Jumat, 08 Mei 2015

Tanah Dirampas TNI, Petani Ramunia Demo di Kementrian Agraria




Solidaritas.net, Jakarta – Kamis, 6 Mei 2015, belasan petani Ramunia, sengaja datang jauh-jauh dari Sumatera Utara meminta kejelasan soal tanah seluas sekitar 220 hektar yang ditempati warga dan sebagian dijadikan lahan persawahan pertanian pangan terletak di Desa Perkebunan Ramunia, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Massa aksi sempat marah dan melakukan blokir jalan untuk memaksa bertemu dan berdialog dengan pihak Kementrian Agraria.

Sejak bulan Januari 2015, tanah yang menjadi tempat penghidupan warga Ramunia, lahan persawahan pertanian pangan, rumah dan sawah sudah dikapling dengan tembok oleh pihak TNI (Puskopad/Puskop Kartika A Bukit Barisan). Bahkan, tembok-tembok tersebut menghalangi aktivitas sehari-hari para petani Ramunia dan anak-anak petani saat berangkat ke sekolah. Mereka harus memanjat tembok yang tingginya sekitar dua meter.

Sebelumnya, pada tahun 2014 masyarakat diganggu oleh sejumlah preman yang memaksa warga Ramunia untuk menerima uang ganti rugi atas tanah yang di tempat dengan nilai Rp. 10.000 per meter persegi. Bahkan, pihak Puskopad sempat mendirikan posko pembayaran kompensasi di Desa Perkebunan Ramunia serta menempatkan pasukan organik TNI.
“Terkait represifitas langsung dilakukan oleh TNI dari Kodam 1 Bukit Barisan, mereka seperti preman melakukan penganiyaan dan intimidasi terhadap petani yang sedang berjuang di DPRD sumut,”tegas Johan Merdeka salah satu kader Partai Pembebasan Rakyat (PPR) yang sudah belasan tahun menjadi aktivis tani di Sumatera Utara."
Namun, warga Desa Perkebunan Ramunia menolak ganti rugi yang ditawarkan oleh pihak Puskopad. Berbagai upaya menolak perampasan tanah sudah di lakukan oleh para petani Ramunia, dengan mendatangi Bupati Deli Serdang, melakukan aksi dan membuka posko perlawanan di depan gedung DPRD Sumut, hingga meminta kejelasan dari Gubernur. Namun, belum ada titik terang dari kasus perampasan tanah ini.

Saat dialog dengan pihak Kementrian Agraria Johan juga menanyakan perihal berkas berbagai kasus dari petani yang tergabung dalam Komite Revolusi Agraria (KRA) yang hingga kini tidak jelas penyelesaikan kasus-kasusnya.

“Pada tanggal 27 november 2014 yang lalu sudah memasukan berkas kasus tanah dan keterangan pihak kementrian tidak ada, padahal kami memiliki bukti serah terima berkas, terdapat 43 kelompok tani yang tergabung dalam Komite Rev Agraria, ini ada apa ? apakah ada siluman dan mafia tanah ?” tanya Johan saat saat berdialog dengan pihak Kementrian Agraria.

0 komentar:

Posting Komentar