Senin, 10 Juli 2017
PAL-T: Patok dengan kodefikasi huruf "T" yang terbenam pasir sedalam 60 cm ditemukan petani pesisir Urutsewu saat bekerja mempersiapkan lahan cabe di selatan zona yang diklaim kawasan militer [Foto: Litbang FPPKS]
Kawasan pertanian pesisir Urutsewu dikejutkan dengan
temuan Pal (patok_Red) yang semula
tertimbun gumuk pasir Kabuaran di
blok Serut yang bersebelahan dengan blok Klepu pada zona pertanian pesisir warga
Desa Ayamputih Buluspesantren, Kebumen; Senin (10/7). Sontak, temuan ini
menjadi perhatian banyak orang di kawasan pesisir selatan.
Pal berkodefikasi huruf T yang diperkuat dengan pasangan
batubata ukuran 1 meter persegi ini semula tertimbun pasir sedalam 60 cm,
ditemukan oleh Parmo (28) saat petani muda ini memasang pagar pelepah kelapa
yang didirikan di sisi selatan lahan untuk persiapan menanam cabe. Lahan kisik ini adalah milik orangtuanya.
Dihubungi terpisah, pemilik lahan Paijo (65) warga
RT.1-RW.3 Desa Ayamputih ini awalnya mengaku khawatir dengan temuan Pal mengingat peta konflik agraria
kawasan pesisir Urutsewu menunjukkan belum adanya penyelesaian yang berkeadilan
bagi petani pemilik lahan, tetapi telah dilakukan pemagaran secara paksa oleh
militer. Lokasi temuan Pal di atas
lahan miliknya, berada pada sekitar 150-an meter di selatan pagar yang
didirikan pihak militer.
“Senin sore harinya saya mengurug lagi temuan pal itu”, tutur Paijo.
Menurutnya, pada sore hari ditemukannya Pal ini pihaknya memang mengurug kembali
Pal temuan anaknya saat bekerja. Tak
urung, info temuan ini telah tersebar luas di masyarakat Urutsewu. Sehingga
banyak warga lain berbondong mendatangi lokasi temuan ini. Akhirnya, urugan
dibuka kembali oleh Ramikin (50) bersama warga petani lainnya.
Pal Budheg
Masih menurut Paijo, titik lokasi Pal temuan warga di zona yang dalam idiom lokal disebut Kisik atau Gepyok ini berada pada posisi sebanding dengan Pal Budheg. Yakni sebuah patok penanda yang kalau di Desa Setrojenar pada patoknya diterakan kodifikasi
Q222. Dari perspektif petani Urutsewu, Pal
Budheg ini diyakini sebagai pal pembatas agraria tinggalan pemerintah
kolonial Hindia-Belanda pada paska jaman
klangsiran tahun 1932.
Meskipun apa yang diyakini petani Urutsewu ini pernah
dibantah pihak Dislitbang AD pasca Tragedi
Setrojenar (16-04-2011) sebagai Pal
Triangulasi atau pemetaan tipografi, namun temuan Pal baru dengan kode huruf “T” di pesisir Desa Ayamputih ini menggugah
ingatan kolektif banyak orang terhadap konflik agraria Urutsewu yang tak
menemukan titik temu; selain –pada akhirnya- pemaksaan pemagaran oleh tentara.
Kontroversi pemagaran pesisir ini memicu perlawanan
petani hingga menimbulkan 2 kali bentrokan berdarah di Lembupurwo dan
Wiromartan (Mirit); 2 tahun silam. Itu sebabnya banyak orang mendatangi lokasi
temuan dengan maksud yang sama; membuktikan temuan warga.
Lokasi temuan Pal merupakan
lahan pertanian milik Paijo yang ditanami berbagai jenis tanaman holtikultura
tiap musim tanam sejak lebih 15 tahun silam.
“Saya memulai meladang pada masa lurah Slamet”, terang
Paijo yang berarti saat itu berjarak lebih 15 tahun waktu lampau.
Pada awalnya lokasi ini merupakan gumuk pasir dengan tumbuhan pandan pantai berbatang besar dan semak
belukar. Di sisi barat bagian lahan miliknya berupa lembah kecil yang lebih
rendah paparannya. Lambat laun gumuk
ini tergerus dan ketinggiannya berkurang. Sehingga keberadaan Pal yang awalnya tertimbun gundukan
menjadi lebih dekat ke permukaan.
“Saya menemukan saat melinggis lubang untuk mendirikan
pagar pelepah nyiur”, terang Parmo yang saat itu menyiapkan lahan cabe.
Bendo yang dipakainya membuat lubang membentur benda
keras, setelah digali lebih dalam ternyata benda itu adalah patok cor yang
diperkuat dengan pasangan batubata. Menilik ukuran tebal batubatanya, sangat
dimungkinkan bahwa benda ini dibuat dan dipasang sejak puluhan tahun silam,
karena tak ada batubata seukuran itu dapat ditemukan di masa sekarang..
[Kiriman: Div. Litbang & Media-Center FPPKS]
0 komentar:
Posting Komentar