Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mengecam tindakan polisi pada Tanggal 28 Maret 2016 saat aksi damai Hari Ketiadaan Tanah di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.
Aksi massa yang merupakan gabungan dari berbagai daerah di Sulawesi Tengah dari berbagai macam organisasi seperti Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA Sulteng), Front Mahasiswa Nasional (FMN Cab Palu), Serikat Perempuan Indonesia (SERUNI), Serikat Pekerja Hukum Progresif (SPHP Sulteng), Liga Mahasiswa Nasional Untuk Demokrasi (LMND-DN), Himpunan Mahasiswa Mamuju Tengah (HPPM Mateng), Himpunan mahasiswa Provinsi Gorontalo (HPMIG), Front Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH Sulteng), BEM IAIN Palu, GEMA Unisa, Forum Petani Merdeka (FPM Dongi-Dongi), Penambang Poboya dan Penambang Dongidongi.
Semula titik kumpul aksi ini di Jln. Samratulangi dengan sasaran aksi kantor Gubernur, DPRD Propinsi Sulawesi Tengah dan POLDA Sulteng. Massa yang akan datang dari daerah disekitarnya dihadang dan dibubarkan secara paksa dengan penembakan dan kekerasan fisik oleh Polisi.
Petani Dongi-dongi di bawah pimpinan Forum Petani Merdeka (FPM), hendak menuju Kota Palu untuk bergabung dalam demonstrasi bersama FPR. Di tengah jalan mereka dihadang barikade polisi. Polisi menghalangi sekitar 10.000 massa petani dan merazia kendaraan yang hendak demonstrasi di DPRD Sulteng. Negosiasi tak cukup menenangkan massa hingga memicu kegaduhan yang mengakibatkan tindakan brutal aparat kepolisian.
Akibat tindakan brutal ini 14 orang yang mengalami luka tembak (dibagian kepala, telinga, punggung, pinggang, pantat dan kaki. Sedangkan 5 orang korban belum teridentifikasi karena dipersulit oleh pihak Kepolisian di RS Bayangkara Kota Palu untuk melakukan pendataan korban tembak. Sehingga total jumlah korban yang tertembak berjumlah 14 Orang.
Tindakan yang dilakukan oleh aparat kepolisian ini masih mencerminkan perilaku kelembagaan yang seringkali menggunakan tindakan represif dalam menghadapi tuntutan-tuntutan rakyat yang selama ini diperlakukan tidak adil oleh negara dan dirampas hak-haknya, lahan-lahan masyarakat bertani dijadikan area Hutan Lindung sehingga masyarakat tidak dapat lagi menggarap lahan tersebut . Kondisi rakyat semakin sengsara dan terpinggirkan akibat ulah penguasa dan aparat-aparat negara.
Rakyat di Sulawesi Tengah dan juga umumnya di seluruh Indonesia saat ini tengah berjuang menghadapi perampasan tanah oleh Perusahaan-perusahaan perkebunan besar, akibat perampasan tersebut rakyat kehilangan sumber-sumber penghidupannya, mereka tidak dapat lagi menanam, bertani, beternak karena ketiadaan lahan. Negara seharusnya bertindak represif terhadap perusahaan-perusahaan semacam ini yang hanya memberikan kesengsaraan terhadap masyarakat sekitar. Rakyat yang berjuang melawan kemelaratan malah ditembaki dan dihantam dengan popor senapan.
Atas kejadian ini Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menyatakan:
- Mengutuk tindakan aparat kepolisian yang bertindak diluar batas kemanusiaan dengan melakukan penembakan dan kekerasan brutal terhadap rakyat yang sedang melakukan aksi damai.
- Mendesak agar Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan pengusutan dan menghukum oknum kepolisian yang bertindak diluar prosedur.
- Bebaskan warga yang ditahan, memberikan ganti rugi terhadap para korban dan menuntut pertanggungjawaban dari pihak kepolisian.
- Hentikan segala bentuk kekerasan dan intimidasi terhadap para pejuang agraria dan rakyat yang sedang berjuang menuntut hak—haknya.
- Jalankan Reforma Agraria Sejati.
Konsorsium Pembaruan Agraria
Iwan Nurdin
http://www.kpa.or.id/news/blog/polisi-telah-bertindak-brutal-di-sulawesi-tengah/
0 komentar:
Posting Komentar