Selasa, 12 Mei 2015

Lahan Garapan TNI Naik, 1.000 Warga Geruduk Balaidesa





ADIPALA-Lebih dari seribu warga Desa Glempang Pasir, Kecamatan Adipala menggeruduk balai desa setempat, Senin (11/5). Seribuan warga yang merupakan petani penggarap ingin mendengar sendiri kesepakatan musyawarah terkait tanah garapan di lahan milik TNI, Senin (11/5). Sebelumnya, memamg pernah digelar musyawarah. Namun, belum mencapai hasil terkait dengan harga partisipasi lahan TNI yang digarap warga. Karena itu, warga pun menggeruduk balai desa.
 

Pantauan Radar Banyumas, warga sudah datang ke balai desa sejak pagi. Warga keberatan dengan adanya kenaikkan harga partisipasi pengarapan terhadap lahan garapannya. Perwakilan warga, yakni Marjo dan Yatmin ingin membuat adabta penawaran kesepakatan baru atas dinaikkannya harga lahan garapan tersebut.
 

Bahkan, berdasarkan informasi yang dikumpulkan Radar Banyumas, banyak lahan garapan petani yang “lohjinawi” alias subur selama ini partisipasinya hanya Rp 25.000 per tahun. Namun, banyak yang menjual garapannya hingga mencapai Rp 1.250.000. Hal itu memicu kecemburuan.
 

Saat seribuan warga itu berkumpul di balai desa, tak lama kemudian datang utusan dari Zibang Komando Distrik Militer (Kodim) 0703 Cilacap yang dipimpin oleh Komandan Sub Zibang Cilacap, Lettu Mardani bersama Serka Suprianto. Kedatangan keduanya pun memang sudah ditunggu warga. Begitu acara dialog dibuka, ditengah penjelasan dari Zibang wargapun mulai melakukan interupsi.
 

Hal itu sempat membuat susana sedikit tegang. Warga keberatan dengan dinaikkannya harga partisipasi penggarap terhadap lahan garapannya. 
Sementara Zibang menilai, dengan adanya aturan bahwa kalau sewa, maka harus sesuai dengan aturan.
 

“Kalau sewa aturannya 3,3 persen kali NJOP dikalikan luas. Artinya tiap hektar lahan sewanya mencapai Rp 330.000 per tahun itu yang masuk negara,” kata Lettu Mardani.
 

Begitu penjelasan itu dimunculkan, warga penggarap langsung keberatan. Mardani pun menjelaskan jika harga itu harga sewa. Sedangkan yang dikehendaki warga adalah partisipasi. Akhirnya, perwakilan warga Marjo dan Yatmin membuat penawaran kesepakatan.
 

“Karena warga tetap menginginkan hanya partisipasi, bukan sewa sehingga dibuatlah tiga opsi. Opsi pertama harga per hektar Rp 250.000, opsi kedua Rp 200.000 per hektar dan opsi ketiga Rp 150.000 per hektar,” urai Yatmin.
 

Setelah dibacakan tiga opsi itu,  warga petani penggarap langsung menunjuk opsi ketiga yakni Rp 150.000 per hektar secara serempak. Zibang pun tidak dapat berbuat apa-apa terkait penawaran opsi tersebut yang langsung disepakati.
 

“Karena keinginan warga seperti itu, kami pun akan melaporkan hal itu kepada pimpinan. Yang terpenting nanti akan dilakukan penertiban administrasi,” katanya.
 

Disepaktinya opsi tersebut membuat musyawarah yang tadinya tegang menjadi cair. Bahkan, sejumlah petani langsung merangsek ke depan dan menggendong Danzibang sebagai tanda gembira karena TNI tidak memaksakan kehendaknya.
 

“Kami gembira sebab TNI akhirnya memahami kondisi kami. Sebab kalau harus bayar sewa harus sesuai aturannya maka kami hanya sepakat untuk memberikan partisipasi, inikan tanah negara berilah kesempatan kami ikut menikmati,” kata Marjo.
 

Terkait dengan informasi, banyaknya lahan garapan petani yang dijual garapan mencapai Rp 1.250.000, Zibang akan melakukan update data warga yang menjadi petani penggarapan.
 

“Selain penertiban administrasi, hal ini juga untuk menaikkan harga  partisipasi warga penggarap,” katanya. (yan/ttg)

0 komentar:

Posting Komentar