Selasa, 29 Maret 2016

Petani Sumowono Tolak Perpanjangan HGU PT RSM

29 Maret 2016 | 19:40


Sedikitnya 400-an petani Sumowono, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, menggelar aksi massa di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah, Selasa (29/3/2016).

Massa petani yang tergabung dalam Serikat Tani Nasional (STN) ini tiba di kota Semarang dengan menumpang 16 mobil bak terbuka. Mereka kemudian berbaris dari depan Masjid Raya Baiturrahman Semarang menuju kantor Gubernur.

Di sepanjang jalan para petani meneriakkan “darurat agraria”. Mereka juga menuntut pemerintahan Jokowi-JK segera melaksanakan pasal 33 UUD 1945 dan UUPA 1960.

Ketua STN Jawa Tengah Bagas Ardiansyah mengatakan, politik agraria hari ini masih mewarisi politik agraria kolonial. Wujudnya, kata Bagas, adalah praktek pemberian Hak Guna Usaha (HGU) yang hanya menguntungkan korporasi.

“Itu pula yang dialami oleh petani di sekitar perkebunan PT. Rumpun Sari Medini (RSM) di Kaligintung, Sumowono, kabupaten Semarang. Tanah yang begitu luas justru diberikan kepada perusahaan. Sedangkan petani tidak punya akses tanah,” jelas Bagas.

Bagas menjelaskan, pemerintah memberikan HGU kepada PT RSM seluas 148 ha. Sedangkan petani dari empat desa di sekitar HGU PT RSM, yang jumlahnya ratusan Kepala Keluarga (KK), hanya mendapat 4 ha.

“Inilah yang kami anggap tidak adil. Sudah begitu, PT RSM tidak bisa memanfaatkan HGU-nya,” ujar Bagas.
Bagas melanjutkan, HGU PT RSM akan berakhir pada tahun 2017. Namun, ada keinginan perusahaan tersebut untuk terus memperpanjang dan memperluas HGU-nya.

Situasi itulah, ungkap Bagas, yang mendorong aksi protes petani. Mereka menolak perpanjangan HGU. Ironisnya, kata Bagas, tiba-tiba ada pihak lain yang mengklaim lahan HGU tersebut, yakni Kodam IV Diponegoro.

“Kami melihat ini ada kongkalikong. Kok aparat keamanan punya HGU dan ikut berbisnis. Ini bertentangan dengan UUPA 1960 dan UU TNI,” tuturnya.

Dalam aksinya petani menolak perpanjangan HGU PT SRM. Mereka juga menuntut klarifikasi Kodam IV Diponegoro terkait klaim lahan HGU tersebut.

Petani berharap, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo lebih memprioritaskan tanah kepada petani penggarap. Mereka juga menuntut Gubernur Jawa Tengah untuk menyatakan keadaan “Darurat Agraria” sebagai pintu masuk untuk menyelesakan berbagai konflik agraria di Jawa Tengah.

Dalam aksi tersebut, perwakilan petani langsung berdialog dengan perwakilan Pemerintah Provinsi, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jawa Tengah, dan BPN kabupaten Semarang.

“Dari pertemuan itu, BPN bilang HGU akan selesai tahun 2019 dan 2023. Sedangkan HGU yang diklaim oleh pihak Kodam itu tidak benar,” kata Bagas menjelaskan hasil pertemuan.

Pihak BPN Jateng dan Dinas Perkebunan Jateng berjanji akan melakukan identifikasi terhadap pemanfaatan HGU oleh PT SRM.
Hendri Kurniawan

0 komentar:

Posting Komentar