This is default featured slide 1 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
This is default featured slide 2 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
This is default featured slide 3 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
This is default featured slide 4 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
This is default featured slide 5 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
Rabu, 26 November 2014
Akses ke Tapak Pabrik Semen Rembang Diblokir Puluhan Ibu
Kamis, 20 November 2014
Petani Sumut Duduki Kementerian Agraria
Sejak pukul 16.00 WIB, puluhan petani yang datang jauh-jauh menggunakan truk dan kapal laut itu tidak berhasil bertemu dengan Ferry Mursyidan yang juga merupakan politisi dari partai NasDem. Perwakilan petani yang tergabung di Komite Revolusi Agraria (KRA), Syamsu Hilal mengadukan adanya mafia tanah yang meyerobot lahan warga Sumatera Utara.
Akibatnya, kata Syamsu, tanah warga yang sudah dikelola puluhan tahun saat ini dimiliki PT Perkebunan Nasional (PTPN) II, III dan IV serta perkebunan swasta dengan terbitnya surat Hak Guna Usaha (HGU). "Saya ingin ketemu menteri, bukan perwakilan. Karena dia yang punya keputusan," tegasnya di lokasi. Hingga saat ini puluhan petani tetap bersikeras untuk menemui menteri. Namun, Rimanews mendapatkan informasi Ferry Mursyidan masih berada di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat untuk menghadiri suatu acara.
Update : Wisnu Cipto Nugroho | Sumber : Rimanews
Gubernur Jateng akan intervensi pendirian pabrik Semen Gombong
Merdeka.com - Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, menyatakan akan mengintervensi rencana pembangunan pabrik semen PT Gombong di Desa Nogoraji Kecamatan Buayan Kebumen Jawa Tengah. Intervensi tersebut akan dilakukannya lewat hasil analisis dampak lingkungan (Amdal).
"Ya intervensi kami hanya bisa dilakukan di Amdal. Jika ternyata hasil Amdal-nya tidak, ya nggak. Kalau hasilnya iya, ya," katanya usai menghadiri perayaan hari pangan sedunia ke 33 di Kompleks Gelora Goentoer Darjono, Rabu (20/11).
Ganjar mengatakan saat ini jangan terjebak pada karst atau bukan karst. Ganjar mengungkapkan seringkali berdebat tentang rencana pembangunan di daerah karst, tetapi ternyata setelah diselidiki bukan daerah karst, dan juga terjadi sebaliknya. Karena itu, Ganjar meminta pengusaha dan masyarakat sekitar agar jangan terburu-buru.
"Karena itulah, kuncinya sebenarnya ada pada hasil Amdal," ujarnya.
Saat ditanya tentang Kawasan Karst di Gombong Selatan yang selama ini menjadi daerah lindung, Ganjar mengatakan jika benar menjadi wilayah lindung seharusnya tidak bisa diperbolehkan. "Kalau masuk wilayah lindung ya nggak bisa, karena itu adalah tata ruang yang menjadi kontrol kendali. Jangan sampai nantinya dinegosiasikan tata ruang menjadi tata uang," ujarnya.
Sebelumnya, Site Manager PT Semen Gombong, Tineke Sunarni mengatakan saat ini semua keputusan tergantung Badan Lingkungan Hidup (BLH). Saat ini, ia mengaku masih menunggu proses yang Amdal yang sedang dilakukan di provinsi, meski pada tahun 1996 sudah ada Amdal dari pemerintah.
"Sebenarnya pada tahun 1996, kami sudah memiliki Amdal. Tetapi karena terhambat krisis moneter, tidak jadi dibangun. Sekarang kami harus mengulang prosesnya dari awal dan saat ini masih menunggu proses Amdal, karena rencana pembangunan pabrik semen ini bergantung pada hasil Amdal di Provinsi," ujarnya.
Dari Analisa mengenai dampak lingkungan (Amdal) PT Semen Gombong di tahun 1996, anak usaha PT Medco berencana menambang bukit kapur Gombong selatan. Dari perencanaan tersebut, perbukitan karst di Gombong Selatan akan ditambang hingga 200 tahun ke depan dengan kapasitas produksi mencapai 1,8 - 2 juta ton per tahun.
Saat ini, pabrik PT Semen Gombong sudah berlokasi di Desa Nogoraji Kecamatan Buayan dengan persiapan lahan seluas 50 hektare. Sedangkan, lahan yang akan ditambang mencapai 501 hektare dengan rincian luas bukit kapur yang akan ditambang 271 hektare dan untuk tambang tanah liat sebagai campuran bahan semen, mencapai sekitar 231 hektare. Kedua lahan tersebut berada di Kecamatan Buayan dan Rowokele.
Rabu, 05 November 2014
MK hapus hak negara sewakan lahan ke petani
"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," ujar Ketua MK Hamdan Zoelva membacakan amar putusan di Gedung MK, Jakarta, Rabu (5/11).
Pasal 59 UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani memuat ketentuan yang mewajibkan negara memberikan kemudahan bagi petani untuk mendapat lahan pertanian dalam bentuk hak sewa, izin pengusahaan, izin pengelolaan, atau izin pemanfaatan. Dengan adanya putusan ini, frasa 'hak sewa' tidak lagi memiliki kekuatan hukum.
"Frasa 'hak sewa' dalam pasal dimaksud bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," kata Hamdan.
Dalam putusan ini, MK memandang sewa menyewa lahan negara yang dilakukan oleh negara kepada petani merupakan praktik berdasarkan politik hukum peninggalan Hindia Belanda. Praktik ini sudah lama ditinggalkan sejak terbitnya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).
"Menurut Mahkamah hal demikian bertentangan dengan prinsip pemberdayaan petani yang dianut dalam UUPA yang melarang sewa menyewa tanah antara negara dengan warga negara," kata Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi membacakan pendapat MK.
Selain itu, menurut Fadlil, UU tersebut juga mewajibkan negara memberikan lahan negara bebas seluas dua hektar kepada masing-masing petani untuk diolah. Tetapi, hal itu harus dilakukan secara selektif.
"Pemberian lahan sebesar dua hektar tanah negara bebas kepada petani harus mempriotaskan kepada petani yang betul-betul belum memiliki lahan pertanian dan bukan diberikan kepada petani yang cukup kuat dan telah memiliki lahan," kata dia.
Permohonan ini diajukan oleh sejumlah LSM yang fokus pada isu kemandirian ekonomi dan pertanian seperti Serikat Petani Indonesia dan Konsorsium Pembaharuan Agraria. Mereka meminta MK untuk membatalkan pasal dimaksud lantaran bertentangan dengan upaya penguatan petani untuk menciptakan kemandirian ekonomi di sektor pertanian.
sumber https://id.berita.yahoo.com/mk-hapus-hak-negara-sewakan-lahan-ke-petani-122157512.html
Petani Tak Perlu Sewa Lahan Pemerintah untuk Pertanian
Dedy Priatmojo, Nila Chrisna Yulika Rabu, 5 November 2014
Dalam pasal itu disebutkan bahwa petani memperoleh lahan pertanian dan diberikan dalam bentuk hak sewa, izin pengusahaan, izin pengelolaan, atau izin pemanfaatan.
Gugatan itu diajukan oleh beberapa organisasi diantaranya Aliansi Petani Indonesia, Konsorsium Pembaruan Agraria, Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan, Yayasan Bina Desa Sadajiwa.
Padahal pada pasal 58 ayat 1 disebutkan Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban memberikan jaminan luasan lahan Pertanian.
Mahkamah mengatakan, bahwa sewa menyewa tanah antara negara dengan warga negara khususnya petani adalah politik hukum yang sudah ditinggalkan sejak berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Sejatinya, aturan tersebut merupakan peninggalan Hindia Belanda yang bersifat eksploitatif terhadap rakyat.
Namun jika negara melakukan sistem sewa, hal itu justru bertentangan dengan prinsip pemberdayaan petani yang dianut dalam UUPA yang melarang sewamenyewa tanah antara negara dengan petani.
Menurut Mahkamah, negara dapat saja memberikan izin pengusahaan, izin pengelolaan, atau izin pemanfaatan kepada petani terhadap tanah negara bebas yang belum didistribusikan kepada petani, tapi negara atau pemerintah tak boleh menyewakan tanah tersebut kepada petani.
"Sewa menyewa tanah antara negara atau Pemerintah dengan petani bertentangan dengan prinsip pengelolaan bumi dan air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat," kata Hakim MK, Ahmad Fadlil Sumadi saat membacakan keputusan.
Dilain hal, MK menolak permohonan pemohon yang meminta agar tanah pemerintah yang diredistribusi kepada petani menjadi hak milik petani. Sebab, pemberian hak milik kepada petani atas tanah negara bebas yang menjadikan kawasan pertanian sangat berpotensi akan mengubah kebijakan politik negara untuk mempertahankan suatu kawasan pertanian menjadi kawasan non pertanian.
Apabila diberikan hak milik kepada para petani, maka itu akan dimiliki secara turun temurun dan bebas untuk dialihkan, dan diperjualbelikan yang pada akhirnya juga dapat mengubah peruntukan kawasan pertanian menjadi peruntukan yang lain sehingga akan mengurangi kawasan pertanian.
Pemberian hak milik kepada petani, kata Ahmad memang akan memberikan kepastian kepada para petani untuk memiliki tanah, tetapi dalam hal ini pemberian hak milik tersebut akan mengancam upaya negara untuk mempertahankan suatu kawasan sebagai kawasan pertanian.
Tanpa diberikan hak milik para petani pun dapat diberdayakan untuk memanfaatkan kawasan pertanian tersebut dengan memberikan izin pengelolaan, izin pengusahaan, dan izin pemanfaatan.
Penguatan Petani
Kemudian, mengenai gugatan pasal 70 ayat, Mahkamah berpendapat penguatan kelembagaan petani memang sangat perlu dilakukan oleh negara dalam rangka pemberdayaan petani, untuk itu bisa saja negara membentuk organisasi-organisasi petani dengan tujuan memberikan perlindungan dan pemberdayaan petani, namun tidak dapat diartikan bahwa negara mewajibkan petani harus masuk dalam kelembagaan yang dibuat oleh pemerintah atau negara tersebut.
Petani, kata Ahmad, harus diberikan hak dan kebebasan untuk bergabung atau tidak bergabung dengan kelembagaan petani bentukan pemerintah dan juga dapat bergabung dengan lembaga bentukan petani sendiri.
Atas pertimbangan itu, Ketua Mahkamah Konstitusi, Hamdan Zoelva mengatakan bahwa frasa "sewa" dalam pasal 59 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Kemudian pada pasal 70 ayat 1 mengenai kelembagaan petani, bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai "termasuk kelembagaan petani yang dibentuk oleh petani". Sehingga pasal itu tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Sehingga. Pasal 70 ayat (1) selengkapnya menjadi, "Kelembagaan Petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) terdiri atas: a.Kelompok Tani; b. Gabungan Kelompok Tani, c. Asosiasi Komoditas Pertanian, dan d. Dewan Komoditas Pertanian Nasional, serta kelembagaan petani yang dibentuk oleh para petani".
Sementara kata berkewajiban dalam pasal 71 itu bertentangan dengan UUD 1945. Sehingga padal 71 selengkapnya menjadi "Petani bergabung dan
berperan aktif dalam Kelembagaan Petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1)".
"Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya," kata Hamdan.
Sebelumnya, Kuasa Hukum Pemohon, Beni Dikty Sinaga menggugat UU Perlitan ini karena dinilai menimbulkan ketidakpastian hukum sehingga menyebabkan adanya pelangaran hak asasi petani. Norma tersebut tidak meredistribusi tanah kepada petani sehingga tidak ada jaminan kepastian hak atas tanah bagi petani. Pasalnya, norma tersebut hanya mengatur tentang konsolidasi tanah, tanah terlantar dan tanah negara bebas yang bisa diredistribusi kepada petani.
Tanah itu tidak menjadi hak petani tetapi hanya hak sewa, izin pengusahaan, izin pengelolaan, atau izin pemanfaatan.
Hak sewa berarti petani penggarap membayar sewa terhadap negara sebagai pemiliknya. Tentunya hal tersebut menyulitkan petani untuk memperoleh kehidupan yang layak, mengingat petani merupakan masyarakat yang kurang mampu membayar sewa dan perizinan. Perlakuan itu akan menjerumuskan petani dalam perangkap lintah darat dan sistem ijon.
UU ini juga mengabaikan bentuk kelembagaan petani katena keyentuian yersebut diangap sebagai bentuk praktek korporatisme negara di mana pemerintah memfasilitasi terbentuknua dan menentukan bentuk lembaga petani.
Petani hanya diperbolehkan berorganisasi dalam wadah yang sudah ditentukan negara. Pemohon juga menganggap bahwa pemerintah telah mengintervensi hak petani untuk bebas menentukan atau ikut serta dalam keanggotaan ataupun menjadi pengurus organisasi dalam kehidupan bermasyarakat. (ren)
Sumber: http://m.news.viva.co.id/news/read/555264-petani-tak-perlu-sewa-lahan-pemerintah-untuk-pertanian
Selasa, 04 November 2014
PABRIK SEMEN REMBANG : Walhi: 607.198 Orang Bakal Kena Dampak!