Ditemui setelah pertemuan, Teten mengungkapkan bahwa ada dua isu besar yang ia bicarakan dengan para perwakilan aksi tani, yakni reforma agraria dengan redistribusi 9 juta hektare lahan. Kedua, soal penanganan konflik-konflik agraria.
"Dua hal itu akan kita cari solusinya agar reforma agraria bisa membawa dampak positif," ujar Teten di Bina Graha, Jakarta Pusat, Selasa (29/9).
Sepakat dengan Teten, Ferry menjelaskan soal konflik agraria, ia melihat adanya permasalahan pada audit luasan lahan dan kontrol. "Ketika ada perpanjangan itu seolah-olah otomatis, padahal tidak seperti itu," kata dia.
Selain itu, Ferry juga menganggap bahwa kemanfaatan lahan adalah hal yang cukup penting. "Perusahaan kalau dia hanya bisa memanfaatkan setengahnya, ngapain kita teruskan? Dalam prinsip reforma agraria memang kita tidak mau mencabut penghidupan orang yang basisnya adalah tanah," ujar dia.
Menurut situs resmi Badan Pertahanan Nasional (BPN), Reforma Agraria atau secara legal formal disebut juga dengan Pembaruan Agraria merupakan proses restrukturisasi (penataan ulang susunan) kepemilikan, penguasaan, dan penggunaan sumber-sumber agrarian (khususnya tanah).
Dalam pasal 2 TAP MPR RI Nomor IX/MPR/2001 dijelaskan bahwa "Pembaruan agraria mencakup suatu proses yang berkesinambungan berkenaan dengan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumberdaya agraria, dilaksanakan dalam rangka tercapainya kepastian dan perlindungan hukum serta keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia".
Anwar memberikan contoh tragedi penganiayaan dan pembunuhan terhadap petani di Lumajang, Jawa Timur yang terjadi pada Sabtu (26/9) lalu. Ia mengatakan itu salah satu bukti pemerintah tidak berpihak pada rakyat.
"Proyek infrastruktur Jokowi membahayakan, karena mayoritas berpihak pada pemodal, investor dan tidak melindungi rakyat," ucap Anwar di depan Istana Negara.
Dalam aksi ini, Anwar menuturkan para petani juga meminta agar dibentuk suatu badan penyelesaian konflik agraria. Anwar menggambarkan, badan ini akan berada di bawah langsung presiden dan kontrol rakyat.
Ia menyebutkan beberapa masalah agraria yang hingga saat ini masih belum diselesaikan, seperti banyaknya tanah petani yang dulu direbut pemerintah, tentara, bahkan swasta. Upaya reclaiming pun telah dilakulan namun tanpa hasil.
"Kami ingin itu dikembalikan. Kemudian bagaimana mengelola penataan basis produksi, distribusi dan kelembagaan ekonomi bisa dijalankan pemerintah," tuturnya. (pit)