Korban Kebrutalan TNI akan
Gugat Presiden
| Minggu, 11
September 2011 09:39 WIB | Antara/Idhad Zakaria
REPUBLIKA.CO.ID, KEBUMEN -- Proses hukum dalam
penanganan kasus bentrokan antara aparat TNI-AD dan warga sipil di Desa
Setrojenar, Kecamatan Buluspesantren, Kabupaten Kebumen, dinilai berat sebelah.
Hal itu diungkapkan Ketua Tim Advokasi Petani Urutsewu Kebumen (Tapuk), Teguh
Purnomo, Ahad (11/9).
''Dalam kasus tersebut, 6 petani yang dianggap
bersalah dijatuhi hukuman 5-6 bulan. Sementara, aparat TNI yang melakukan
penganiayaan itu tidak ada kelanjutan proses hukumnya,'' katanya.
Padahal, kata Teguh, dalam insiden bentrok tersebut,
ada 14 warga sipil dari kalangan petani yang menjadi korban. Dari jumlah
tersebut, sebanyak 7 orang mengalami luka tembak dengan peluru karet.
Sedangkan, yang lainnya luka-luka akibat pukulan benda tumpul.
Ke-14 warga sipil itu terdiri dari Samsudin (27),
Kusriyanto (29), Mustofa (65), Surip Supangat (38), Sarwadi (25), Aris Panji
(45), Mulyanto (21), Ilyas (35), Kasantri (19), Martijo (32), Bajuri (37),
Ahyadi, Samirin dan Sarmo.
Selain korban manusia yang masuk rumah sakit, menurut
Teguh, juga ada 12 sepeda motor milik warga yang juga dirusak oleh oknum
anggota TNI AD. Sepeda motor tersebut juga tidak diperbaiki oleh mereka. Semua
barang bukti motor tersebut saat ini sudah ada di Mako Sub Denpom Purworejo.
Salah seorang warga yang menjadi korban penganiayaan
anggota TNI tersebut, Aris Panji, mengaku sangat kecewa karena kasus
penganiayaan yang dia alami tidak jelas proses hukumnya. ''Kami merasa kecewa
sekali atas tidak jelasnya proses perkara penembakan, penganiayaan warga serta
perusakan sejumlah sepeda motor,'' katanya.
Teguh Purnomo yang didampingi staf kuasa hukum
lainnya, Yusuf Suramto, Kasran, dan Umi Mujiarti, menyatakan akan megajukan
gugatan perdata.
''Kami merespon dan akan menindak lanjuti keinginan
para korban dengan menggugat Presiden RI, Panglima TNI, KASAD, Pangdam
IV/Diponegoro dan Dan Dislitbang TNI AD yang berada di Setrojenar, Kebumen,''
kata mantan Kabid Operasional LBH Yogyakarta yang pernah membela Keluarga
Almarhum Wartawan Udin di Yogyakarta ini. ''Tapi sebelum mengajukan gugatan,
selama beberapa hari ini kami akan menunggu lebih dulu apakah ada itikad dari
petinggi TNI untuk memprosres anggotanya yang melakukan tindakan pelanggaran
HAM.''
Dia menyebutkan draft gugatan untuk membela petani
yang menjadi korban kekerasan tersebut kini sedang disiapkan dan akan segera
didaftarkan di Pengadilan Negeri Kebumen. ''Tuntutan kerugian materiil dan
moril tentunya sangat besar. Saat ini sedang dihitung bersama dengan warga,''
kata Teguh.
Redaktur: Didi Purwadi | Reporter: Eko Widiyatno
___
TAPUK
Sesalkan Langkah TNI
by :
administrator, 23-08-2011 |
http://www.radarbanyumas.co.id/index.php?page=detail_keb&id=371
Tentang Penyertifikatan Tanah Urut Sewu
KEBUMEN - Tim Advokasi Petani Urut Sewu Kebumen (TAPUK) menyesalkan
langkah Pangdam IV/ Diponegoro terkait proses sertifikat tanah Setrojenar oleh
TNI. Hal tersebut dikemukakan Ketua Tim Litigasi TAPUK Teguh Purnomo SH MHum
kepada wartawan, kemarin (22/8).
Seperti dilansir Kantor Berita ANTARA, (21/8), Pangdam
IV/Diponegoro Mulhim Asyrof menyatakan, Kodam IV/ Diponegoro akan segera
berkoordinasi dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) terkait sertifikat tanah
di Desa Setrojenar, yang menjadi lokasi bentrok aparat TNI dengan warga
sekitar. Mulhim Asyrof mengklaim, TNI telah mendapatkan izin dari Kementrian
Pertanahan untuk segera mengurus sertifikat tanah tersebut, agar tidak lagi
terjadi sengketa.
Ada pun tugas BPN, jelas Pangdam,
akan menentukan batas-batas tanah yang dapat digunakan untuk lokasi latihan
tembak TNI. Menurut dia, lokasi latihan tembak telah ditentukan sepanjang
20 kilometer dengan pelebaran satu hingga dua kilometer. ”Kita memerlukan lahan
yang sangat luas dan tentunya kosong karena kita tidak bisa menentukan arah
meriam, ” kata Pangdam dalam artikel tersebut. Sementara ini, Pangdam
mengatakan, permasalahan kepemilikan untuk hak pakai warga akan diselesaikan
oleh pemerintah daerah setempat.
Teguh Purnomo menilai, langkah TNI
tersebut merupakan bagian skenario dari TNI berkait konflik antara aparat dan
warga Desa Setrojenar untuk melumpuhkan aspirasi warga mempertahankan tanah
sebagai lahan pertanian. ”Yang perlu diketahui kita bersama adalah, bahwa warga
sudah ada yang mempunyai sertifikat tanah dan sebagian yang lain telah juga
mempunyai Letter C Desa maupun SPPT atas tanah yang saat ini dalam proses
pengajuan sertifikat oleh Kodam,” tambah Mantan Kabid Operasional YLBHI-LBH
Yogyakarta ini.
Selain
adanya penafikan atas bukti kepemilikan tanah tersebut, TAPUK melihat pecahnya
konflik April 2011 lalu juga bagian dari sekenario untuk memecah tekad warga
dalam mempertahankan tanah hak miliknya. ”Yang paling mencengangkan kita semua
adalah, bahwa didalam pemeriksaan saksi di Pengadilan Negeri Kebumen beberapa
waktu yang lalu, terindikasi terjadinya pembiaran atas potensi terjadinya
tindak pidana oleh masyarakat. Akibat pembiaran tersebut, saat ini ada enam warga yang menjadi
terdakwa atas kriminalisasi yang dilakukan oleh Polres Kebumen," katanya.
Teguh
berharap, pihak TNI tidak semata-mata menggunakan kekuatan dan kekuasaan dalam
menyelesaikan masalah ini. ”Mereka harus bisa dan berani memberi contoh
penegakan hukum. Apabila mereka mendalilkan berhak atas tanah tersebut, akan
lebih baik jika mereka mengajukan gugatan perdata di Pengadilan Negeri
Kebumen.” tambahnya.
“Pensertifikatan tanah Setrojenar yang sedang dilakukan TNI saat ini adalah
contoh lumpuhnya hukum terhadap kekuasaan yang ada, sehingga hak-hak rakyat
khususnya petani, sama sekali tidak diperhatikan, dan hal ini patut kita
sesalkan bersama”, tandas Teguh Purnomo. (cah)