Rabu, 11 September 2019

Surat dari Urutsewu untuk PBNU dan Seluruh Nahdliyin soal Konflik Lahan Rabu


11 September 2019 19:15 WIB

Tangkapan layar video: sejumlah oknum TNI tampak beramai-ramai menghantam warga dengan benda tumpul.

Jakarta, NU Online Sebuah video yang menampakkan aksi kekerasan oknum TNI terhadap sejumlah petani menyebar luas di media sosial, Rabu (11/9).

 Beberapa prajurit yang membawa pentungan dan prisai terlihat memukuli dan menendangi warga sipil. Video berdurasi 16 detik itu disebar salah satunya oleh akun Instagram @fnksda (Front Nahdliyin Untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam).  

"Naudzubullah, kekerasan demi kekerasan terhadap rakyat tani semakin masif. Di Sumberanyar Pasuruan, di Urutsewu Kebumen, militer melawan rakyat tani yang mempertahankan tanah untuk maan sehari-hari," tulis akun @fnksda.

Dikutip dari Merdeka, sebanyak 11 warga sipil dikabarkan mengalami luka-luka akibat terlibat bentrok dengan sekelompok prajurit TNI di Desa Brecong, Buluspesantren, Kebumen, hari ini. Bentrokan terjadi karena warga yang sebagian besar petani, berusaha menghalangi TNI yang ingin memagari lahan yang menjadi sengketa antara warga dengan TNI.

Konflik sengketa lahan TNI dan warga sudah terjadi sejak lama.   NU Online, Rabu (11/9), menerima surat terbuka dari Forum Petani Paguyuban Kebumen Selatan (FPPKS).

Mereka mengundang hadirnya simpati dan uluran tangan dari PBNU dan seluruh Nahdliyin.

Berikut bunyi surat selengkapnya:  

Kepada Yth: Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Seluruh Warga Nahdliyin   Assalamualaikum wr. wb.  Dengan hormat, Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi perjuangan kaum mustadl’afin.  

Melalui surat ini kami sampaikan kepada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan seluruh warga Nahdliyinmengenai apa yang menjadi keresahan hati kami selama ini. Kami segenap warga Nahdlatul Ulama (NU) di Kawasan Urutsewu saat ini tengah menghadapi permasalahan yang tak kunjung dapat terselesaikan. Sejak tahun 2011, kami berjuang agar apa yang menjadi hak kami dapat dikembalikan. Adalah tanah yang selama ini menjadi sumber penghidupan dan aktivitas warga di kawasan pesisir selatan Urutsewu yang diklaim menjadi milik negara/Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat (AD)/proyek pemerintah membuat warga harus berjuang untuk mendapatkannya kembali.   Berawal dari izin menggunakan tempat untuk latihan uji coba senjata, sejak tahun 1982, TNI AD perlahan tidak lagi menghormati kami sebagai pemilik tanah.

Hingga akhirnya mengklaim bahwa tanah itu merupakan tanah negara. Terakhir TNI AD mengatakan bahwa pemagaran yang telah dan sedang dilakukan merupakan proyek dari Kementerian Keuangan. Menghadapi TNI AD yang berlaku sewenang-wenang atas tanah kami tidak membuat kami diam dan merelakan tanah kami begitu saja. Sebab tanah itu memang milik masyarakat Urutsewu sejak sebelum kemerdekaan Republik Indonesia (RI). Bukti sertifikat semuanya ada.  

Berulangkali kami sampaikan dalam forum-forum pertemuan maupun mediasi ke Bupati, Dandim, dan Komnas HAM bahwa kami hanya ingin tanah yang telah dirampas oleh TNI AD bisa kembali ke tangan masyarakat. Tetapi sampai saat ini tidak ada itikad baik dari TNI AD untuk melepaskan tanah tersebut. Bahkan di lapangan, kami terpaksa berhadapan dengan senjata TNI AD ketika menolak upaya pemagaran yang mereka lakukan pada tahun 2015.

TNI AD pun tak segan menembaki warga yang melawan. Trauma atas kejadian tersebut tentu sangat kami rasakan sampai sekarang.  

Bulan Juli 2019, TNI kembali melanjutkan pemagaran, yang sebelumnya berupa pagar kawat dan sekarang menggunakan beton di atas tanah warga, masih tanpa persetujuan pemilik tanah. Penggunaan beton jelas bertujuan supaya tidak ada yang dapat merubuhkan pagar yang dibangun TNI AD. Meskipun kami masih dapat mengelola tanah yang kami miliki dengan jalan memutar yang semakin jauh, ketakutan kami bahwa suatu saat tanah itu akan benar-benar diambil oleh TNI AD benar-benar kami rasakan.   

Perampasan itu semakin jelas dilakukan ketika tahun lalu, tepatnya bulan Oktober 2018 masyarakat Desa Entak Kecamatan Ambal melakukan pendaftaran sertipikat tanah (PTSL). Oleh BPN sertipikat yang telah jadi pada awal bulan Desember ditarik kembali pada akhir bulan itu juga. Penarikan dengan alasan revisi itu tidak menyertakan apa alasan revisi. Dan setelah warga menerima hasil revisi, rupanya tanah warga telah banyak berkurang terutama untuk yang berbatasan langsung dengan pesisir. Kami menduga ini juga merupakan upaya TNI AD untuk pelan-pelan merampas tanah kami. Karena itulah dengan kondisi lembaga negara yang mudah ditekan sedemikian rupa, kami pun menghindari upaya hukum dan mengedepankan langkah non-litigasi. Sebab apabila kami membawa kasus ini ke ranah hukum, ketika hukum telah dibeli, kemungkinan kami akan kalah dan kehilangan tanah, dan apa yang telah kami lakukan selama ini sia-sia saja.  

Hari ini, tepatnya pada 11 September 2019, kami berusaha menghentikan proses pemagaran di Desa Brecong. Upaya kami dibalas oleh TNI AD dengan hantaman senjata, pukulan tangan, dan injakan kaki bersepatu lars. Belasan warga menjadi korban kekerasan tersebut. Karena ketidaksanggupan kami menghadapi para serdadu itu, kamipun pergi mengadu ke Bupati. Beliau berjanji akan menghentikan pemagaran tetapi tanpa bukti tertulis.  

Maka, selain meminta kepada Allah Maha Kuasa melalui doa-doa dalam berbagai amalan NU seperti istighotsah, kami juga memohon kepada seluruh masyarakat Indonesia, terkhusus kepada NU secara organisasi untuk dapat membantu kami dalam menyelesaikan masalah ini agar apa yang kami perjuangkan mendapat keberhasilan. Sebab hampir semua lembaga di bawah, mulai dari tingkat kecamatan sampai daerah seolah lumpuh.

Dandim yang sering bermediasi dengan kami, selalu berdalih bahwa ini merupakan perintah pusat yang harus dijalankan sehingga tidak dapat lagi diajak untuk bermusyawarah.  

Kami warga NU tentu tidak lupa dengan amanat atas berbagai keputusan Bahtsul Masail yang selalu berpihak kepada kemaslahatan umat, terutama dalam masalah agraria. Seperti dalam keputusan Bahtsul Masail al-Diniyah al-Maudlu’iyyah NU di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri pada 21-27 November 1999, bahwa NU merekomendasikan kepada pemerintah untuk memberikan hak tanam kepada petani yang kekurangan atau tak memiliki lahan pada tanah negara dalam jangka panjang, supaya mereka bisa mengambil manfaat darinya.

Dan untuk mencapai tujuan itu pemerintah harus memberdayakan dan melindungi hak rakyat miskin dari eksploitasi dan agresi kelompok yang lebih kuat. Dalam hal ini jelas posisi warga NU di kawasan Urutsewu merupakan kelompok lemah yang menghadapi kekuatan besar seperti angkatan militer TNI AD.  

Maka kepada PBNU, kami mohon supaya dapat sekiranya membantu kami para warga NU yang lemah ini agar dapat segera menyelesaikan permasalahan tersebut.

Dan kepada seluruh warga Nahdliyin untuk turut mendukung dan mendoakan perjuangan kami agar tanah tempat kami menggantungkan hidup tidak dirampas oleh siapa pun.  

Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq  
Wassalamualaikum wr. wb.  

Urutsewu, 11 September 2019
  
TTD.  
Ketua Forum Petani Paguyuban Kebumen Selatan (FPPKS)
Seniman Marto Dikromo

nu.or.id 

0 komentar:

Posting Komentar