kita mulai dengan melihat kebijakan pemerintah terkait masalah Cabai.
Masalah Cabai, pemerintah memiliki kebijakan khusus ini terbukti adanya UPSUS masalah cabai, UPSUS atau upaya khusus masalah Cabai adalah turunan dari kebijakan pembangunan pertanian 2015-2019. Yang isinya tentang strategi pembangunan pertanian 2015-2019 yang meliputi 5 hal diantaranya : pertama Menjadikan basis Produksi komoditas pangan, komoditas ekspor, Penyediaan bahan baku Industry dan Bio-Energy dengan pendekatan kawasan. Kedua Meningkatkan kwalitas dan daya saing produk pertanian. Ketiga Menyediakan prasarana dasar bidang pertanian. Empat memberikan perlindungan dan pemberdayaan petani. Lima Meningkatkan tata kelola kepemerintahan yang baik.
Dari Lima strategi tersebut, pemerintah kemudian menetapkan 11 kebijakan dan 8 kebijakan Fokus pengembangan Komoditas, dan Cabai masuk dalam produk pertanian penting yang tertuang dalam 8 kebijakan focus pengembangan komoditas.
Jika melihat kebijakan pemerintah menganai Komoditas cabai, AGRA menyimuklan bahwa pemerintah telah menilai dan menetapkan cabai sebagai komoditas penting, pertanyaan kritisnya adalah mengapa pemerintah menetapkan cabai sebagai komoditas penting sehingga pemerintah memberikan perhatian serius terhadap komoditas Cabai.
Tentusaja pemerintah memiliki alasan, dalam dugaan Setidaknya ada dua kemungkinan yang pertama pemerintah menyadari bahwa Cabai adalah komoditas yang menjadi kebutuhan pokok rakyat yang harus dapat dipenuhi dalam pengertian adanya kecukupan cabai memenuhi kebutuhan nasional dan harga terjangkau bagi masyarakat. Yang Kedua alasan pemerintah mengeluarkan kebijakan khusus terhadap cabai karena menilai komoditas cabai merupakan kebutuhan pokok rakyat dan dilihat oleh pemerintah sebagai komoditas yang memiliki pangsa pasar yang besar dan menjanjikan keuntungan besar.
Celakalah jika alasan kedua yang menjadi dasar pemerintah menetapkan cabai sebagai komoditas yang focus dikembangkan, jika itu benar adanya maka pemerintah memiliki kepentingan memonopoli cabai agar mendapat keuntungan, dengan demikian pemerintah juga memiliki kuasa atas control harga cabai dipasaran.
Untuk menemukan apa motif pemerintah mengeluarkan kebijakan pengembangan cabai, mari kita lihat bagaimana implementasi kebijakanya. AGRA mengajak untuk melihat implementasi yang ditemukan di Nusa Tenggara Barat (NTB), secara khusus di Lombok Timur dan Lombok Barat.
Temuan AGRA dilapangan adanya praktek kemitraan yang dilakukan oleh pemerintah dengan kelompok tani untuk menanan cabai. Proyek ini dimulai sejak tahun 2015 yang diinisiasi oleh Bank Indonesia (BI) dengan alasan untuk menekan tingkat inflasi di desa akibat lonjakan harga. Dalam pelaksanaan programnya BI kemudian mengandeng Badan kordinasi penyuluhan (BAKORLUH) Propinsi NTB, bersama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sebagai pendamping lapangan, dan Bulog sebagai pihak yang mendistribusikan hasil cabainya.
Kerjasama pemerintah dengan petani ini kemudian dibuat MOU yang salah satu isinya petani wajib menjual hasil panen 20% kepada Bolog dan Petani akan dipidanakan jika tidak menjual kepada Bulog. Saat ini Bulog membeli Cabai dari petani hanya Rp. 40.000 dan Bulog mendistribusikan hasil Cabai ke pasar Induk Lokal (Baretais, Pasar Kebon Robek, pasar Cakra dan Pasar Ampenan) dengan harga Rp. 90.000 atau menetapkan selisih harga 125% dengan skema seperti opersi pasar sedangkan harga di pasaran untuk hari ini berkisar Rp. 105.000 Rp. 110.000.
Meskipun Bulog menjual cabai lebih rendah dipasar tetapi Bulog memiliki akses langsung kepetani dengan skema kemitraan, dan harga dipasar bukan tidak mungkin hanyalah sisa atau bagian dari skema. Sedangkan kelebihan dari produksi cabai di NTB di distribusikan ke Jakarta, Bali, Surabaya, Bandung, Riau, Batam, Bandung.
Kesimpulan dan Penutup.
Diakhir tulisan ini, AGRA berusaha untuk menyimpulkan penyebab dan siapa yang diuntungkan atas tingginya harga cabai dipasaran. Dari keseluruhan urain dalam tulisan yang bersumber dari Informasi-informasi di media dan informasi yang dikumpulkan dilapangan.
AGRA menyimpulkan bahwa:
Pertama, Tingginya harga Cabai dipasaran sejak akhir tahun 2015 hingga saat ini, bukanlah karena kelangkaan, bukan pula karena pasokan cabai melainkan adanya pengendali harga oleh pemonopoli Cabai.
Kedua, Pemerintah melalui kementrian pertanian telah memiliki kebijakan khusus masalah cabai dan komoditas-komoditas pertanian penting lainnya, namun dalam penilaian AGRA, kebijakan pemerintah tersebut bukan untuk memenuhi kebutuhan cabai secara nasional, guna menjamin terpenuhinya kebutuhan rakyat atas Cabai secara cukup dan terjangkau. Sebaliknya, melalui Bulog pemerintah justeru melakukan monopoli cabai dan pengendali harga cabai dipasar yang saat ini mencekik masyarakat.
Ketiga, pihak petani sebagai pihak produsen bukanlah pihak yang diuntungkan, Pemerintah Melalui Bulog yang membangun kemitraan dengan petani Justeru tidak menjadikan petani pihak yang diuntungkan dalam kemitraannya.
Keempat, program kemitran pemerintah dengan petani yang diinisiasi oleh BI terbukti gagal karena tidak mampu menekan laju lonjakan harga seperti sekarang ini dan juga tidak mampu menekan laju inflasi akibat dari kenaikan harga cabai tersebut yang sudah mencapai 1,3% di NTB.
Kelima : Berdasarkan seluruh uraian tersebut, maka AGRA menyimpulkan presiden Jokowi harus bertanggungjawab atas tingginya harga cabai dipasar oleh karenaya Presiden harus segera mengambil tanggungjawab untuk menurunkan harga cabai di pasar dan harus menetapkan harga beli cabai di petani yang lebih adil dalam skema kemitraan sebagaimana program kemitraan yang sedang dijalankan oleh pemerintah.