Kamis, 25 September 2014 - 09:39:12 WIB
SULTENG, SACOM - Bagi Eva Bande, hari tani 24 September 2014 adalah peringatan tertindasnya kaum tani di seluruh Indonesia, belum jadi perayaan yang menggembirakan.
Eva Bande sendiri adalah satu dari ratusan pejuang agraria yang “sukses” dikriminalisasi oleh negara.
Pengadilan memvonis hukuman 4,6 tahun penjara buatnya gara-gara kekritisannya membela hak-hak kaum tani yang tertindas.
Eva Susanti Hanafi Bande, nama lengkapnya, dihukum penjara melawan PT. Kurnia Luwuk Sejati, perusahaan sawit yang beroperasi di Sulawesi Tengah. Padahal dia memperjuangkan lahan ratusan hektar milik warga yang sudah dikelola selama sekitar 30 tahun.
Inilah yang membuat Eva sangat sedih, kecewa dan menganggap hari tani 24 September 2014 adalah hari buram buat kaum tani dan pergerakannya.
Berikut isi surat lengkap Eva Bande yang diterima suaraagraria.com:
Bismillahirahmanirahiim
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Kaum Tani Seluruh Indonesia
Hormatku kepada saudara-saudara kaum Tani di mana saja berada. Pada Tanggal 24 September 2014 nanti adalah Hari Tani. Hari itu bagiku adalah peringatan atas ketertindasan petani, bukan peringatan hari kebangkitan kaum tani, bukan pula pernyataan penghargaan atau pengakuan Negara untuk memerdekakan petani dari ketertindasan mereka berabad-abad lamanya.
Sejarah telah bergerak silih berganti melalui titian waktu, telah berganti generasi, telah berganti rezim-rezim penguasa, tetapi satu yang tidak berubah: NASIB KAUM TANI...!!!
Seolah-olah kepada KAUM TANI melekat Kodrat sebagai kaum TERTINDAS. Pernyataan ini terkesan kasar bagi sebagian orang, mungkin pula bagi kaum tani sendiri, tetapi Aku memaksakan diri untuk menyatakannya. Mari tengoklah ke belakang, ratusan tahun yang lampau ketika Kaum Tani berada di alam sebelum kolonialisme, dalam kekuasaan raja-raja pribumi yang menjadikan mereka sebagai sapi perah. Tanah-tanah adalah milik raja,sementara kaum tani adalah penumpang dan menggarap tanah yang hasilnya diserahkan kepada raja-raja. Ironisnya, mereka juga harus menyerahkan hasil-hasil pertanian mereka kepada penguasa lokal di berbagai jenjang hingga yang paling dekat yakni tuan-tuan tanah perwakilan raja...
Kaum Penjajah datang menggantikan model penindasan, melalui penguasaan terhadap raja-raja. Upeti kepada raja dan tuan tanah lokal tidak dihapuskan, malah ditambah lagi dengan pajak tanah (land rent). Kaum raja lama kelamaan marah karena ladang kekayaan dan kekuasaan mereka semakin hari semakin tersedot oleh kekuatan senjata Kolonial. Rakyat Tani dihasut untuk bersatu memerdekakan tanah nenek moyang. Kaum tani angkat senjata seadanya, dalam kemiskinan, dengan derita dan kelaparan berperang mengorbankan darah, harta, dan nasib mereka. Gugur satu demi satu, puluhan demi puluhan, ribuan demi ribuan, jutaan demi jutaan. DAN Mereka tetaplah KAUM TANI yang TERTINDAS setelah itu, tak ada balas jasa apalagi pangkat, yang ada hanyalah kembali ke tanah garapan untuk menghasilkan upeti-upeti baru......!!!
500-an tahun di alam kekuasaan Raja diraja lokal, 350 tahun Kapitalisme-Kolonialisme Kulit Putih, 3,5 Tahun si kulit Kuning, berganti-ganti menggerus kekayaan bumiputera tanah bangsa kuli ini......!!!! Ya Bangsa Kuli kata Pramudya... dari Petani Subsisten, diubah menjadi Buruh di tanah sendiri, dipaksa menjadi buruh perkebunan, pabrik, kerja Rodi, Romusha.... Duhai Petani begitu menderitanya kalian..... begitu kejamnya hidup bagi kalian, tetapi begitu AGUNGNYA kesabaran kalian menghadapi hidup yang tidak adil itu.....!!!
Merdekalah Kita di tahun 1945, setelah jutaan nyawa kaum tani, bermiliar-miliar harta benda petani dikorbankan untuk KEMERDEKAAN itu.... lalu kaum Ningrat segera berlomba-lomba rebut kuasa, hampir-hampir tak satu JIWA pun anak Petani yang menjadi pemimpin bagi kaumnya sendiri dalam sejarah perjuangan HINDIA BELANDA menjadi INDONESIA. Sejarah ERLANGGA dan KEN AROK sebagai anak Petani dari Kasta SUDRA menjadi Raja tidak terulang lagi.... sekali lagi di alam merdeka rakyat Tani bergegap gempita menyambut kemenangan mereka atas penjajahan, menyoraki pemimpin-pemimpin dari kaum terpelajar-Ningrat, lalu mereka bersuka ria kembali mengerjakan tanah sambil membayar pajak untuk membiayai NEGARA BARU merdeka. Para Jenderal perang segera berebutan menguasai aset-aset peninggalan perusahaan-perusahan Kolonial, buruh-buruh yang berasal dari Petani kembali memasuki pabrik-pabrik perusahaan tambang, perkebunan, hingga buruh bangunan tetapi dengan Jiwa Merdeka. Ya Jiwa Merdeka yang telah mengalahkan rasa dasar hati yang tertindas untuk kesekian kalinya...
Kini alam Merdeka sudah demikian majunya, modernisasi telah membentuk masyarakat baru dengan watak baru, tetapi Kaum Tani tetaplah Petani yang hidup dalam penindasan yang tak tampak, hidup di sekeliling kekayaan alam tetapi miskin dalam segala sesuatunya. Tanah mereka semakin sempit, mereka semakin tak berdaya, karena kemerdekaan lebih dinikmati oleh kaum kaya, kaum pelajar, anak-anak kaum bangsawan. Kaum Tani adalah kaum tani yang terus menerus menapaki sejarah dari zaman ke zaman, orde ke orde, penguasa ke penguasa sebagai jiwa-jiwa putih yang tertindas...!
Tanah semakin sempit lagi, karena rebut kuasa atas tanah dari segelintir kuasa modal pribumi dan asing. Hasil tani tak seberapa, lalu kerja sambilan jadi buruh di atas tanah sendiri ketika industri perkebunan merampas hak mereka atas tanah. Dengan Izin Negara, Individu kuasa Modal menguasai pengelolaan tanah, bahkan mengambil alih hak kuasa ADAT atas tanah, hak milik tersertifikasi, dan tanah-tanah warisan. Untuk kesekian kali dari banyaknya perkalian hari dan zaman, kaum tani dihisap darahnya melalui kerja, ya.... kerja di atas tanah yang semakin sempit, yang terampas, dan berubah manjadi tambang minyak, emas, perkebunan, tuan-tuan tanah lokal, dan sejenisnya. Inilah Nasib Kaum Tani yang ditentukan oleh Orang Lain atas mereka.
Kini sudah 50-an tahun usia Peringatan HARI TANI.... setidaknya ini harus dibaca sebagai kebangkitan yang sungguh-sungguh bagi kaum tani untuk menjadi bagian penting dari sejarah mereka sendiri. Kaum tani harus memimpin sendiri perjuangan mereka...!!! anak-anak petani bersatulah, pimpin perjuangan saudara kita, orang tua kita untuk merebut HAK-HAK KAUM TANI yang terampas, merebut Kedaulatan Rakyat dari orang-orang yang lupa kacang akan kulitnya, juga anak-anak petani yang telah berkhianat terhadap sejarah perjuangan petani mencapai kemerdekaan Negeri tanpa Makna ini....!!!!!
Kaum tani di manapun berada, salamku ini adalah doa bagi saudara-saudaraku semua: bangkitlah, mohonlah kekuatan itu dari TUHAN SEMESTA ALAM Penguasa para Penguasa, Pemilik HARI,Pemilik jiwa-jiwa yang hidup dan yang mati, Pemilik Kuasa atas segala kuasa yang tak terbatas....Bersatu teguhlah dalam jiwa dan kesadaran, dalam perlawanan yang masif, pakula kayakinan dalam jiwamu, bahwa sekali perlawanan dimulakan, yakni perlawanan terhadap kemiskinan, perlawanan terhadap kebodohan, perlawanan terhadap penindasan dan kaum penindas, jangan berhenti senafas pun.... Bertindaklah Sekarang Juga, jangan biarkan sejarah melibas kita untuk kesekian kalinya......!!!!! Hidup Petani.... Jayalah Petani....!!!!!
Salam Pembebasan...!
Lapas 2B Luwuk, 22 September 2014
Eva Bande
http://suaraagraria.com/detail-21046-bagi-eva-bande-hari-tani-adalah-peringatan-ketertindasan-kaum-tani.html#.VCwPWqPt2_I
0 komentar:
Posting Komentar