Minggu, 3 Mei 2015 | 20:15 WIB
Hari Minggu (3/5/2015), polisi kembali menggunakan cara-cara kekerasan saat hendak menangkap seorang aktivis agraria, Muamar, dan sejumlah petani di Desa Polara, Kec. Wawonii Tenggara, Kab. Konawe Kepulauan.
Muamar dituduh telah mendalangi aksi pembakaran kompleks pabrik serta peralatan PT Derawan Berjaya Mining (DBM), Minggu (8/3/2015). Kejadian inilah yang menjadi dalih bagi polisi untuk menangkap Muamar dan para petani.
Pada saat hendak melakukan penangkapan, polisi bertindak brutal. Sejumlah warga, termasuk ibu-ibu, menjadi korban pemukulan aparat kepolisian. Tidak hanya itu, polisi juga melepas tembakan untuk menghentikan warga desa.
Akibat tindakan brutal aparat kepolisian itu, dua orang warga terkena tembakan, yaitu Malintang dan Adam. Saat ini keduanya sedang dirawat di Rumah Sakit Abunawas (RSUD) Kota Kendari.
“Mereka membabi buta memukul warga tanpa ampun, yang lebih menyakitkan lagi ibu-ibu sempat mereka pukul,” tutur Adam kepada wartawan di RSUD Abunawas Kendari.
Adam menuturkan, kejadian tersebut berlangsung pagi-pagi buta. Pada saat kejadian, warga berusaha mempertahankan Muamar. Mereka tidak ingin Muamar, yang selama ini berjuang membela hak-hak rakyat, ditangkap oleh aparat kepolisian.
Polisi kemudian mulai memukul dan melepaskan tembakan. “Mereka melakukan penembakan. Sekitar pukul 05.60 pagi, saya langsung terbangun bergegas melihat kejadian itu. Saya tidak tega melihat warga diperlakukan seperti binatang, makanya kami melawan,” jelas Adam.
Selain melakukan pemukulan dan penembakan, polisi juga menangkap Muamar dan seorang warga desa bernama Hasrudin. Hingga berita ini diturunkan, keduanya belum diketahui letak keberadaannya.
Untuk diketahu, Muamar adalah aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD). Selama ini Muamar aktif dalam memperjuangkan hak-hak rakyat, termasuk korban konflik agraria.
Konflik Agraria
Sebelumnya, pada hari Minggu (8/3), seratusan warga desa Polara, Kecamatan Wawonii Tenggara, Kabupaten Konawe Kepulauan, mendatangi kompleks PT DBM.
Warga menolak kehadiran perusahaan tambang tersebut. Warga menilai, kehadiran perusahaan tambang pasir krom tersebut membawa ancaman kerusakan ekologis, yakni abrasi pantai besar-besaran.
Selain itu, warga juga kecewa dengan perilaku PT BDM yang ingkar janji. Ketika mulai masuk pada tahun 2007 lalu, PT BDM berjanji akan memberikan kesejahteraan warga.
Untuk diketahui, PT BDM menjanjikan pembangunan sarana dan prasarana umum desa, seperti, jalan raya, listrik, sarana kesehatan, sarana pendidikan, sarana ibadah, sarana olah raga dan bantuan organisasi kepemudaan. Sayang, delapan tahun berlalu, janji tersebut tidak kunjung ditepati.
Itulah, antara lain, yang menjadi pemicu kemarahan warga. Kemarahan itu pula yang menyulut aksi warga membakar kompleks pabrik dan peralatan PT. BDM pada 8 Maret lalu.
Mengecam Tindakan Kekerasan Polisi
Terkait kejadian di atas, Komite Pimpinan Wilayah Partai Rakyat Demokratik (KPW PRD) Sulawesi Tenggara melayangkan surat kecaman terhadap pihak kepolisian.
“KPW PRD Sultra mendesak agar kepolisian menghentikan cara-cara represif dalam menangani setiap konflik agraria yang terjadi antara rakyat dan pemilik modal,” kata Ketua KPW PRD Sultra, Badaruddin, melalui siaran pers, Minggu (3/5) sore.
Menurut Badaruddin, pihak kepolisian seharusnya mengabdi pada kepentingan negara dan rakyat, bukan mengabdi pada kepentingan pemilik modal.
Ia pun mendesak pembebasan dua aktivis agraria yang ditangkap. Selain itu, ia juga mendesak agar pimpinan kepolisian segera memecat anggota kepolisian yang terlibat dalam tindakan kekerasan terhadap warga desa Polara.
Mahesa Danu | Sumber http://www.berdikarionline.com/kabar-rakyat/20150503/lagi-polisi-tangkap-aktivis-agraria-dan-tembak-petani.html
0 komentar:
Posting Komentar