07/11/2019 | Fathiyah
Wardah
Menteri Riset dan Teknologi RI, Bambang Brodjonegoro (Foto: dok)
Indonesia harus menjadikan industri berbasis pertanian
menjadi prioritas. Hal tersebut disampaikan Menteri Riset dan Teknologi Bambang
Brodjonegoro.
JAKARTA — Menteri Riset dan Teknologi Republik
Indonesia, Bambang Brodjonegoro mengatakan Indonesia harus menjadikan industri
berbasis pertanian menjadi prioritas dalam konteks transformasi ekonomi.
Alasannya, hasil pertanian - pangan, tanaman keras, dan sebagainya - termasuk
perikanan sangat berlimpah di Indonesia.
Sehingga apabila industri berbasis pertanian yang
dikembangkan, lanjutnya, petani harus meningkatkan produksi supaya bisa diserap
sebagai input bagi sektor manufaktur. Alhasil, petani mendapatkan manfaat dan
sektor industrinya mendapat kepastian pasokan input yang kemudian diolah
sehingga menghasilkan produk berdaya saing tinggi.
Menurut Bambang, hasil studi Badan Perencana Pembangunan
Nasional (Bappenas) menunjukkan di antara berbagai subsektor manufatur,
industri pengolahan makanan dan minuman paling unggul dalam konteks produksinya
paling besar, penyerapan lapangan kerjanya paling tinggi, ekspornya terbesar,
dan sudah menjadi investasi langsung Indonesia di negara lain.
"Jadi artinya industri pengolahan makanan minuman
saat ini memang harus benar-benar dikembangkan tapi harus didukung oleh sektor
pertanian. Jangan sampai kita keasyikan mengembangkan industri pengolahan
makanan minuman tapi inputnya mengimpor. Kita upayakan agar rantai hulu
hilirnya nyambung, semuanya berasal dari produksi dalam negeri sehingga kita
bisa mengurangi konten impor sekaligus meningkatkan daya saing produk
Indonesia," kata Bambang.
Rapat Koordinasi nasional bidang agrobisnis,pangan dan kehutanan bidang
pengolahan makanan dan industri peternakan di Jakarta, Selasa (5/11). Fathiyah
Bambang menjelaskan peningkatan produktivitas pertanian
melalui ekstensifikasi sekarang ini menghadapi masalah. Sebab, konversi lahan
pertanian di Jawa dan Sumatera menjadi industri dan permukiman sangat besar.
Karena itu, menurutnya, cara yang mesti ditempuh melalui intensifikasi, salah
satunya mengenai riset.
Dia menegaskan pula, perlu ada kerjasama antara
penelitian dengan industri sehingga hasil penelitian bisa dikomersialisasikan.
Atau peneliti bisa melakukan riset mengenai produk yang dibutuhkan menjadi
kegemaran masyarakat.
Selama ini, kata Bambang, para peneliti Indonesia jago
membuat protipe namun selalu menghadapi kendala ketika akan dijadikan produksi
massal. Sebab harganya belum kompetitif dan prototipe yang dibuat belum cocok
dengan kebutuhan pasar.
Ketua Komite Tetap Ketahanan Pangan, Kadin Franciscus
Welirang menyoroti sangat pentingnya peran Badan Meteorologi, Klimatologi, dan
Geofisika (BMKG) dalam pertanian. Dia menambahkan informasi mengenai perubahan
cuaca ata iklim minim sekali, termasuk sistem peringatan dini yang efektif
untuk antisipasi dan mitigasi khusus pertanian.
"BMKG seharusnya bisa memberikan informasi iklimatik
di setiap daerah sesuai dengan peta zonasi, perubahan iklim, terutama dampak
temperatur, kelembaban, curah hujan, dan lain-lain. Selanjutnya tentunya
sosialisasi harus dapat bermanfaat," ujar Welirang.
Welirang menekankan informasi perubahan cuaca dan iklim
tersebut sangat penting untuk menentukan kapan masa tanam terbaik bisa dimulai.
Di samping itu, menurut Welirang, perlu ada pengaturan
terhadap operator pintu air yang akan bertugas membagi-bagi air irigasi untuk
lahan pertanian. Karena tidak ada sistem yang baik, sampai sekarang kerap
timbul masalah mengenai pembagian jatah air irigasi di lahan pertanian.
Menanggapi hal tersebut, Deputi Klimatologi BMKG Herizal
menjelaskan BMKG sejatinya memiliki forum pertemuan dengan Kementerian
Pertanian dua kali setahun, sebelum BMKG merilis prakiraan awal musim hujan dan
kemarau. Tujuan dari pertemuan ini agar Kementerian Pertanian dapat menyiapkan
segala hal diperlukan untuk menghadapi musim tanam dan sebagainya.
Menurutnya, BMKG menyadari sektor pertanian dan perikanan
(nelayan) mengalami dampak langsung dari perubahan iklim. Karena itu BMKG
mendidik para penyuluh lapangan mengenai iklim dan cuaca sehingga informasi
tersebut busa diteruskan kepada para petani.
Herizal menekankan edukasi atau penyuluhan tentang
perubahan iklim dan cuaca merupakan salah satu faktor penting untuk peningkatan
produktivitas pertanian.
"Komponen ini walaupun bukan komponen utama, tapi
bisa menyebabkan gagal panen dan sebagainya. Oleh karena itu, kami terus
menerus mengeluarkan anggaran untuk mengadakan literasi kepada penyuluh
pertanian dan kelompok tani itu sendiri," tutur Herizal.
Edukasi mengenai perubahan iklim dan cuaca ini, klaim
Herizal, telah ikut membantu peningkatan produktivitas pertanian sebesar 30
persen dan bahkan lebih. [fw/jm]